Home » Tokoh » Dari Penggerak Muda ke Pengurus KUPS: Kisah Melanjutkan Perjuangan

Dari Penggerak Muda ke Pengurus KUPS: Kisah Melanjutkan Perjuangan

Bincang Perempuan

Tokoh

Dari Penggerak Muda ke Pengurus KUPS Kisah Melanjutkan Perjuangan

Bincangperempuan.com- Nama saya Nona. Saya lahir pada tahun 1995 di Desa Rano. Saya anak kedua dari lima bersaudara. Saat ini, Bapak saya berprofesi sebagai petani kebun di Desa Rano. Sedangkan, Ibu saya menjadi seorang ibu rumah tangga. Pada tahun 2007, saya menamatkan pendidikan dasar di Desa Rano. Setelah dari situ, saya melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Pertama di Desa Malei dan lulus pada tahun 2010. Dari Malei, saya kemudian melanjutkan sekolah kejuruan di Palu dan tamat pada tahun 2013.

Setelah lulus SMK, saya tidak langsung melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Hal itu karena pada waktu yang bersamaan, kakak saya memerlukan biaya yang besar untuk keperluan kuliah. Jadi, untuk mengisi kekosongan waktu, saya memilih kembali ke kampung dan membantu orang tua di kebun.

Beberapa saat di kampung, saya kembali ke Palu dan bekerja di salah satu rumah makan yang ada di sana. Hal itu saya lakukan untuk mendapatkan tambahan biaya guna melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi. Setelah hampir setahun bekerja, saya akhirnya bisa mengumpulkan uang yang cukup untuk mendaftar di Universitas Tadulako, Palu.

Baca juga: Dayah Diniyah Darussalam: Naungan untuk Korban Kekerasan di Aceh

Akhirnya, pada tahun 2014, saya mendaftar di kampus itu dan mengambil Jurusan Perikanan dan Kelautan. Selama dua semester di Fakultas Peternakan dan Perikanan, saya memilih untuk pindah ke Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan dan mengambil Jurusan Sejarah. Alasan perpindahan itu karena kemauan orang tua yang berkeinginan agar saya menjadi seorang guru. Menurut mereka, Jurusan Keguruan sangat potensial bagi saya agar cepat diangkat menjadi seorang Pegawai Negeri Sipil. Jadi, saya menuruti kemauan mereka.

Tahun 2021, saya lulus dan mendapat gelar Sarjana Pendidikan. Setelah lulus, saya kembali ke kampung untuk membantu orang tua sembari menunggu informasi tentang penerimaan Pegawai Negeri Sipil yang dibuka oleh pemerintah. Selama berkuliah, saya tidak pernah tertarik untuk bergabung dengan organisasi manapun di kampus. Hal itu dikarenakan saya orang yang pemalu dan kurang percaya diri dalam bergaul. Sifat tertutup ini menjadi masalah serius bagi saya. Akibatnya, saya sulit berinteraksi dan mendapatkan banyak teman.

Kebiasaan buruk itu juga saya alami selama di Desa Rano. Misalnya saja, pada tahun 2022, saya melihat banyak teman- teman pemuda yang terlibat dalam kegiatan desa. Mereka membuat pertemuan-pertemuan, mengadakan pelatihan, dan lain sebagainya untuk mendorong anak muda desa terlibat dalam proses pembangunan desa. Namun, saya tidak pernah mau melibatkan diri dan acuh dengan apa yang mereka lakukan.

Sampai suatu ketika, saya mendapatkan masalah dalam hidup yang sempat membuat saya terpuruk. Kondisi itu membuat kesehatan mental dan fisik saya terganggu. Sampai-sampai, berat badan saya turun hingga beberapa kilogram. Melihat kondisi saya yang memprihatinkan, beberapa teman di Rano datang berkunjung dan memberikan semangat kepada saya. Mereka memotivasi agar saya tidak terus tenggelam dalam kesedihan. Mereka mengajak saya berbicara, jalan-jalan, dan lain sebagainya.

Dukungan teman-teman itu akhirnya membuat saya bersemangat untuk bangkit. Mereka juga banyak memberikan masukan dan mengajak saya untuk terlibat pada berbagai kegiatan anak muda. Misalnya, program Penggerak Muda yang diadakan oleh Komunitas Rubalang. Komunitas Rubalang (Rumah Bahari Gemilang) adalah organisasi nonprofit yang fokus pada upaya perlindungan anak dan pengembangan anak muda. Setelah sekian lama berkomunikasi, saya akhirnya mau bergabung bersama mereka.

Pertama kali mengikuti kegiatan Penggerak Muda, saya ikut kegiatan kelas manajemen pengelolaan dan pemasaran produk bagi KUPS yang difasilitasi oleh Komunitas Rubalang. Pada kelas itu, kami dilatih untuk mengidentifikasi potensi yang ada di desa, mencari metode pemasaran yang tepat, dan lain sebagainya. Setelah mengikuti kegiatan itu, saya kembali diajak untuk bergabung dengan KUPS Jasa Lingkungan yang dibentuk oleh rekan-rekan pemuda di sini.

Pada awalnya, saya tidak mengetahui apa itu KUPS. Sampai akhirnya, salah seorang teman menjelaskan bahwa KUPS adalah kelompok usaha yang memegang hak pengelolaan dan pemanfaatan hutan desa dengan mengutamakan prinsip kelestarian hutan. Dia juga bilang bahwa program Perhutsos sudah lama didorong di Desa Rano oleh berbagai pihak, salah satunya adalah Sikola Mombine.

Nama Sikola Mombine bagi saya bukanlah hal baru. Lembaga ini sudah melakukan pendampingan di desa saya sejak tahun 2012 saat terjadi konflik antara masyarakat melawan perusahan tambang yang saat itu mau beroperasi di Desa Rano. Saat kejadian itu, ada banyak masyarakat yang ditangkap, termasuk Bapak saya, karena dituduh melakukan pembakaran alat berat dan pengrusakan rumah milik warga. Bapak kemudian dibawa ke Rutan Donggala dan dipenjara di sana selama kurang lebih 7 bulan.

Baca juga: Menanti Keadilan dalam Kasus Pencabulan Dua Anak di Baubau

Selama menjalani proses hukum, bapak dan beberapa rekan didampingi oleh berbagai LSM yang ada di Palu, termasuk Sikola Mombine, sehingga nama Sikola Mombine sudah membekas baik dalam pikiran saya. Makanya, ketika diajak untuk terlibat, saya mantap untuk mengikuti program itu. Saya ingin meneruskan semangat menjaga lingkungan seperti yang Bapak saya contohkan dulu.

Setelah berdiskusi lama dengan seorang teman itu, akhirnya saya memutuskan memilih terlibat dalam KUPS Jasa Lingkungan di Desa Rano. KUPS ini kami jalankan untuk mendukung pengembangan wisata alam yang ada di desa. Kami berencana akan membangun kawasan wisata perkemahan di pinggir Danau Rano yang terletak di Dusun III.

Bagi kami, potensi wisata di Desa Rano sangat baik. Bila itu dikembangkan, pasti akan meningkatkan pendapatan masyarakat. Kami sangat optimis akan hal ini. Walaupun kami sadar, masih ada banyak hambatan-hambatan kecil yang bisa menjadi mengikuti kegiatan itu, saya kembali diajak untuk bergabung dengan KUPS Jasa Lingkungan yang dibentuk oleh rekan-rekan pemuda di sini. (**)

**) Tulisan ini direpublikasi dari Kisah perempuan pengelola perhutanan sosial di Sulawesi Tengah : Mengabdikan Perjuangan, Menggapai Kesetaraan yang diterbitkan Yayasan Sikola Mombine dan didukung The Asia Foundation.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Artikel Lainnya

Tri Wahyuningsih, Komunitas Omah Teduh Bengkulu

Tri Wahyuningsih, Sadar Lingkungan Lewat Omah Teduh

Alice Munro

Alice Munro, Peraih Nobel Sastra dan Kontroversinya

Ilmuwan perempuan

Empat Ilmuwan Perempuan yang Berpengaruh dalam Dunia Sains

Leave a Comment