Home » News » #MarriageIsScary: Perempuan Mengungkap Kecemasan di Balik Pernikahan

#MarriageIsScary: Perempuan Mengungkap Kecemasan di Balik Pernikahan

Anastasya Kilis

News

Bincangperempuan.com- Pernikahan sering dianggap sebagai puncak kebahagiaan dan pencapaian hidup. Secara umum, pernikahan tidak hanya dilihat sebagai komitmen emosional, tetapi juga sebagai simbol keberhasilan sosial dan kehidupan pribadi.

Tradisi dan norma sosial sering menekankan bahwa mencapai pernikahan yang bahagia adalah tujuan utama dalam kehidupan, terutama bagi perempuan. Namun, sebuah tren baru yang dikenal dengan tagar Marriage is Scary mulai menantang pandangan ini dengan menawarkan perspektif yang berbeda dan lebih kritis.

Istilah “Marriage is Scary” tidak hanya mencerminkan ketakutan, tetapi juga mengungkap sisi gelap dari pernikahan yang sering tersembunyi. Meskipun pernikahan sering dipandang sebagai puncak kebahagiaan, banyak perempuan ternyata menghadapi tekanan berat dari ekspektasi sosial dan peran tradisional yang membebani. Ketidaknyamanan ini sering terabaikan dan tidak terlihat di luar pandangan publik, menyisakan dampak emosional dan psikologis yang mendalam.

Dalam banyak kasus, pernikahan diiringi dengan ekspektasi yang tidak realistis tentang peran dan tanggung jawab perempuan. Mereka sering dihadapkan pada beban ganda- menjadi sebagai ibu rumah tangga ideal sambil memenuhi tuntutan profesional dan sosial. Hal ini dapat menyebabkan perasaan tertekan dan tidak memadai, terutama ketika harapan tinggi dan standar yang tidak masuk akal menjadi beban yang harus ditanggung.

Baca juga: Dipidanakan Hingga Sulit Mengakses Sumber Daya

Jadi Ruang Bersuara bagi Perempuan

Tren ini juga mengungkap masalah serius seperti kekerasan dalam rumah tangga dan kekangan emosional yang dialami oleh perempuan dalam pernikahan. Kekerasan dalam rumah tangga, baik fisik maupun emosional, sering tidak terlihat oleh masyarakat luar. Sebaliknya cenderung dinormalisasi.

Padahal banyak perempuan terjebak dalam situasi penuh tekanan, di mana mereka merasa tidak memiliki kendali atas kehidupan mereka sendiri. Ketidakmampuan untuk berbicara atau melapor tentang kekerasan yang mereka alami dapat memperburuk keadaan dan membuat mereka merasa semakin terisolasi.

Kekangan emosional dalam pernikahan juga menjadi isu penting. Banyak perempuan mengalami isolasi sosial, merasa tertekan untuk memenuhi peran yang tidak sesuai dengan harapan dan kebutuhan pribadi mereka. Tekanan untuk tetap tenang dan memenuhi standar sosial sering kali membuat mereka merasa terjebak dalam rutinitas yang membatasi kebebasan dan potensi mereka. Hal ini berkontribusi pada perasaan tidak puas dan cemas yang sering kali tidak diungkapkan secara terbuka.

Media sosial memainkan peran besar dalam penyebaran tren ini. Dengan hashtag #MarriageIsScary, perempuan dari berbagai penjuru dunia mulai berbagi pengalaman mereka secara terbuka. Platform seperti Instagram, X, dan TikTok menyediakan ruang bagi perempuan untuk menceritakan kisah mereka, mengungkapkan perasaan, dan menemukan dukungan dari sesama. Hashtag ini tidak hanya menjadi alat untuk menyuarakan pengalaman pribadi tetapi juga untuk membangun komunitas yang saling mendukung dan berbagi informasi.

Misalnya, akun-akun media sosial yang menggunakan hashtag ini sering menampilkan cerita nyata, meme, dan diskusi yang mengangkat isu-isu terkait pernikahan dan kekerasan dalam rumah tangga. Diskusi ini membantu memperluas kesadaran tentang masalah-masalah ini dan mendorong percakapan yang lebih luas tentang bagaimana pernikahan seharusnya bisa lebih inklusif dan fleksibel. Dengan cara ini, media sosial membantu menciptakan ruang di mana pengalaman dan perasaan yang selama ini terpendam dapat diungkapkan dan dibahas.
Mengungkap Kecemasan dan Kekerasan yang Terpendam.

Salah satu aspek penting dari tren “Marriage is Scary” adalah kemampuannya untuk mengungkap kekerasan dalam rumah tangga yang sering tersembunyi. Banyak kasus kekerasan dalam rumah tangga tidak dilaporkan karena korban merasa terintimidasi atau tidak memiliki dukungan yang memadai. Dengan membuka ruang untuk percakapan tentang isu-isu ini, tren ini membantu mengurangi stigma dan memberikan suara kepada mereka yang mungkin tidak memiliki kesempatan untuk berbicara sebelumnya.

Selain itu, dengan meningkatkan kesadaran tentang kekerasan dalam rumah tangga, tren ini mendorong lembaga-lembaga dan organisasi non-pemerintah untuk meningkatkan upaya mereka dalam memberikan dukungan kepada korban. Ini termasuk penyediaan layanan konseling, perlindungan hukum, dan tempat berlindung yang aman. Dengan cara ini, “Marriage is Scary” menjadi katalisator untuk perubahan positif dalam cara kita memahami dan menangani kekerasan dalam rumah tangga.

Baca juga: Orgasme Perempuan: Apa yang Diketahui Para Ahli?

Mengubah Pandangan tentang Pernikahan

“Marriage is Scary” juga mendorong perubahan dalam cara pandang masyarakat terhadap pernikahan. Alih-alih melihat pernikahan sebagai pencapaian akhir yang harus dicapai, tren ini menunjukkan bahwa pernikahan adalah bagian dari perjalanan hidup yang bisa dipilih dan disesuaikan dengan nilai dan keinginan individu. Ini membuka diskusi tentang bagaimana pernikahan dapat lebih fleksibel dan mencerminkan kebutuhan masing-masing pasangan, daripada sekadar memenuhi ekspektasi sosial.

Tren ini mengajak masyarakat untuk memikirkan kembali definisi kebahagiaan dan keberhasilan dalam konteks pernikahan. Alih-alih mengejar gambaran ideal yang sering kali tidak realistis, individu didorong untuk mengevaluasi kembali apa yang benar-benar penting bagi mereka dalam hubungan mereka. Ini mungkin termasuk memperhitungkan kebutuhan pribadi, mendukung satu sama lain dalam mengejar aspirasi individu, dan menciptakan ruang untuk pertumbuhan bersama yang sehat dan positif.

Di Indonesia, tren ini mendapat perhatian dari komunitas online yang fokus pada pemberdayaan perempuan. Banyak kelompok dan individu melihatnya sebagai langkah penting menuju pemahaman yang lebih realistis tentang pernikahan, termasuk masalah kekerasan dan kekangan dalam rumah tangga. Diskusi dan kegiatan yang diinisiasi oleh komunitas ini membantu meningkatkan kesadaran dan menciptakan dukungan yang lebih besar bagi mereka yang mengalami kesulitan dalam pernikahan mereka.

Pada akhirnya, “Marriage is Scary” lebih dari sekadar tren—ini adalah sebuah gerakan menuju pemahaman yang lebih dalam tentang pernikahan. Dengan membuka ruang bagi perempuan untuk berbagi ketidaknyamanan mereka, termasuk kekerasan dan kekangan yang dialami, tren ini tidak hanya memberikan dukungan emosional tetapi juga mendorong perubahan dalam cara pandang terhadap pernikahan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Artikel Lainnya

Cahaya Perempuan Women Crisis Centre

Supporting 23 villages and 9 sub-districts, CP WCC’s efforts to reduce domestic violence rates in Bengkulu

Stroberi, Siasat Cerdas Perempuan Desa

Etika penulisan media untuk kasus kekerasan seksual

Ethic Awareness dalam Pemberitaan Kekerasan Seksual 

Leave a Comment