Bincangperempuan.com- Keberadaan penari genre hip hop di Bumi Serambi Mekkah Aceh masih belum mendapatkan ruang positif di mata masyarakat apalagi bila penarinya adalah perempuan. Mereka yang menampilkan tarian hip hop di ruang publik tidak jarang mendapatkan kecaman karena tidak berlaku sesuai syariat Islam.
Twineester salah satunya, grup tari hip hop yang beranggota kakak beradik kembar Raihan Alisa Ismed dan Raiyan Alya Ismed asal Banda Aceh mengaku beberapa kali mendapat cibiran karena menampilkan tarian pop modern dan hip hop di media sosial dan ruang publik.
“Ada dosen kalau masuk kelas itu enggak enak aja ngomongnya,” kata Alya saat ditemui usai menampilkan tarian hip hop dalam sebuah kegiatan Expo, Kamis (06/07/2023).
Kendati demikian, Alya menyampaikan ia tidak terlalu menghiraukan omongan negatif yang mereka dengar. Karena selama menampilkan bakatnya, Twineester selalu berusaha mengikuti aturan syariat. Baju yang mereka kenakan sengaja dipilih yang berukuran besar dan tidak membentuk lekuk badan. Gerakan tarian hip hop yang dibawakan juga menghindari body roll.
“Kita enggak body roll, kita cuma gerak hip hop dan baju kita aman-aman saja, tidak ketat yang kita pakai selalu baju oversize,” tambah Alya.
Tak hanya menampilkan tarian hip hop, beberapa kali Twineester juga menampilkan tarian Korean Pop (K-Pop). Namun, untuk menghindari perbedaan pendapat di masyarakat, Twineester akhirnya lebih sering membawakan tari hip hop dalam ruang publik di Aceh karena tarian K-Pop masih belum banyak diterima oleh masyarakat terutama kalangan orang tua konservatif yang masih sulit menerima kebudayaan asing.
“Konten kita di Tiktok dan IG tetap K-Pop juga. Tapi kalo perform hip hop karena di Aceh masih kurang menerima apalagi kalangan orang-orang tua. Tapi, akhir-akhir ini sudah banyak orang tampil dance K-Pop di banyak kegiatan,” kata Alisa.
Meskipun kerap mendapat cibiran, Twineester juga banyak mendapatkan dukungan dari orang terdekat, terutama dari orang tua. Itulah kekuatan yang berhasil membuat mereka berani mematahkan stigma dan berkiprah sebagai konten kreator dengan jumlah pengikut di Instagram mencapai lebih dari 12,6 ribu.
“Sebenarnya yang kita lakukan itu pikir positif aja karena banyak juga yang mendukung kita dan berharap bisa diterima sama orang karena kita enggak lakuin hal-hal yang aneh di atas panggung,” kata Alisa.
Twineester sendiri mulai terjun sebagai konten kreator sejak 2019 bermula dari hobi menari dan sering membuat cover dance K-Pop di rumah. Kemudian, mereka mencoba memberanikan diri membagikan bakat menari mereka ke media sosial Instagram dan Tiktok.
“Pertama karena hobi suka dance di rumah dan enggak berani publish dulu, terus selesai SMK baru disitu kita mulai buat bikin video, iseng-iseng aja, eh enggak tahunya banyak yang terima. Banyak yang suka juga dengan dance kita,” katanya.
Lewat karyanya itu, Alisa dan Aliya kini berhasil menjadi pemengaruh (influencer) yang positif bagi anak muda di Aceh. Beberapa kali mereka diundang untuk menampilkan tari hip hop dalam kegiatan festival atau expo. Mereka juga memenangkan perlombaan dance dan mendapatkan penghargaan seperti juara 1 Millennial’s Electronic Dance di Amazone Banda Aceh dan Best Choreographer (online).
Selain itu, Twineester juga sering mendapat tawaran untuk mempromosikan iklan produk kecantikan dan fesyen.“Sebulan bisa dapat Rp2-3 juta dari konten. Kalau endorse jalan dan sering upload video,” katanya.
Namun, kakak beradik kembar kelahiran Banda Aceh, 29 Desember 2001 itu menyampaikan akan tetap menari sampai umur 24-25 tahun saja. Selanjutnya, mereka akan memilih berkarir sebagai guru tari hip hop ataupun desainer pakaian.
“Kedepannya kita masih belum tahu karena passion kita dance ya, tetapi juga ingin jadi desainer. Apalagi, kita memang sudah duluan buka usaha jahit,” kata Alisa.
Aksi keren Twineester saat menari hip hop dapat disaksikan di media sosial Instagram @alisa_alya29 dan akun tiktok @twineester29. (Nurul Hasanah)