Bincangperempuan.com- Kontrasepsi adalah upaya untuk mencegah terjadinya kehamilan. Upaya yang dilakukan dalam pelayanan kontrasepsi dapat bersifat sementara maupun bersifat permanen (Kementerian Kesehatan RI, 2015). Pada dasarnya, penggunaan kontrasepsi tidak mengenal gender. Namun praktik di lapangan, penggunaan kontrasepsi masih dibebankan pada perempuan.
Ini terlihat dari jumlah perempuan yang mendominasi penggunaan alat kontrasepsi dibandingkan laki-laki. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Bengkulu mencatat, jumlah perempuan yang menjadi menggunakan KB dari tahun 2017-2021 mencapai 230. 780 jiwa. Sementara laki-laki hanya 5.885 atau sekitar 2,5 persen dari jumlah perempuan.
KB suntikan masih menjadi pilihan utama perempuan dengan jumlah pengguna mencapai 66.730. Sedangkan MOW atau tubektomi paling sedikit dipilih, yakni 2.406 pengguna. Laki-laki lebih banyak memilih menggunakan kondom dengan jumlah 7694. Sisanya MOP atau vasektomi dengan jumlah hanya 91 akseptor.
Pegiat kesetaraan gender, Wahyu Widastuti mengatakan, kedudukan perempuan dalam rumah tangga patriarki turut mempengaruhi dominasi perempuan dalam penggunaan KB. Padahal, kata Widi, alat KB tidak hanya berlaku pada gender perempuan.
“Karena laki-laki dianggap sebagai pengendali atau sebagai pengambil keputusan dalam keluarga, jadi pemikirannya kok kami justru yang menggunakan KB?” kata Widi.
Kandidat doktor dengan spesialis Political Branding dari Universiti Malaysia Terengganu (UMT) ini mengungkapkan, selain budaya patriarki, keengganan laki-laki untuk menggunakan KB juga disebabkan oleh kurangnya sosialisasi dari pemerintah. Penyuluhan KB selama ini hanya dilakukan khusus pada perempuan.
“Sementara pertemuan untuk laki-laki belum ada,” imbuhnya.
Menurutnya, pemerintah juga harus melakukan sosialisasi penggunaan KB pada laki-laki. Sehingga bisa mendorong laki-laki untuk lebih memahami manfaat dan dampak dari penggunaan KB. Alasan lain seperti efek penggunaan KB pada perempuan juga bisa menjadi dasar laki-laki untuk ikut serta menggunakan KB.
“Karena ada juga (laki-laki,red) yang mau pakai, karena tidak mau istrinya terkena flek (di wajah,red),” ungkap Widi.
Widi menekankan adanya kerja sama antara perempuan dan laki-laki dalam mencegah kehamilan. “Intinya harus ada kerjasama antara laki-laki dan perempuan dalam hal apapun,” sampai Widi.
Kurangnya pilihan alat KB yang ditawakan, juga mendorong minimnya laki-laki menggunakan KB. Pemerintah sejauh ini hanya menyediakan dua fasilitas KB untuk laki-laki. Berbeda dengan perempuan yang memiliki pilihan beragam.
Dampak Penggunaan KB
Pilihan menggunakan alat kontrasepsi memberikan dampak pada pengguna. Seperti pada perempuan penggunaan pil dan suntik KB dapat memicu munculnya flek hitam di wajah akibat tingginya produksi melanin, yakni zat pewarna di kulit. Peningkatan zat ini diakibatkan oleh adanya hormon estrogen dan progesteron.
Dua hormon tersebut merupakan bahan baku utama dari pil KB ataupun cairan suntik KB.
Bidan Santi Surni dari Puskesmas Kecamatan Taba Penanjung, Kabupaten Bengkulu Tengah, mengatakan penolakan menggunakan KB umumnya karena khawatir dengan dampak dari KB tersebut.
“Laki-laki enggan menggunakan KB salah satunya berhubungan dengan seksualitas. Sementara pada perempuan akan memicu flek pada wajah, berat badan bertambah dan menstruasi yang tidak teratur,” ungkap Santi. (**)
*) Tulisan ini diproduksi kerjasama Bincang Perempuan dan Bengkulu News sebagai program peningkatan kapasitas jurnalis perempuan menulis berita berperspektif gender “Perempuan dalam Ruang Publik