Bincangperempuan.com- Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu kembali mengingatkan media untuk mengedepankan prinsip transparansi, akurasi, dan tanggung jawab dalam memproduksi berita. Di era algoritma dan engagement sangat menentukan efektivitas penyebaran berita, pegiat media terkadang lupa akan kualitas jurnalisme yang diproduksi.
Ini disampaikan Ninik dalam pembukaan Local Media Summit 2024, Rabu (02/10/2024). Menurut Ninik, secepat apapun berita yang diproduksi media, bila tidak akurat akan ditinggalkan pembaca dan tidak berumur panjang.
Laporan berbagai studi, dikatakan Ninik, isu seksual dan kekerasan seksual masih menjadi topik berita yang mempunyai nilai jual tinggi bagi media online. Ninik, mengutip Komnas Perempuan 2015, topik kekerasan seksual yang paling banyak diliput oleh media adalah pemerkosaan, pelecehan seksual, dan penjualan perempuan. Media masih belum memenuhi kaidah kode etik jurnalistik seperti hainya mencampurkan takta dan opini ada 38%, mengungkap identitas korban sebanyak 31% dan termasuk mengungkap identitas pelaku anak sebanyak 20%.
“Isi berita dilihat berdasarkan content analysis, media masih menggiring pembacanya untuk membuat stereotype dan menghakimi korban. Media pemberitaan online menampilkan narasi yang cenderung menormalisasi kekerasan seksual dalam konten pemberitaannya, menyudutkan dan menyalahkan korban (perempuan), sehingga kekerasan seksual pada perempuan dianggap sebagai sesuatu yang wajar,”papar Ninik.
Baca juga: Local Media Summit dan Dukungan Untuk Media Perempuan
Temuan kata kunci
Perempuan pertama yang menjadi Ketua Dewan Pers ini memaparkan beberapa temuan “kata kunci” yang belum mencerminkan perlindungan korban dan responsif gender berdasarkan riset tahun 2022. Diantaranya penggunaan kata janda, mbak, layani pelanggan, gampangan, kembang, ibu muda, cantik, seksi, kebaya merah, gadis yang menimbulkan sterotyping atau pelabelan.
Ada juga digilir, diperkosa, dipaksa, jual perempuan, kawin paksa, korban
Prostitusi yang menimbulkan diskriminasi atau violence. Ada pula diusir warga, penebar aib keluarga, merusak nama baik, yang menimbulkan marginalisasi serta temuan kata kunci baju ketat, rok mini, body sexy, mandul, tidak menyenangkan yang menimbulkan victim blaming.
Selain itu lanjut Ninik ada pula temuan kata kunci yang belum memberikan perlindungan pada korban, seperti mengungkap identitas dengan memuat nama korban, nama orang tua, alamat rumah/tempat kerja, alamat sekolah. Memuat pula detail kejadian mulai dari kronologis vulgar, repetisi narasi kekerasan, meremas bagian anggota tubuh yang sensitif, penggunaan kata-kata digoyang hingga kemaluan.
Ada juga kata-kata kunci yang menimbulkan penghakiman korban, seperti pelakor, penggoda, janda, pulang malam, tidak punya pekerjaan, korban berperan. Serta penghukuman dengan kata kunci berbuat zina, layak diceraikan, dinikahkan dengan pelaku, dirajam.
Media Lokal Harus Beradaptasi dan Bersaing
Sebanyak 300 media lokal dan segmen khusus dari seluruh Indonesia hadir mengikuti LMS 2024 bersama kurang lebih 100 stakeholder bisnis media, pada 2-3 Oktober 2024 di The Hotel Sultan and Residence dengan menyertakan kegiatan pre-event workshop finance di kantor Suara.com. Workshop ini diisi oleh Fastabiqul Khair Algatot selaku Auditor & CFO PT Arkadia Digital Media Tbk, Jenny Rohani selaku Finance Manager PT Arkadia Digital Media Tbk, dan Listya Puspita selaku Accounting PT Arkadia Digital Media Tbk. Workshop finance ini dihadiri oleh beberapa media local terpilih untuk berbagi dan belajar bersama tentang pengelolaan keuangan yang profesional.
Membawa tema “Technological Transformation in Local Media Serving The Audience for Tomorrow”, LMS 2024 berharap dapat membekali pegiat media lokal untuk lebih siap akan berbagai perubahan teknologi untuk pembaca di masa yang akan datang. Harapan besar ini diberikan kepada pegiat media local sebagai media yang sangat dekat dengan masyarakat karena mengangkat isu yang sering luput dari jangkauan media besar atau arus utama.
Baca juga: Praktisi Media Perempuan Ikut Ramaikan Local Media Summit 2022
Editor in Chief Suara.com Suwarjono menyampaikan, sejauh ini media telah menghadapi terdapat tiga disrupsi besar. Pertama, disrupsi digital dengan kehadiran news aggregator. Kedua, pesatnya perkembangan media sosial. Dan teranyar, kehadiran kecerdasan buata (artificial intelligence).
Tantangan-tantangan tadi dihadapi oleh seluruh perusahaan media, baik media arus utama dan media lokal bahkan media hiperlokal. Bila media arus utama dengan resources yang cukup besar dapat beradaptasi dengan cukup baik, maka media lokal menanggung tugas yang lebih berat karena keterbatasan sumber daya.
Kehadiran LMS sebagai pengasuh media-media local ini diharapkan dapat membantu hal tersebut. “LMS hadir untuk mengasuh media-media lokal agar gap yang terjadi dengan media arus utama tidak membesar,” ujar Suwarjono.