Bincangperempuan.com– Menjadi seorang pembalap perempuan sudah menjadi impian Cemara (26) sejak lama. Berawal dari hobi menonton balapan mobil, jiwanya ikut terhanyut dalam dunia adu cepat tersebut.
“Jadi dulu awalnya memang dari SMA ditawarin untuk balapan. Tapi belum berani dan belum ada mobilnya. Setiap ada event di Bengkulu maupun di luar kota pasti sempatin nonton,” kenang Cemara.
Sempat bergelut dengan kata hatinya karena menjadi pembalap perempuan masih tabu di masyarakat serta keadaan, akhirnya untuk pertama kali Cemara memberanikan diri mengikuti event balap mobil yang ada di Bengkulu. Siapa sangka ketika mengikuti event tersebut, rekaman videonya saat menjejal lintasan viral. Sayang, pandemi Covid-19 membuat langkahnya terhenti.
“Aku ditantanglah untuk ikut event drag race, karena aku juga orangnya anti ditantang jadi harus ikut balapan,” tegasnya.
Lulusan Ilmu Komunikasi, Fisip Unib 2020 ini mengaku mengalami banyak suka duka sebagai pembalap perempuan. Baginya hal tersebut adalah proses pembelajaran dalam setiap proses kehidupan manusia. Termasuk perasaan duka ketika harus menerima kekalahan dalam suatu pertandingan.
“Dukanya itu kalau semisal kalah, karena drag itu hoki-hokian sih sama kualitas mobil masing-masing juga menentukan,” kata Cemara yang sempat menyabet juara ke lima perempuan untuk kategori mobil bebas.
Baca juga: Perempuan Lokal, Tak Surut Merawat Tradisi Seklang Putung
Memiliki hobi yang didominasi laki-laki, membuatnya belajar untuk tidak menerima perlakuan khusus. Ia menekankan pentingnya menjaga sikap dan tetap waspada.
“Karena dari kecil memang ada pesan sendiri yang diterapkan dari ayah saya, perbanyak lah berteman dengan laki laki. Karena mereka lah yang akan menjaga kita selama berteman, tapi tolong dikutip kita harus lihat lingkungan juga ya,” tuturnya.
Bagi Cemara, semua perempuan dapat menjadi apa pun yang mereka mau, sekalipun berada di lingkungan yang didominasi laki-laki. Kuncinya adalah memiliki keyakinan dan keberanian untuk mengambil langkah tersebut.
“Jadi perempuan, harus memiliki mental yang kuat serta yakin. Di dunia ini semuanya sama, tidak ada yang tidak bisa kita lakukan. Hanya saja memang perspektif gender tentang perempuan di masyarakat Indonesia sudah menganggap kalau perempuan itu tidak boleh sama seperti laki-laki. Asalkan yang kita lakukan itu positif tidak masalah. Karena pada dasarnya dimata Tuhan pun kita semua sama. Jadi semangat terus untuk perempuan Indonesia, kita bisa jika mau,” (Cindy Hiong)
*) Tulisan ini diproduksi kerjasama Bincang Perempuan dan Bengkulu News sebagai program peningkatan kapasitas jurnalis perempuan menulis berita berperspektif gender “Perempuan dalam Ruang Publik