Bincangperempuan.com- Perekonomian Jepang berada di bawah tekanan, mulai dari dampak pandemi tahun 2020 serta permasalahan angka kelahiran yang jauh lebih rendah dibanding angka kematian (banyaknya populasi yang menua,red). Hal ini menjadi ancaman besar bagi Jepang hingga pada tahun 2024 ini.
Dilansir dari studi tahun 2023 oleh think tank independen, Recruit Works Institute, memperhitungkan bahwa Jepang akan kekurangan pasokan tenaga kerja sebesar 3,41 juta orang pada tahun 2030, dan pada tahun 2040 sebanyak lebih dari 11 juta orang.
Krisis tenaga kerja di Jepang – Sumber: Bloomberg
Dampak kekurangan jumlah pekerja sudah mulai dirasakan oleh Jepang. Berdasarkan data di atas, laporan tersebut menjelaskan bahwa populasi usia kerja di Jepang menurun sebesar 20% menjadi hanya 59,8 juta jiwa pada tahun 2040. Hingga saat ini, total penduduk Jepang mencapai 126 juta jiwa. Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida yang dilantik tahun 2021 terus berupaya mengatasi masalah
Saat ini total penduduk Jepang mencapai 126 juta jiwa. Kishida juga sedang berusaha mengatasi kekurangan sopir truk dalam konteks ini dampaknya adalah kekurangan tenaga kerja yang semakin parah pada sektor- sektor seperti transportasi dan konstruksi, serta perawatan kesehatan akibat meningkatnya populasi yang menua.
Akan tetapi, hal tersebut tidak dibiarkan begitu saja. Perdana Menteri Fumio Kishida melanjutkan upaya yang dilakukan oleh Perdana Menteri Jepang sebelumnya yaitu Shinzo Abe, di mana dalam pidatonya pada sesi ke-68 Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa, ia mengatakan bahwa Pemerintah Jepang akan memberikan kesempatan sebesar-besarnya kepada perempuan, memupuk kekuatan perempuan sebagai potensi terbesar bagi pertumbuhan ekonomi masyarakat Jepang.
Pemerintah Jepang juga memperkuat kerja sama dengan komunitas internasional serta memberikan bantuan kepada negara-negara berkembang, salah satunya Indonesia dengan keyakinan dan harapan dapat menciptakan “masyarakat di mana perempuan bersinar” dan dapat membawa semangat bagi dunia.
Baca juga: BKKBN: 57% Ibu di Indonesia Alami Gejala Baby Blues
Berdasarkan data dari UN Women, hasil dari pilar kebijakan Jepang untuk mewujudkan “perempuan bersinar” di mata masyarakat luas pada tahun 2017 berhasil menghasilkan lebih dari 90.000 perempuan yang telah memasuki pasar tenaga kerja Jepang. Negeri Matahari Terbit ini menargetkan perempuan menduduki sekitar 30 persen posisi kepemimpinan pada tahun 2020 dan telah terlampaui di kalangan pegawai negeri baru.
Jepang juga memberlakukan undang-undang baru yang mendorong keterlibatan aktif perempuan dalam masyarakat, sehingga menjadi hal yang lumrah atau biasa bagi laki-laki dan perempuan untuk bekerja sama, berbagi tanggung jawab dalam pekerjaan, pekerjaan rumah tangga seperti membersihkan rumah, dan membesarkan anak.
Secara internasional, Jepang berjanji menyumbangkan donasinya kepada UN Women sebesar lebih dari 42 miliar yen dalam bantuan pembangunan resmi untuk melanjutkan aksi guna menyelesaikan tantangan terhadap kesetaraan gender, pembangunan dan perdamaian.
Pada tanggal 27 September 2015, pada Pertemuan Pemimpin Global, Perdana Menteri Shinzo Abe berkata bahwa sejak ia diamanahkan menjadi Perdana Menteri Jepang, pilar fundamental dari kebijakannya adalah “menjadikan masyarakat di mana perempuan bersinar!”.
Mempromosikan Partisipasi Perempuan dalam Perusahaan
Pada bulan April 2023, Perdana Menteri terbaru Fumio Kishida menginstruksikan menteri terkait untuk mempertimbangkan langkah-langkah khusus guna mendorong perusahaan yang lebih inklusif dan beragam. Pemerintah mengeluarkan Kebijakan Utama untuk Mempromosikan Partisipasi Perempuan dan Kesetaraan Gender, dengan menetapkan tujuan “mencapai rasio posisi eksekutif perempuan sebesar 30 persen atau lebih di perusahaan utama Jepang yang terdaftar di pasar pada tahun 2030.”
Kebijakan Utama yang dicetuskan tersebut mengindikasikan bahwa penempatan perempuan pada level eksekutif di perusahaan-perusahaan besar Jepang masih “jauh tertinggal dibandingkan secara internasional” dan Jepang menekankan pada peningkatan jumlah anggota dewan perempuan harus lebih diperbanyak guna mengatasi isu pertumbuhan ekonomi Jepang di masa depan.
Isu kesenjangan gender di Jepang melampaui persentase eksekutif perempuan. Tak sedikit perempuan mengalami masa cuti di usia akhir dua puluhan dan tiga puluhan karena cuti melahirkan atau cuti asuh anak. Selama ini, perempuan berhenti karirnya sementara demi berkorban untuk hal tersebut. Akibatnya, terjadi kesenjangan kemajuan karir antara pegawai perempuan dengan laki-laki yang tetap bekerja, sehingga hal ini menyulitkan para perempuan untuk memperoleh posisi manajerial. Untuk mengatasi hambatan ini, beberapa perusahaan Jepang mempertimbangkan penerapan mekanisme untuk meningkatkan work life balance terutama bagi kaum perempuan.
Baca juga: Perempuan Desa Pondok Kelapa, Berjuang Menghadapi Abrasi
Perdana Menteri Fumio Kishida juga memasukan target transformasi kebijakan ini ke dalam “honebuto no hoshin” (kebijakan besar) bagi perempuan pada tahun 2023, yaitu kebijakan terbaru pemerintah untuk memberdayakan perempuan dan mendorong kesetaraan gender yang akan segera diselesaikan oleh pemerintah Jepang. Lobi bisnis terbesar di Jepang atau dikenal dengan sebutan Keidanren (Federasi Bisnis Jepang), menetapkan tujuan yang sama untuk menjadikan perempuan setidaknya memegang posisi manajerial pada puncak tahun 2030 sebanyak 30 persen, dikarenakan berdasarkan Tokyo Shoko Research Ltd., perempuan baru saja menduduki 9 persen posisi eksekutif di 3.795 perusahaan yang juga tercatat pada tahun 2021.
Harapannya adalah agar Jepang benar-benar dapat mengimplementasikan kebijakan promosi perempuan di tingkat eksekutif serta memperluas aksi kesetaraan gender agar kaum perempuan dapat terus bersinar seperti visi misi dari Perdana Menteri Jepang sebelumnya yaitu Shinzo Abe, karena pada hakikatnya semua orang mempunyai kesempatan yang sama dan perempuan juga layak mencapai apa yang diinginkan dan memperoleh posisi yang sama dengan kaum laki-laki.
Sumber:
- Kishida calls for plan to have women in 30% of top jobs by 2030, THE ASAHI SHIMBUN, Japan
- Japan vows to boost women’s leadership and development assistance for gender equality (updated), UN Women