Home » Tokoh » Enjellia: Keterbatasan Bukan Hambatan untuk Berjuang

Enjellia: Keterbatasan Bukan Hambatan untuk Berjuang

Cindy Hiong

Tokoh

Bincangperempuan.com- “Tidak harus menjadi yang terbaik, tapi lakukan apa yang kamu suka,” kata Enjell mengawali perbincangan dengan Bincang Perempuan. Enjellia Clara Shita, pelajar salah satu SMA negeri di Kota Bengkulu. Diusianya yang masih belia 19 tahun, Enjell sudah memutuskan untuk mengadvokasi hak-hak perempuan. Saat ini Enjell tergabung dalam koalisi Perempuan Pembela HAM (PPHAM) Bengkulu.

Perkenalannya dengan PPHAM bermula saat ia bergabung di Generasi Inklusi (Genik) tahun 2020 lalu. Saat itu, Enjell berkenalan dan bertemu dengan para aktivis perempuan yang membuatnya bangkit untuk mengatasi kekurangannya.

“Enjell merasa tidak sendiri, oh banyak juga yang sama seperti Enjell. Bahkan mungkin Enjell juga harus mensyukuri keadaan sekarang,” katanya optimis.

Di sekolah, gadis yang hobi bernyanyi ini juga dikenal aktif. Ia mengikuti kegiatan ekstrakulikuler musik. Memiliki keterbatasan fisik, tidak membuat Enjell merasa terbatas. Ia tetap beraktivitas seperti anak-anak seusianya.

“Jadi motivasi untuk teman-teman lain. Terutama yang seperti Enjell, jangan menyerah selagi kita mau dan ada niat serta usaha, pasti ada jalan,” ucapnya.

Enjell terlahir sebagai anak non disabilitas. Ketika berusia 5 tahun, satu penyakit menghinggapi fisiknya hingga Enjell kesulitan berjalan. Harus menggunakan kursi roda dan kruk (penyangga,red). Menjadi penyandang disabilitas tidak membuatnya Enjell patah semangat. Sebaliknya, kondisinya menjadi cambuk dan motivasi untuk membantu banyak orang.

Ia bertekad melindungi teman-temannya. Menurutnya, sesama perempuan harus bisa saling membela dan mempertahankan martabat. Termasuk mendorong kesetaraan, keadilan dan tidak menjadi korban kekerasan.

“Terutama penyandang disabilitas. Enjell tidak ingin perempuan disabilitas mengalami kekerasan dan pelecehan seksual. Ketika Enjell bergabung, Enjell merasa bisa melindungi perempuan disabilitas lainnya yang mengalami kekerasan dan penindasan,” katanya.

Perjuangannya bukan tanpa hambatan. Hatinya sempat kecut, jika ada orang yang berpikir penyandang disabilitas tidak bisa ikut membantu. Kondisi ini juga diperparah dengan minimnya fasilitas yang dapat menunjang aktivitasnya sebagai PPHAM. Namun perlahan-lahan keraguan itu ditepis Enjell, dengan tindakan nyata.

Bergabung dengan koalisi PPHAM, membuat Enjell semakin leluasa bergerak. Mengadvokasi sejumlah persoalan yang melibatkan perempuan dan anak. Ia tidak sungkan untuk menyempaikan langsung saat beraudiensi dengan sejumlah pejabat daerah.

“Ini adalah peluang menyampaikan hak-hak disabilitas,khususnya aspirasi perempuan penyandang disabilitas agar mendapatkan perhatian dari pemerintah. Enjell berharap apa yang dilakukan dapat menginspirasi penyandang disabilitas lainnya untuk tidak menyerah. Tidak harus menjadi favorit, cukup lakukan apa yang dicita-citakan,” pesan Enjell.

Menikmati tahun terakhirnya menggunakan seragam putih abu-abu, Enjell memiliki impian untuk kuliah di Universitas Bengkulu. Ia tertarik memperdalam ilmu manajemen dan sosial.

“Walau secara fisik kita beda, tapi hak kita tetap sama. Termasuk untuk memperoleh pendidikan dan kehidupan yang lebih baik,” pungkas Enjell. (cindy)

*) Tulisan ini diproduksi kerjasama Bincang Perempuan dan Bengkulu News sebagai program peningkatan kapasitas jurnalis perempuan menulis berita berperspektif gender “Perempuan dalam Ruang Publik

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Artikel Lainnya

SK Trimurti, Perempuan Pelopor Jurnalisme di Indonesia

Tri Wahyuningsih, Komunitas Omah Teduh Bengkulu

Tri Wahyuningsih, Sadar Lingkungan Lewat Omah Teduh

Misha Atika, pelestari padi kuning

Misha Atika, Pelestari Padi Kuning dan Tradisi Perempuan Memanen Secara Bergotong-royong

Leave a Comment