Home » Isu » Buruh » Ironis, Nasib Buruh Perempuan di Indonesia 

Ironis, Nasib Buruh Perempuan di Indonesia 

Zefanya Preticia

Buruh

Nasib buruh perempuan di Indonesia

Bincangperempuan.com–  Hari buruh yang selalu dirayakan setiap tanggal 1 Mei, menjadi momen untuk kembali merefleksikan kondisi buruh perempuan di Indonesia. Selain mengulik Marsinah, kisah buruh perempuan yang mengenaskan, hari buruh seharusnya  membuat publik sadar bahwa buruh perempuan di Indonesia masih harus menghadapi tantangan yang besar dalam memperjuangkan hak dan kesejahteraan mereka. 

Sudah berpuluh tahun dilakukan peringatan hari buruh di Indonesia, namun buruh perempuan masih menjadi bagian dari populasi yang rentan dan terpinggirkan. Masih menghadapi berbagai masalah yang kompleks, mulai dari kesenjangan upah gender, keterbatasan akses terhadap pekerjaan yang layak, hingga kurangnya perlindungan sosial yang memadai.

Kesenjangan Para Pekerja Buruh Perempuan Indonesia

Data terkini menunjukkan bahwa perempuan buruh di Indonesia masih mengalami kesenjangan gender yang signifikan dalam hal upah. Menurut laporan Global Gender Gap Index 2021 yang diterbitkan oleh World Economic Forum, Indonesia menempati peringkat ke-101 dari 156 negara dalam hal kesetaraan gender, dengan tingkat partisipasi tenaga kerja perempuan yang rendah dan kesenjangan upah yang masih lebar. Rata-rata, perempuan buruh di Indonesia hanya mendapatkan sekitar 84% dari upah yang diterima oleh rekan mereka yang laki-laki untuk pekerjaan yang sama. 

Source: World Economic Forum Global

Laporan Kesenjangan Gender Global tahun 2022, Indonesia memperoleh skor sebesar 0,697 dan menempatkannya pada peringkat ke-92 (naik dari peringkat 101 pada tahun sebelumnya) dari 146 negara yang disurvei oleh World Economic Forum. Pemeringkatan ini menempatkan Indonesia pada posisi ke-7 dari 11 negara ASEAN, dan posisi ke-12 dari 19 negara G20. Secara umum posisi Indonesia masih lebih baik dibandingkan beberapa negara maju di dunia, antara lain Jepang, China, dan Korea Selatan. Namun, adanya penurunan dalam ketimpangan gender pekerja buruh perempuan di Indonesia pada tahun 2023. 

Baca juga: Mengenang Marsinah, Simbol Perlawanan Buruh Perempuan

Pada tahun 2023, nilai indeks ketimpangan gender (GII) Indonesia pada tahun 2023 sebesar 0,447, lebih rendah dibanding nilai tahun sebelumnya sebesar 0,012 poin. Perbaikan di segala dimensi juga menjadi faktor utama turunnya Indeks Ketimpangan Gender (GII) Indonesia. Secara spasial, kesenjangan gender mengalami penurunan yang signifikan di sebagian besar provinsi di Indonesia. Hal ini juga berarti menunjukkan bahwa perempuan buruh di Indonesia masih belum mendapatkan pengakuan yang sepenuhnya atas kontribusi mereka dalam dunia kerja.

Tidak hanya dalam hal upah, perempuan buruh di Indonesia juga menghadapi tantangan dalam akses terhadap pekerjaan yang layak. Banyak di antara mereka terpaksa bekerja di sektor informal, di mana kondisi kerja cenderung tidak stabil dan tanpa jaminan sosial yang memadai. Kurangnya akses terhadap pendidikan dan pelatihan juga menjadi hambatan bagi perempuan buruh untuk meningkatkan kualifikasi dan mendapatkan pekerjaan yang lebih baik. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa tingkat partisipasi perempuan dalam pendidikan menengah dan tinggi masih rendah dibandingkan dengan laki-laki.

Jika dibandingkan dengan negara-negara Asia Tenggara lainnya seperti Singapura atau Filipina yang menempati peringkat yang jauh lebih tinggi dalam indeks kesetaraan gender, perempuan buruh Indonesia jelas masih tertinggal dalam hal kualitas hidup dan kesetaraan. Bahkan jika dibandingkan dengan negara-negara di Eropa yang lebih maju seperti Swedia atau Islandia, perempuan buruh di Indonesia masih jauh dari meraih standar hidup yang setara. Faktor-faktor seperti perlindungan hukum yang lemah, minimnya kesempatan untuk pendidikan dan pelatihan, serta stereotip gender yang kuat di masyarakat menjadi hambatan besar bagi perempuan buruh Indonesia untuk meraih kesejahteraan yang layak.

Women Challenge at Work: Peran Laktasi atau Menyusui 

Tantangan lain yang juga dihadapi oleh para pekerja perempuan yang tentunya tidak didapatkan oleh pekerja laki-laki, yaitu tantangan menjalankan peran laktasi atau menyusui di tempat kerja. Data dari penelitian Basrowi, dkk (2018) dijelaskan bahwa hanya 19% buruh perempuan yang berhasil memberi ASI eksklusif setelah kembali dari cuti melahirkan. Hal ini diakibatkan terutama oleh cuti melahirkan yang hanya tiga bulan, tidak ada waktu kerja fleksibel, dan rendahnya dukungan promosi laktasi di tempat kerja. 

Baca juga: Perempuan dan Fenomena Glass Ceiling di Dunia Kerja  

Dalam konteks ini, peringatan Hari Buruh tidak hanya menjadi momen untuk menghargai kontribusi perempuan buruh, tetapi juga sebagai panggilan untuk bertindak mengatasi ketidaksetaraan yang masih melingkupi mereka. Diperlukan upaya yang komprehensif dari pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, dan masyarakat secara keseluruhan untuk memastikan bahwa hak-hak perempuan buruh dihormati dan dilindungi, serta untuk menciptakan lingkungan yang mendukung kesetaraan gender dalam dunia kerja.

Sehingga perempuan buruh di Indonesia dapat memiliki harapan untuk masa depan yang lebih cerah, agar mereka dapat hidup dan bekerja dengan martabat dan kesejahteraan yang layak.

Sumber: 

  • Nwi Admin, 2023. “Gender Equality Statistics: Indonesia’s Gender Gap Index Compared to Other Countries”, dalam Nuraa Women’s Institute 
  • BPS Statistics Indonesia, 2023. “Indonesia’s Gender Inequality Index (GII) notably declined to 0.0447, continuing steady progress in gender equality”, dalam BPS Statistics Indonesia. 
  • World Economic Forum Team, 2021. “Global Gender Gap Report 2021”, dalam World Economic Forum
  • Eni Kartinah, “Hari Buruh, Tingkatkan Akses Laktasi Pekerja Perempuan”, dalam Media Indonesia.com

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Artikel Lainnya

glass ceiling

Perempuan dan Fenomena Glass Ceiling di Dunia Kerja  

Siasat Parkir, Agar Pendapatan Tak Terjungkir

Care Worker atau PRT

Dunia Hargai Care Worker, DPR RI Abaikan PRT sebagai Pekerja

Leave a Comment