Bincangperempuan.com- Karyawan PT FBA resmi ditetapkan sebagai tersangka kasus pelecehan seksual secara verbal terhadap 5 orang perempuan di Desa Pasar Seluma. Terbaru berdasarkan SP2HP No: B/21/VI/2023/Reskrim dari pihak Kepolisian Polres Seluma yang diterima korban, diketahui perkara tersebut telah dinyatakan lengkap atau P21 oleh kejaksaan.
Tak hanya itu tersangka dan alat bukti sudah diserahkan ke Kejaksaan Negeri Seluma pada Rabu (21/06/2023). Saat ini perkara sudah ditangani oleh Kejaksaan Negeri Seluma untuk masuk ke tahap penuntutan.
Mencuatnya kasus tersebut semakin memperkuat alasan penolakan keras masyarakat setempat terhadap kehadiran PT FBA yang mengancam ruang hidup masyarakat serta berpotensi menimbulkan kerusakan lingkungan.
Manager Perluasan Keadilan Gender dan iklim WALHI Bengkulu, Puji Hendri Julita Sari mengatakan pihaknya berkomitmen mendampingi korban pada setiap proses pengusutan kasus.
Puji mengatakan, kasus ini terjadi tidak terlepas dari keberadaan PT FBA, di mana pelakunya adalah karyawan perusahaan dan lokasi kejadian di lokasi pertambangan PT FBA. Sedangkan korban adalah perempuan yang sedang berjuang menolak PT FBA.
“Hal ini harus menjadi perhatian pemerintah terhadap hak-hak perempuan atas ruang aman. Kita berharap Jaksa Penuntut Umum akan melakukan tugasnya dengan maksimal, dan kami dari pendamping hukum korban akan terus mengawal proses kasus ini terutama untuk keamanan dan penguatan mental korban serta para saksi yang juga perempuan,” imbuhnya.
Untuk diketahui, dugaan pelecehan tersebut terjadi di lokasi pertambangan PT FBA pada 7 Januari 2023. Saat itu perempuan Desa Pasar Seluma mendatangi perusahaan PT FBA yang melakukan aktivitas ilegal setelah mendapat surat teguran dari Dirjen Minerba KESDM untuk menghentikan aktivitas pertambangan.
Dalam kasus ini pihak PT FBA diduga telah merekrut dan melindungi karyawan perusahaan yang tidak menghargai harkat dan martabat perempuan. Mengacu Pasal 18 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) dengan tegas menyatakan apabila Korporasi (perusahaan) melakukan tindak pidana kekerasan seksual dapat dipidana denda paling sedikit Rp 5 juta dan paling banyak Rp 15 miliar, dan pidana dapat dijatuhkan kepada pengurus, pemberi perintah, pemegang kendali, pemilik manfaat Korporasi, dan/atau korporasi.
Selain itu terdapat pidana tambahan itu berupa perampasan keuntungan dan/atau harta kekayaan yang diperoleh dari Tindak Pidana Kekerasan Seksual, pencabutan izin tertentu, pengumuman putusan pengadilan, pelarangan permanen melakukan perbuatan tertentu, pembekuan seluruh atau sebagian kegiatan Korporasi, penutupan seluruh atau sebagian tempat usaha Korporasi; dan/atau pembubaran Korporasi. (**)