Home » News » Gunakan BBM Ramah Lingkungan Untuk Kesehatan

Gunakan BBM Ramah Lingkungan Untuk Kesehatan

Bincang Perempuan

News

MENDAPATKAN lingkungan yang sehat dan bersih adalah hak asasi warga Negara yang dijamin sepenuhnya oleh konstitusi dan Undang-Undang. Seperti disampaikan Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi,  dalam talkshow dan diskusi publik yang digelar bersama KBR, Kamis (11/2).  Menggunakan Bahan Bakar Minyak (BBM) ramah lingkungan menjadi kuncinya.

Bicara soal BBM ramah lingkungan, Faby Tumiwa dari Institute for Essensial Service Reform (IESR), mengatakan pemerintah harus memperhatikan kualitas bahan bakar. Dimana harus ada standar BBM yang digunakan. Yakni BBM standar Euro. BBM yang memenuhi standar Euro 4 adalah bensin dengan Research Octane Number (RON) di atas 91 dan kadar sulfur maksimal 50 ppm. Sedangkan bensin Pertamina masih berada di bawah RON 91, ada Pertalite dengan RON 90 dan Premium RON 88. Sehingga jika berberpatokan pada aturan tersebut, Premium dan Pertalite tidak sesuai standar karena masih di bawah aturan Euro 4.

“Jika menggunakan BBM ramah lingkungan dengan bahan yang standar maka, dipastikan biaya kesehatan akan menurun. Serta adanya penghematan bahan bakar akibat konsumsi bahan bakar rendah di masyarakat dan penghematan fiskal bagi pemerintah sehingga berdampak pada perbaikan ekonomi,”

Faby Tumiwa dari Institute for Essensial Service Reform (IESR)

Merujuk pada study pembakaran bahan bakar fosil di seluruh dunia di tahun 2015 menyebabkan 8 angka kematian atau 1 dari 5 kematian. Jumlah tersebut setara dengan 20 persen mortalitas di dunia. Sementara itu, para ilmuwan dari Universitas Harvard, Universitas Birmingham, Universitas Leicester dan Universitas College London di Inggris merilis ada 8.7 juta kematian di seluruh dunia tercatat pada tahun 2018 akibat pencemaran udara yang berasal dari pembakaran bahan bakar fosil seperti batu bara dan minyak bumi. Diperkirakan satu dari lima orang meninggal pada tahun 2018 diakibatkan oleh polutan yang berasal dari bahan bakar fosil. Angka tersebut melebihi jumlah orang yang meninggal setiap tahun akibat merokok dan malaria. Jika diterapkan di Indonesia ini bisa menjadi angka yang sama

“Memperbaiki kualitas bahan bakar berdampak pada memperbaiki kualitas udara, jika kualitas udara baik maka berdampak pada perbaikan kualitas kesehatan masyarakat. Oleh karena itu kerugian karena kesehatan masyarakat yang menurun, biaya kesehatan bisa ditekan, karena bahan bakar yang kotor menyebabkan penyakit jantung, Ispa, yang biayanya cukup besar,”

Faby Tumiwa dari Institute for Essensial Service Reform (IESR)

Buruknya Kualitas Udara di Jakarta

Sumber : pemaparan Direktur Pengendalian Pencemaran Udara KLHK, Dasrul Chaniago

PENGGUNAAN BBM yang tidak ramah lingkungan, dipastikan akan memperburuk kualitas udara. Dampak polusi udara menyebabkan biaya kesehatan masyarakat meningkat. Direktur Pengendalian Pencemaran Udara KLHK, Dasrul Chaniago mengatakan indeks kualitas udara di Jakarta ada diangka 175.

“Hasil pengukuran diketahui ada pengurangan sekitar 2,5 persen konsentrasi sebelum pandemi dan setelah pandemi,” lanjutnya.

Direktur Pengendalian Pencemaran Udara KLHK, Dasrul Chaniago
Sumber : pemaparan Direktur Pengendalian Pencemaran Udara KLHK, Dasrul Chaniago

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) ditambahkan Faby Tumiwa, pernah menghitung kerugian dari memburuknya kualitas udara di Jakarta, yakni pengeluaran biaya kesehatan mencapai Rp 38 triliun setahun

“Ketika perbaikan kualitas bahan bakar dilakukan, maka kita juga menghemat bahan bakar itu sendiri, dimana mesin kendaraan konsumsi bahan bakar menjadi lebih rendah untuk jarak tempuh yang sama,” lanjutnya.

Direktur Pengendalian Pencemaran Udara KLHK, Dasrul Chaniago

“Jadi kandungan udara sudah sangat tidak sehat.  Tanpa pandemi Covid pun ketika keluar rumah kita memang sudah harus menggunakan masker.  Di Jakarta seharusnya tidak perlu ada premium,”

Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi

Diketahui, 97 persen bahan bakar yang dijual di Indonesia masih dibawah standar, dimana kandungan sulfurnya masih tinggi.  Solar yang penjualannya masih 96 persen dari total pasar untuk diesel sulfurnya masih 2.500 ppm, dexlite 1.200 dan pertadex 300 ppm. Untuk gaseline, ron 88 500 ppm ron 91 500 ppm ron 95 500 ron 98 50 ppm. 

Jika dilihat dari emisi kendaraan bermotor Indonesia relatif tertinggal untuk di Asean. Indonesia masih menggunakan standar Euro 2, sedangkan Filiphina sudah menggunakan Euro 4 ditahun 2019, Thailand menggunakan Euro 4 tahun 2015 dan mentargetkan tahun 2023 menggunakan Euro 5. Sementara Singapura menggunakan Euro 6 sejak tahun 2017 dan Vietnam Euro 4 tahun 2017.

“Indonesia meskipun ada regulasi tapi penerapan masih tertinggal,”

Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi
Sumber : pemaparan SALES Area Manager Ritael Jabodetabek Pertamina, Fanda Krismianto.

Indonesia merupakan salah satu dari 7 negara di dunia yang masih menggunakan premium. Dimana secara global, premium sudah tidak digunakan lagi. Namun Indonesia masih menggunakan.

Gerakan Pertamina Untuk Program Langit Biru

 SALES Area Manager Ritael Jabodetabek Pertamina, Fanda Krismianto mengatakan, beragam upaya sudah dilakukan Pertamina untuk mendukung Program Langit Biru. Karena program tersebut menjadi mendesak bila dilihat dari kondisi lingkungan saat ini. 

“Perkembangan saat ini tidak bisa dielakan lagi. Bicara kelestarian lingkungan artinya bicara untuk kepentingan sendiri jangka panjang,”

SALES Area Manager Ritael Jabodetabek Pertamina, Fanda Krismianto
Sumber : pemaparan SALES Area Manager Ritael Jabodetabek Pertamina, Fanda Krismianto.

Pertamina, kata Fanda Krismianto , mulai memberlakukan diskon harga untuk pembelian pertalite secara bertahap di area Jamali sejak 7 November 2020 lalu.  Diskon ini diberikan selama 6 bulan dan bertahap. Yakni diskon Rp 1.200,00 per liter selama 2 bulan sehingga harganya setara dengan premium, diskon Rp 800,00 per liter selama 2 bulan dan diskon Rp 400,00 per liter selama 2 bulan.

“Edukasi market secara langsung, dengan memberikan harga Pertalite setara harga Premium diharapkan masyarakat akan terbiasa memakai Pertalite. Harga beli sama namun kualitas BBM nya berbeda,”

SALES Area Manager Ritael Jabodetabek Pertamina, Fanda Krismianto

Kontradiktif Program Langit Biru

PENGGUNAAN BBM ramah lingkungan, senada dengan penandatangan Paris Protocol, yang dilakukan Presiden Jokowi. Yakni terkait kesanggupannya mereduksi emisi gas karbon antara 29-40 persen pada 2050. Pemerintah Indonesia sendiri sebenarnya sudah menggagas kebijakan yang spiritnya sama, yaitu kebijakan Program Langit Biru.

Program Langit Biru sudah digagas sejak 25 tahun lalu melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Program ini didukung dengan regulasi permen LH Nomor 15 Tahun 1996, kemudian Kepmen LH No 141 tahun 2003 yang mengatur emisi gas buangan pada ranmor dimana kendaraan bermotor.

Sayangnya program ini kontradiktif dengan kebijakan yang dikeluarkan Presiden Jokowi, khususnya dengan banyaknya pembangunan PLTU di Indonesia.

“Pemerintah dinilai lamban dan inkonsistensi dalam mewujudkan Program Langit Biru dan BBM ramah lingkungan.  Komitmen Paris Protocol tidak akan terwujud jika BBM belum memenuhi standar Euro dan PLTU masih marak, ini yang menjadi kontributor banyaknya emisi,”

Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi, 

Meskipun masih terjadi kontradiktif, antara kebijakan dan implementasi, namun hal tersebut tidak menjadi tolak ukur bagi setiap kita untuk mulai sadar dengan kondisi lingkungan. Pilihan menggunakan BBM ramah lingkungan tentunya tak dapat dielakan lagi, jika ingin umur bumi, rumah tinggal kita bersama menjadi lebih lama. Selain itu tentunya untuk kesehatan pribadi kita masing-masing. Ayo, saatnya gunakan BBM ramah lingkungan untuk kesehatan bersama. (**)

*) Tulisan ini dibuat untuk diikut sertakan dalam lomba menulis blogger Berita KBR

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Artikel Lainnya

Fair Play Gambaran Patriarki dan Misogini

Fair Play: Potret Patriarki dan Misogini yang Dihadapi Perempuan

Perang Gender: Mengapa Banyak Perempuan Korea Menolak Berkencan, Menikah dan Punya Anak?

Her Voice 2024: Dorong Keterlibatan Perempuan untuk Kebijakan yang Berkelanjutan

Leave a Comment