Bincangperempuan.com- Jurnalis dan pekerja media perempuan di perusahaan media masih menghadapi sejumlah hambatan dan tantangan internal dalam menjalankan pekerjaannya. Hasil riset yang dilakukan oleh Pemantau Regulasi dan Regulator Media (PR2Media) menunjukkan bahwa masih banyak perempuan yang mengalami stereotip dan perbedaan gender untuk pekerjaan tertentu. Sekitar 22% pekerja di media masih menganggap potensi dan prestasi perempuan di dunia kerja merupakan ancaman bagi keberhasilan kerja laki-laki.
Demikian disampaikan Peneliti PR2Media, Engelbertus Wendratama dalam Diseminasi Modul KBGO untuk Perusahaan Media yang digelar Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI), Selasa (23/07/2024).
“Yang menjawab sangat setuju terhadap pernyataan (skor rendah) artinya perempuan itu mengancam laki-laki bukan sebagai mitra yang setara, jadi ketika ada pekerjaan yang baik, ada keuntungan ekonomi perempuan, itu akan merugikan ekonomi bagi laki-laki,” ungkapnya.
Riset berjudul “Menilik Kebijakan dan Pengalaman Kesetaraan Gender serta Kekerasan Berbasis Gender di Perusahaan Media” dilakukan oleh PR2Media (Pemantau Regulasi dan Regulator Media), pada Februari-Maret 2024, lewat survei atas 277 responden dari 27 wilayah. Responden terdiri dari jurnalis dan pekerja media untuk mengetahui apa saja kebijakan yang dibuat oleh media terkait KBGO dan perlindungan berbasis gender pada umumnya. Survei itu lantas ditindaklanjuti dengan dua kali diskusi kelompok terarah (Focus Group Discussion) untuk mempertajam dan memperkaya hasil riset.
Hasil riset memotret dari aspek ketenagakerjaan dan kerja redaksi. Untuk dimensi kesetaraan gender, maka yang disorot lebih dalam adalah nilai individu, budaya internal dan praktik keseharian serta kebijakan berbasis gender dalam perusahaan media, akses ke sumber daya dan kekerasan seksual luring serta daring.
“Dari lima dimensi yang diukur, maka skor total adalah 44,33 dengan nilai tertinggi 65,” kata Wendra.
Penilaian individu ini juga tercermin dari budaya internal dan kebijakan kesetaraan gender di perusahaan media. Hasil riset menunjukkan perempuan masih mengalami kekerasan seksual, ujaran kebencian, hingga pembedaan gender untuk posisi jabatan tertentu di perusahaan media sehingga skor praktik kesetaraan gender di perusahaan media hanya sebesar 5,45 dari nilai maksimal 9.
“Jadi ini nilainya hampir setengah, jadi kurang baik sebenarnya ini, masih banyak masalah. Ini lebih memprihatinkan dari nilai individu,” terang Wendra.
Terkait kebijakan berbasis gender, skor yang diperoleh adalah 9 dari nilai maksimal 18. “Banyak media yang belum punya SOP untuk mengatasi kekerasan berbasis gender serta belum punya aturan proporsi gender dalam aktivitas kerja.”
Salah satu yang jadi sorotan PR2Media adalah persentase kekerasan seksual secara luring dan daring di tempat kerja memiliki nilai yang sama yaitu 5,8%. “Ini sesuai dengan apa yang dikatakan UNESCO, bahwa kekerasan gender luring dan daring itu berjalan bersamaan, dan tidak bisa dipisahkan.”
Dari hasil riset dan FGD oleh PR2Media yang melibatkan 277 responden dari perwakilan media anggota AMSI, ada temuan bahwa peraturan tertulis untuk menangani Kekerasan Seksual (KS) dan Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) di perusahaan media itu ‘sangat minim atau belum ada sama sekali’.
“Meski tidak ada aturan tertulis, lingkungan kerja perusahaan bisa menciptakan ekosistem yang menjunjung kesetaraan gender. Namun ini sangat tergantung pada kebijakan pimpinan. Kalau pimpinannya bagus, maka tidak apa-apa. Tapi bagaimana jika tidak?” tanya Wendra.
Wendra menekankan, keberadaan aturan soal GEDI (Gender Equality Diversity and Inclusion) harus dilihat sebagai keunggulan kompetitif perusahaan sehingga bisa lebih baik melayani kebutuhan publik.
“Praktik kesetaraan gender jangan dilihat sebagai beban baru. Tapi ini justru jadi pendorong positif bagi praktik jurnalisme dan bisnis,” tutup Wendra.
Baca juga: AMSI Dorong Adopsi SOP Pencegahan KBGO
Praktik baik di perusahaan media
IDN Times adalah salah satu perusahaan media anggota AMSI yang sudah memiliki SOP terkait kekerasan seksual dan KBGO di tempat kerja.
“Isu kekerasan seksual menjadi perhatian bagi media-media yang ada di bawah IDN Times. Dan keresahan ini meningkat di masa pandemi, ketika orang terperangkap di rumah, punya partner yang abusive, serta ada peningkatan kasus KDRT dan kekerasan seksual. Seraya meliput dan kala itu ikut mendorong dikeluarkannya UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual, maka kita mulai hal yang sama di perusahaan,” kata Uni Lubis, Pemimpin Redaksi IDN Times.
IDN Times mengeluarkan SOP Pelecehan dan Kekerasan Seksual di Lingkungan Kerja pada 1 Februari 2022. Aturan tersebut lantas diperbarui dengan SOP Pelecehan dan Kekerasan Seksual di Lingkungan Kerja dan Kekerasan Berbasis Gender Online, pada 1 Maret 2024. IDN Times bahkan mempekerjakan seorang psikolog sebagai konselor kesehatan mental untuk menangani kasus kesehatan mental di perusahaan media tersebut.
“Salah satu yang menonjol dari sebuah perusahaan media yang menargetkan kelompok milenial dan Gen Z adalah kesadaran yang tinggi soal kekerasan seksual, kesetaraan gender, serta KBGO. Dan concern kesetaraan itu juga diturunkan dalam 7 Pilar Konten yang berlaku di IDN Times,” tambah Uni.
Tujuh Pilar Konten dari IDN Times berisi panduan soal bagaimana sebuah konten diproduksi. Ketujuh pilar tersebut adalah kesetaraan gender, anti pelecehan seksual, anti perundungan, persatuan dalam perbedaan ras dan etnis, persatuan dalam perbedaan kepercayaan, anti stereotipe, serta mendefinisikan kembali arti kata ‘cantik’ (redefining beauty).
“Ini semacam kode etik jurnalistik, yang kalau pakai bahasa (generasi) boomer itu isinya melarang ini melarang itu. Tujuh Pilar Konten IDN Times adalah inti dari kode etik jurnalistik yang berlaku di IDN Times,” kata Uni Lubis.
Baca juga: Komi Kendy, Ketua AMSI Wilayah Perempuan Pertama di Indonesia
Modul dan SOP untuk perusahaan media
Keberadaan SOP ini makin penting setelah Dewan Pers mengeluarkan Peraturan Dewan Pers tentang Pedoman Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Perusahaan Pers pada 29 April 2024. Ini menunjukkan pentingnya isu kekerasan seksual dan KGBO bagi perusahaan pers.
AMSI mengeluarkan Modul dan SOP Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) untuk Perusahaan Media.
“Landasan hukum dari SOP ini adalah Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual,” ujar penulis modul sekaligus konsultan GEDI, Nita Roshita.
“Kehadiran SOP ini sesuai dengan visi AMSI, yaitu menciptakan ekosistem media yang sehat dan berkualitas. Yang kita pertahankan adalah kepercayaan dari publik. Dan media harus menjaga itu.“
Nita menegaskan, kasus Kekerasan Seksual (KS) maupun Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) bisa terjadi pada perempuan, laki-laki atau gender apa pun. “Jika laki-laki jadi korban, biasanya mereka jadi korban dua kali. Karena tidak ada yang percaya, mereka akan ditertawakan atau dianggap lemah dan sebagainya.”
Nita menjabarkan mengapa keberadaan SOP ini penting bagi bisnis perusahaan media.
“Jika terjadi kasus KS atau KBGO di perusahaan media, maka ini akan berdampak pada reputasi bisnis. Ini juga bisa menimbulkan turn over karyawan yang tinggi, karena tidak ada yang mau jadi korban KS atau KBGO selanjutnya,” papar Nita.
“Angka ketidakhadiran karyawan di perusahaan yang ada kasus KS maupun KBGO juga tinggi. Ada riset di Journal of Community Health yang menunjukkan kalau korban punya risiko 1.7 kali lipat untuk tidak masuk kerja selama dua pekan dalam setahun akibat kasus KS. Akibatnya, produktivitas berkurang dan ujungnya investor akan menilai kesehatan manajemen perusahaan yang buruk.”
Laporan perusahaan konsultan manajemen McKinsey (2020) yang berjudul Diversity Wins: How Inclusion Matters juga menyebut, ruang kerja yang inklusif dan aman dapat meningkatkan profit dan perusahaan menjadi berkelanjutan.
Modul dan SOP Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) untuk Perusahaan Media yang dikeluarkan AMSI ini dapat dimodifikasi sesuai kebutuhan dan kapasitas perusahaan media. “Kami menyadari bahwa kapasitas perusahaan media itu tidak sama, sehingga SOP ini bisa diadaptasi. Yang terpenting dalam SOP ini adalah prinsip berpihak pada korban,” jelas Nita.
Modul juga menjabarkan alur penanganan kasus, mulai dari pengaduan, investigasi internal, sampai akhirnya jatuh pada putusan akhir. Modul juga menekankan pada pendampingan psikologis yang perlu dilakukan perusahaan media bagi korban.
Sebagai tindak lanjut dari diseminasi hasil riset, modul dan SOP ini, AMSI membuka kesempatan bagi perusahaan media terpilih untuk mendapatkan pendampingan dalam menyusun SOP Pencegahan dan Penanganan KBGO sesuai kapasitas media tersebut. Kesempatan ini hanya terbuka bagi media anggota AMSI.