Bincangperempuan.com- Masih ingat dengan salah satu tren TikTok yang menggunakan filter kulit hitam kemudian ada transisi tanpa filter yang menunjukkan kulit asli yang putih? Tren ini mungkin kelihatannya seru, tetapi sebenarnya memicu perdebatan serius. Hati-hati dalam mengikuti tren ini, karena tindakan tersebut termasuk dalam kategori blackfishing.
Blackfishing adalah praktik mengadopsi ciri khas budaya kulit hitam oleh orang non-kulit hitam untuk tujuan tertentu, seperti mendapat pujian, popularitas, atau bahkan keuntungan ekonomi. Istilah ini mencuat dalam beberapa tahun terakhir untuk mengekspos influencer dan public figure yang secara sengaja atau tidak, meniru gaya kulit hitam tanpa memahami konteks budaya atau sejarahnya.
Kapan Istilah Ini Muncul?
Melansir dari Health.com istilah ini pertama kali dicetuskan oleh jurnalis hip-hop, Wanna Thompson pada tahun 2018. Ia menggambarkan fenomena influencer dan public figure non-kulit hitam menggunakan berbagai cara untuk mengubah penampilan mereka agar terlihat seperti orang kulit hitam, misalnya melalui pemakaian bronzer atau tanning, makeup dan Photoshop atau software pengedit foto lainnya.
Mulanya, istilah tersebut berasal dari praktik rasis blackface, yang melibatkan penggunaan riasan gelap untuk mengejek fitur wajah orang kulit hitam, sebagai bahan ejekan. Sama seperti blackface, blackfishing juga memperlakukan fitur wajah orang kulit hitam sebagai topeng yang dapat dilepas sesuka hati.
Baca juga: Emotional Abuse, Kenali Ciri dan Cara Menghindarinya
Public figure yang Pernah Dituding Blackfishing
Merangkum artikel dari The Daily Beast, terdapat salah satu contoh kasus yang terkenal terkait blackfishing yakni kisah dari seorang wanita kulit putih bernama Emma Hallberg. Ia viral di media sosial pada tahun 2018 karena dianggap sebagai seorang influencer kulit hitam melalui foto dan unggahan yang sering menampilkan penampilan kulit yang gelap.
Namun, kemudian terungkap bahwa Hallberg sebenarnya memiliki kulit putih dan hanya merias penampilannya agar tampak seperti orang kulit hitam. Banyak orang yang merasa bahwa tindakan Hallberg adalah bentuk dari blackfishing.
Selain itu, pada tahun 2021, Iggy Azalea juga mendapat tudingan blackfishing. Salah satu yang paling kontroversial tertuang dalam video klip bertajuk ‘I Am the Strip Club’ di mana riasannya terlihat jauh lebih gelap dari warna kulit aslinya. Kritikan ini semakin tajam karena Iggy sering menggunakan estetika dan elemen budaya kulit hitam dalam musiknya.
Baca juga: Ucapkan “Tobrut” Bisa Didenda Rp10 Juta
Kenapa Blackfishing Problematik?
Blackfishing dianggap problematik karena merepresentasikan elemen budaya kulit hitam secara dangkal dan tanpa pemahaman mendalam. Berikut adalah beberapa alasan utama mengapa blackfishing tidak boleh dilakukan:
Mereduksi Identitas dan Budaya
Menurut beberapa akademisi yang diwawancarai Health.com, blackfishing dapat mengurangi nilai suatu budaya menjadi sekadar tren estetika semata. Misalnya, gaya rambut seperti box braids atau cornrows yang memiliki sejarah panjang dalam budaya Afrika sering kali dianggap “keren” ketika digunakan oleh orang non-kulit hitam, tetapi justru menjadi sumber diskriminasi bagi komunitas aslinya.
Memanfaatkan Privilege Tanpa Memahami Akar Persoalan
Pelaku blackfishing umumnya mendapatkan pujian atau keuntungan komersial tanpa menghadapi diskriminasi yang dialami komunitas kulit hitam. Hal ini menciptakan ketidakadilan, karena mereka menikmati “keuntungan” dari estetika budaya tersebut tanpa memahami perjuangan di baliknya. Psikolog asal New York, LaToya Gaines dalam artikel Health.com yang sama, menyatakan blackfishing bukan cara yang tepat untuk bersimpati karena setiap penampilan orang kulit hitam merefleksikan perjuangan mereka melawan diskriminasi. Sementara, orang kulit putih tidak betul-betul memahami kisah mereka.
Eksploitasi Budaya untuk Keuntungan
Blackfishing sering mendapatkan perhatian atau popularitas, seperti yang terlihat pada kasus selebriti yang menggunakan riasan atau pakaian tertentu demi terlihat ‘eksotis’ atau menarik. Hal ini dianggap sebagai bentuk eksploitasi budaya, karena memakai atribut kelompok budaya kulit hitam hanya sebagai komoditas untuk mendapatkan keuntungan ekonomi.
Batas Antara Apresiasi atau Apropriasi Budaya?
Apresiasi lebih kepada penghargaan suatu budaya. Cara menghargai suatu budaya adalah dengan memakai atribut tersebut bukan untuk kepentingan pribadi. Dalam praktiknya, apresiasi budaya biasanya melibatkan pengakuan terhadap asal-usul budaya tersebut, serta memberikan penghormatan kepada komunitas atau kelompok yang menjadi pemilik budaya. Contohnya adalah mengenakan pakaian adat dalam acara formal dengan izin dan kerja sama dari komunitas budaya terkait, atau mempelajari seni tradisional dengan bimbingan ahli dari kelompok budaya tersebut.
Sebaliknya, apropriasi budaya (cultural appropriation) adalah tindakan mengadopsi atau menggunakan elemen budaya lain, terutama dari kelompok yang terpinggirkan, tanpa pemahaman atau penghormatan terhadap konteks budaya tersebut. Menurut Cambridge Dictionary, apropriasi budaya sering kali terjadi dengan motif eksploitasi atau keuntungan pribadi. Misalnya, menggunakan atribut budaya hanya untuk meningkatkan estetika pribadi, keuntungan komersial, atau mendongkrak popularitas tanpa memberikan pengakuan terhadap budaya asal. Berdasarkan uraian tersebut, blackfishing termasuk ke dalam aprosiasi budaya ketimbang apresiasi. Praktik ini tidak hanya menghapus konteks budaya di balik elemen yang diambil, tetapi juga mengabaikan diskriminasi dan tantangan yang dihadapi komunitas tersebut dalam mempertahankan identitas budayanya.
Hati-hati dalam Mengikuti Tren Di Media Sosial
Di era media sosial, batas antara apresiasi dan apropriasi semakin kabur, terutama ketika tren muncul tanpa konteks budaya yang jelas. Mengikuti tren seperti menggunakan filter kulit gelap, gaya rambut khas budaya tertentu, atau atribut tradisional dari kelompok lain tanpa pemahaman dapat dengan mudah masuk ke ranah apropriasi budaya.
Karena itu, penting untuk mencari tahu terlebih dahulu asal suatu budaya, sejarah dan bagaimana perjuangan mereka, tujuan penggunaan dan jangan sampai lupa memberikan kredit kepada komunitas terkait. Kita harus bersikap kritis terhadap tren, agar dapat menghindari apropriasi budaya dan lebih menghargai keberagaman budaya yang ada.
Referensi:
- Cambridge Dictionary. “Cultural Appropriation.” Diakses pada 12 Desember 2024, dari https://dictionary.cambridge.org/dictionary/english/cultural-appropriation.
- “Iggy Azalea Dituding Blackfishing di Video Klip Terbaru, Apa Artinya dan Kenapa Orang Melakukannya.” Liputan6, diakses pada 12 Desember 2024, dari https://www.liputan6.com/amp/4603313/iggy-azalea-dituding-blackfishing-di-video-klip-terbaru-apa-artinya-dan-kenapa-orang-melakukannya.
- “What Is Blackfishing? Experts Explain Why This Social Media Trend Is Harmful.” Health, diakses pada 12 Desember 2024, dari https://www.health.com/mind-body/what-is-blackfishing.
- “White Instagram Influencers’ Latest Bid for Clout: Pretending to Be Black.” The Daily Beast, diakses pada 12 Desember 2024, dari https://www.thedailybeast.com/white-instagram-influencers-latest-bid-for-clout-pretending-to-be-black.