Bincangperempuan.com- Ketika memiliki anak, siapakah yang bertanggung jawab atas kesehatan fisik dan psikologis sang anak? Apakah ibu? Ayah? Atau orang tuanya? Perlu dicatat bahwa kondisi kesehatan mental anak adalah tanggung jawab orang tuanya.
Ironinya, di Indonesia justru kesehatan fisik dan mental anak kerap dianggap sebagai tanggung jawab sang ibu sebagai “pengasuh”. Kondisi ini menyebabkan Indonesia menempati urutan ketiga sebagai negara fatherless di dunia. Tapi, apakah hal ini hanya sebatas fatherless saja?
Selain fatherless, ketidakhadiran ayah menyebabkan fenomena psikologis lainnya bagi seorang anak. Fenomena ini dikenal dengan father wound yaitu trauma anak yang disebabkan oleh ketidakhadiran sosok ayah atau mendapatkan kekerasan dari sang ayah di masa kecilnya. Dikutip dari school of parenting, father wound adalah disfungsi psikologis, relasional, dan fisik yang terjadi pada seseorang saat ayah tidak hadir secara emosional dan fisik.
Jika dikaji lebih lanjut, father wound menyebabkan luka emosional yang berdampak serius terhadap kondisi psikologis seorang anak. Ketidakhadiran ayah atau kekerasan yang dilakukan olehnya di masa kecil sang anak meninggalkan trauma psikologis terhadap peran seorang ayah. Akibatnya, streotip seorang ayah yang melekat dengan “pelindung” dan “pemberi nasihat” akan hancur seketika karena fenomena ini.
Untuk lebih jelasnya, yuk simak penjelasannya sampai habis!
Baca juga: Perempuan Generasi Z: Antara Dorongan dan Beban Ganda
Penyebab Father Wound
Secara garis besar, kamu akan berpikir jika fenomena father wound hanya sebatas ketidakhadiran ayah secara emosional dan fisik biasa saja. Faktanya, bentuk ketidakhadiran ayah ini memiliki kondisi yang berbeda-beda tergantung pada keadaan spesifik masing-masing keluarga. Beberapa penyebab spesifik yang dilakukan oleh ayah terhadap anaknya sehingga menyebabkan father wound, diantaranya:
- Pengabaian (Neglect), seperti mengabaikan kebutuhan fisik dan emosional anak karena dianggap tidak penting.
- Ketidakhadiran (Absence), seperti melepas tanggung jawab mengasuh anak pasca bercerai hingga kematian sang ayah.
- Kontrol berlebihan (Control),seperti membatasi aktivitas anak, memberikan aturan yang ketat, protektif, dll.
- Menahan (Withholding), seperti memilih untuk tidak mengungkapkan kasih sayang kepada anak, pujian, dll.
- Kekerasan (Abuse), seperti melecehkan anak secara fisik, verbal, emosional, hingga seksual.
- Merusak kepercayaan diri anak dengan mengkritik secara berlebihan.
Gejala Father Wound
Father wound seharusnya menjadi permasalahan serius yang harus diatasi di Indonesia. Fenomena ini menyebabkan anak tumbuh dengan kondisi psikologis yang buruk di masa depannya. Jed Diamond, PhD, LCSW selaku psikoterapis mengatakan bahwa seseorang yang mengalami father wound sejak kecil akan sulit memiliki hubungan dengan orang lain. Kondisi ini disebabkan oleh besarnya ketakutan akan kehilangan seseorang yang berharga dalam hubungan yang dijalaninya.
Tentu saja, seseorang yang mengalami father wound cenderung sangat menuntut jika tidak mendapatkan cinta yang diinginkannya. Akibatnya, pasangannya akan memilih untuk menjauh hingga mengakhiri hubungan tersebut.
Kuatnya dampak yang disebabkan oleh father wound menyebabkan masyarakat Indonesia bertanya-tanya tentang “apa gejala father wound sebenarnya?”. Pertanyaan ini muncul karena fenomena ini masih dianggap tabu di Indonesia. Berikut ini bebarapa gejala dari father wound.
- Gangguan kesehatan mental. Ada banyak penelitian yang menunjukkan bahwa father wound di masa kanak-kanak memiliki keterikatan kuat terhadap masalah kesehatan mental seperti depresi dan kecemasan di masa dewasa.
- Emosi yang tidak stabil. Father wound menyebabkan seseorang sulit untuk mengelola emosi ketika dewasa. Mereka menggunakan kemarahan sebagai upaya untuk menutupi rasa sakit atau trauma dimilikinya.
- Harga diri rendah. Anak yang tumbuh dengan kuatnya father wound di keluarganya cenderung memiliki harga diri yang rendah. Tidak adanya keterikatan anak dan ayahnya menyebabkan anak sering memandang negatif dirinya dan menyalahkan diri sendiri atas rasa sakit yang diterimanya.
- Memiliki hubungan yang buruk dengan orang lain. Seseorang dapat mengembangkan hubungannya dengan orang lain berdasarkan bagaimana mereka diperlakukan oleh orang tuanya. Anak memiliki trauma terhadap ayahnya selalu terjebak dalam hubungan yang tidak sehat. Hal ini karena mereka senantiasa diajarkan bahwa hubungan yang tidak sehat merupakan hal yang normal.
- Tidak dapat menentukan batasan. Seorang anak yang tumbuh tanpa sosok ayah memiliki kesulitan dalam memberikan batasan terhadap orang lain. Biasanya, mereka kesulitan untuk mengatakan ‘tidak’ kepada orang lain atau bersikap tegas.
- Perfeksionis. Salah satu penyebab dari father wound adalah kritik berlebihan yang dilakukan oleh seorang ayah terhadap anaknya. Kritik ini menyebabkan anak tumbuh sebagai seseorang yang perfeksionis dan menolak akan kesalahan yang dilakukan olehnya atau orang lain.
Baca juga: Kolima, Aktif Lestarikan Budaya Berejong
Cara Pulih dari Father Wound
Setelah mengenali penyebab dan gejalanya, kamu harus mengetahui cara untuk pulih dari father wound. Meskipun membutuhkan waktu yang lama, dampak psikologis dari father wound dapat dihilangkan seutuhnya, lho!
Dikutip dari The Attachment Project, beberapa cara yang dapat dilakukan untuk pulih dari father wound, yaitu:
Kenali tentang father wound
Mengenal lebih jauh tentang father wound menjadi langkah awal untuk pulih dari masalah ini. Setelah mengenalinya, kamu mungkin akan mengalami gejolak emosional seperti lega, cemas, penyangkalan, kemarahan, kehilangan, atau rasa ingin menghindar. Tenang saja, reaksi ini masih tergolong normal untuk kamu yang baru mengenal tentang father wound. Dengan mengenali father wound, kamu akan memahami trauma yang berkaitan dengan permasalahan ini sehingga dampaknya lebih mudah untuk dihilangkan.
Mulailah untuk mencintai dirimu
Perlu diingat bahwa mencintai dirimu tidak hanya sebatas mengucapkan “aku cinta diriku” setiap harinya. Mencintai diri sendiri dapat dimulai dengan menjaga kesehatan fisik dengan rutin berolahraga, memaafkan diri sendiri di masa lalu, merawat diri, hingga senantiasa bersyukur dengan kehidupan sehari-hari.
Mintalah bantuan dari tenaga profesional
Jika kamu merasa belum pulih dari trauma akibat father wound, kamu dapat mengunjungi psikolog atau psikiater terdekat untuk mendapatkan ruang bercerita yang aman tanpa dihakimi. Mereka akan membantumu untuk keluar dari trauma yang dirasakan sejak kecil.
Sumber:
- Robert Enright Ph.D., 2021. “How to Heal from a “Father-Wound””, dalam Psychology Today
- School of Parenting Team, 2021. “Father wound, Luka Akibat Ketidakhadiran Ayah”, dalam School of Parenting
- The Attachment Project Team, 2024. “The Father Wound: What Is It and How to Heal”, dalam The Attachment Project