Home » News » Pelemahan Perempuan dan Kelompok Rentan Apabila RUU TNI Disahkan

Pelemahan Perempuan dan Kelompok Rentan Apabila RUU TNI Disahkan

Rifaldy Zelan

News

Pelemahan Perempuan dan Kelompok Rentan Apabila RUU TNI Disahkan

Bincangperempuan.com – Kekhawatiran publik akan terulangnya sejarah kelam Orde Baru mencuat dengan dicanangkannya Revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI (RUU TNI), yang akan dibawa ke tingkat paripurna untuk disahkan menjadi undang-undang pada Kamis (20/03/2025).

Sebelumnya, masyarakat sipil dibuat geram dengan pembahasan RUU TNI yang dilakukan dengan diam-diam di hotel mewah berbintang lima, Fairmont Jakarta, pada Jumat (14/3) dan Sabtu (15/3) lalu. 

Setidaknya terdapat tiga Pasal dalam Revisi UU TNI yang bermasalah, yaitu Pasal 3 Ayat 2 terkait kedudukan TNI, Pasal 53 terkait masa pensiun TNI, dan Pasal 47 Ayat 1 dan 2 yang mengatur posisi TNI dalam jabatan sipil. Ketiga pasal tersebut disinyalir dapat mengembalikan dwifungsi TNI, menyempitkan ruang gerak masyarakat sipil, dan memperkuat impunitas militer.

Dalam konferensi pers yang digelar oleh Aliansi Perempuan Indonesia pada Selasa (18/3), disebutkan bahwa Revisi UU TNI berpotensi memperkuat keterlibatan militer dalam kehidupan sipil. Kondisi ini dikhawatirkan dapat mengikis kebebasan berekspresi dan berpendapat, terutama bagi perempuan dan kelompok rentan.

Baca juga: Dari Reformasi ke Represi? Penyintas 98 Bicara Soal RUU TNI

Revisi UU TNI Berpotensi Melemahkan Gerakan Perempuan

Wacana Revisi UU TNI menghadirkan kecemasan bagi gerakan perempuan. Perempuan memiliki trauma kolektif dari rezim militer Orde Baru, dimana pada masa itu militerisme acap digunakan sebagai alat untuk mempertahankan dan memperkuat kontrol patriarki terhadap peran gender.

Dalam bayang-bayang militerisme, peran gender tradisional begitu pekat. Laki-laki akan diharapkan untuk menjadi pemimpin atau pelindung, sementara perempuan dipaksa melakukan kerja-kerja perawatan. Sehingga, perempuan ditempatkan pada posisi subordinat. 

“Bagi gerakan perempuan saya pikir ini adalah sebuah fenomena politik yang sangat mengkhawatirkan, karena dominasi militer bermakna bagaimana proses penundukan terhadap perempuan kedepannya akan semakin kuat,” papar Mutiara Ika Pratiwi, yang akrab disapa Ika, Ketua Perempuan Mahardhika. 

Penundukan itu dapat terlihat dalam sejarah Indonesia, dimana rezim Orde Baru menghancurkan berbagai organisasi perempuan progresif, seperti Gerwani, kemudian posisi organisasi-organisasi perempuan diubah menjadi organisasi yang bergerak di ranah domestik, seperti halnya Dharma Wanita dan PKK.

“Itu adalah sebuah proses yang menggunakan politik seksual untuk menundukkan posisi dari perempuan dan gerakannya selama rezim Orde Baru,” jelas Ika.

Belum lagi, maskulinitas hegemonik yang mengakar di dalam militerisme menciptakan budaya kekerasan dalam penyelesaian suatu konflik. Hal ini, menurut Ika, dapat dilihat melalui kasus-kasus pelanggaran HAM oleh militer seperti kasus perkosaan dan penyiksaan seksual di daerah-daerah operasi militer yang ada dalam sejarah Indonesia, seperti di Aceh, Papua, Timor Leste, yang sampai saat ini belum diusut dengan tuntas

Mike Verawati, Sekretaris Jenderal Koalisi Perempuan Indonesia, memiliki argumentasi yang sejalan dengan Ika. Ia menjelaskan, prinsip-prinsip kemiliteran saat ini belum membuktikan adanya prinsip setara, adil gender, dan inklusif, sehingga sangat memungkinkan terjadi pelemahan terhadap perempuan. 

“Belum dibuktikan juga militerisme dekat dengan pendekatan humanis dan HAM (Hak Asasi Manusia),” tuturnya.

Baca juga: Pelaku UMKM Perempuan: Dari Stereotip hingga Beban Ganda di Rumah Tangga 

Ableisme dalam Militerisme

Dhede, seorang penyandang disabilitas psikososial yang tergabung dalam Perhimpunan Jiwa Sehat (PJS) menjelaskan bahwa ableisme dan militerisme mengakar pada ideologi yang serupa, yakni menilai manusia melalui standar kekuatan fisik, able bodied, dan machoisme.

Ideologi tersebut lantas melahirkan kekerasan terhadap warga sipil, khususnya kelompok rentan, seperti penyandang disabilitas.  

“Beberapa waktu yang lalu, berkali-kali kami menerima informasi, bahkan kita melihat video-video viral penyandang disabilitas di Papua diinjak kepalanya di tanah, di aspal, oleh tentara, dan yang menginjak itu masih menggenggam senjata,” kisah Dhede.

Kekerasan oleh tentara terhadap penyandang disabilitas bukanlah hal yang baru. Dhede menerangkan kekerasan itu telah terjadi sejak lama dan tercatat dalam sejarah Indonesia. 

“Kami juga memiliki sejarah yang kelam berkaitan dengan bagaimana militer memandang disabilitas … terutama bagi penyandang disabilitas psikososial, kami dianggap sebagai kelompok yang mengganggu ketentraman dan ketertiban masyarakat,” terangnya.

Tolak RUU TNI, Kembalikan TNI Ke Barak

Jumisih, Wakil Ketua Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI), menyebutkan bahwa RUU TNI yang menghidupkan kembali dwifungsi ABRI mencederai semangat Reformasi. 

Ia menekankan peran TNI seharusnya menjaga keamanan negara, bukan duduk di jabatan sipil. 

“(TNI) akan menebarkan ketakutan sehingga rakyat tidak bebas berekspresi karena ketakutan warga sipil akan senjata. Artinya, akan menyempitkan ruang demokrasi,” tuturnya. 

Pun, sebelum RUU TNI disahkan, pada faktanya TNI telah banyak terlibat dalam urusan sipil, seperti menjaga pabrik dan mengamankan aktivitas industri, menunjukkan adanya pelanggaran terhadap hak buruh dalam menyampaikan pendapat dan berorganisasi. Situasi ini semakin menguatkan alasan mengapa RUU TNI harus ditolak.

“Kita sudah menyaksikan TNI yang menjaga pabrik, ini bukti pelanggaran hak kebebasan berpendapat buruh,” katanya.

Untuk itu, Jumisih menolak pendudukan jabatan sipil oleh TNI. Ia dengan tegas menyeru TNI untuk kembali ke barak. Hal yang sama juga disuarakan oleh Dhede.

Dhede menegaskan bahwa TNI sudah sepatutnya kembali ke barak, bukannya berada di jabatan sipil. 

“Bahwa, sebenar-benarnya tempat yang tepat untuk TNI adalah barak.” Pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Artikel Lainnya

Anggrek Merah Yuni Daud, Hadir dalam Rima Rupa

Inovasi Sabun Batang Ramah Lingkungan dengan Eco Enzyme

Perawatan Ketiak Alami untuk Mengurangi Bau

Perawatan Ketiak Alami untuk Mengurangi Bau

Leave a Comment