Home » Isu » Kekerasan Seksual » Korban KBGO Semakin Menderita

Korban KBGO Semakin Menderita

KBGO

Dimana Tanggung Jawab Media Sosial?

Bincangperempuan.com- Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) menjadi isu yang menyita perhatian publik dalam beberapa waktu terakhir. Isu ini semakin mencuat setelah banyak public figure menjadi korban dari video syur yang beredar di media sosial. Ironinya, korban KBGO yang sebagian besar perempuan ini justru dikriminalisasi dalam kasus yang dihadapi.

“Ancaman kriminalisasi itu juga datang karena regulasi di Indonesia sendiri yang memungkinkan hal itu terjadi,” Kata Program Manager Media dan Keberagaman Remotivi Bhena Geerushtia saat konferensi pers pada Selasa (19/12/2023).

Data dari Southeast Asia Freedom of Expression Network atau SAFEnet menunjukkan sejak Januari hingga September 2023 terdapat 647 aduan terkait KBGO. Sebanyak 236 kasus berasal dari ancaman penyebaran konten intim non-konsensual (NCII), 178 kasus sekstorsim, dan 155 kasus NCII. Data ini diprediksi akan meningkat hingga akhir 2023.

Sementara itu, data dari Komnas Perempuan mencatat per Desember 2023 terdapat 1.638 kasus KBGO. Sebanyak 534 kasus KBGO dilakukan oleh mantan pacar. Disusul oleh 382 kasus KBGO yang dilakukan oleh orang yang tidak dikenal di media sosial, 373 kasus dilakukan oleh teman di media sosial, pacar (220 kasus), dan sisanya sebanyak 20 kasus.

Data ini menunjukkan bahwa KBGO menjadi masalah utama yang berdampak pada perempuan. Ironinya, korban justru mendapatkan keadilan dan penangan yang layak setelah viral di media sosial.

“Ketika kasus mandek di pengadilan dan itu pun menjadi hambatan bagi korban via jalur hukum gitu. Dan akhirnya mereka meminta bantuan atau melalui jalur viral di media sosial,” ucap Bhena.

Baca juga: Ibu Begal di Kampung Inggris: Berani Beda Untuk Bermakna

Platform media sosial seharusnya bertanggung jawab

Korban KBGO mendapatkan berbagai hambatan untuk mendapatkan keadilan. Dalam penanganan kasus KBGO misalnya, masyarakat hanya berfokus pada pidana untuk pelaku atau mengkriminalisasikan korban.

Sementara itu, pertanggung jawaban platform media sosial diabaikan dalam penanganan kasus KBGO di Indonesia. Padahal perusahaan media sosial turut bertanggung jawab dalam proses penanganan.

“Dan ini sebenarnya (pengabaian tanggung jawab media sosial) menunjukkan bahaya laten dari struktur atau infrastruktur dari platform media sosial yang sebenarnya juga berpotensi,” kata Bhena.

Melihat hal ini, Remotivi bersama Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet) dan Komnas Perempuan berusaha mengedukasi masyarakat untuk menuntut seluruh platform media sosial agar turut bertanggung jawab dalam penanganan kasus KBGO di Indonesia.

“(Untuk itu) Kami mendorong atau berusaha mengedukasi publik untuk mengetahui atau mampu untuk mendorong bagaimana perusahaan media sosial ini semestinya juga bertanggung jawab gitu,” tambahnya.

Baca juga: Pembalut dan Pentyliner, Apa Bedanya?

KBGO menghancurkan kehidupan korban

Korban KBGO mengalami dampak serius yang mempengaruhi kehidupan sehari-hari. Wida Arioka dari Divisi Kesetaraan dan Inklusi SAFEnet mengatakan bahwa korban KBGO mengalami kerugian psikologis, keterasingan sosial, kerugian ekonomu, mobilitas terbatas, hingga sensor diri.

Umumnya, para korban KBGO rentan mengalami ketakutan, kecemasan, depresi, dan berniat untuk bunuh diri.

“Ketika dia mendapat ancaman bahwa ada konten intimnya yang akan disebar, mereka akan cemas dan takut. Mungkin ketika konten itu sudah tersebar, mereka kemudian menjadi depresi dan bahkan sampai ada yang berniat untuk bunuh diri,” kata Wida.

Sementara itu, dampak ekonomi yang dialami korban seperti kehilangan pekerjaan. Hal ini dikarenakan stigma dari masyarakat yang menganggapkorban sebagai orang yang melakukan tindakan pornografi.

“Pun ketika mereka melanjtkan ke jalur hukum, mereka juga punya dampak ekonomi karena mereka harus membiayai berbagai hal terkait dengan proses hukum,” ujarnya.

Selanjutnya, dampak sosial yang dirasakan oleh korban adalah mengalami keterasingan sosial, menarik diri dari lingkungan, dan mobilitasnya semakin terbatas. Hal ini didasari oleh keputusan korban yang menarik diri dari kegiatan secara offline ataupun online di media sosial karena terus dipermalukan setelah foto dan videonya tersebar tanpa persetujuan.

Derita yang dialami oleh korban KBGO telah menghancurkan kehidupannya. Korban tidak memiliki tempat berlindung dan mendapatkan keadilan yang diinginkan. Kebanyakan kasus justru menyalahkan korban daripada pelaku. Akibatnya, korban dari kasus KBGO semakin merasa terpuruk dan putus asa selama menjalani hidupnya.(**)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

KBGO, Kekerasan Berbasis Gender Online

Artikel Lainnya

Waspada Kekerasan Seksual dalam Konteks Mencari Kerja

Gerakan #MeToo

Rendahnya Popularitas #MeToo di Indonesia

Pejabat Publik Harus Hindari Stereotip Gender dalam Pernyataan

Leave a Comment