Bincangperempuan.com- Satu lagi kasus kriminalisasi dialami perempuan pembela HAM di Indonesia. Kali ini menimpa Meila, perempuan pembela HAM, dituduh mencemarkan nama baik seorang pelaku kekerasan seksual.
Pada 8 Juli, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), tempat Meila bekerja, menerima surat dari Kapolda DIY. Diketahui Ibrahim Malik (IM), terduga pelaku kekerasan seksual di Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta melaporkan Meila sebagai tersangka.
Meila Nurul Fajriah dilaporkan menggunakan pasal pencemaran nama baik dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Diketahui, semasa menjadi staf Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta, Meila mengadvokasikan hak-hak para penyintas. Saat ini Meila tengah memperjuangkan hak-hak 36 orang penyintas kekerasan seksual yang diduga dilakukan oleh IM.
Dilansir dari media sosial Amesty Indonesia apa yang menimpa Meila merupakan kriminalisasi, serangan terhadap perempuan pembela HAM. Padahal perempuan pembela HAM berjuang untuk mendesak perlindungan dan pemenuhan HAM. Saat berjuang, mereka kerap berhadapan dengan berbagai serangan. Penghormatan dan dukungan untuk kerja-kerja pembela HAM perempuan sangat penting agar semua orang bisa menikmati hak asasinya secara menyeluruh.
Baca juga: Kenapa High Value Women Lebih Banyak Bersinar Saat Ini?
Pentingnya peran Perempuan Pembela HAM
Perempuan pembela hak asasi manusia (HAM) memainkan peran penting dalam memperjuangkan keadilan, kesetaraan, dan hak-hak dasar bagi semua individu. Namun, dalam menjalankan tugasnya, mereka sering kali menghadapi ancaman, intimidasi, dan kriminalisasi. Kondisi ini tidak hanya mengancam keselamatan individu tetapi juga menghambat kemajuan sosial secara keseluruhan.
Perempuan pembela HAM terlibat dalam berbagai isu, mulai dari hak-hak perempuan, keadilan lingkungan, hingga hak-hak komunitas adat. Mereka sering kali berada di garis depan dalam menghadapi pelanggaran HAM, memberikan suara kepada mereka yang terpinggirkan, dan memperjuangkan perubahan kebijakan yang lebih adil. Peran mereka sangat vital dalam membangun masyarakat yang lebih setara dan adil.
Sayangnya, banyak perempuan pembela HAM menghadapi berbagai tantangan yang serius, di antaranya :
Kriminalisasi
Mereka sering kali dijadikan target kriminalisasi dengan tuduhan yang dibuat-buat untuk membungkam suara mereka. Penggunaan undang-undang yang represif sering kali menjadi alat untuk menekan aktivisme mereka. Pelaku kekerasan seksual kerap menggunakan taktik DARVO saat melakukan kriminalisasi terhadap pembela hak korban.
DARVO adalah singkatan dari Deny, Attack, Reverse Victim and Offender (menyangkal, menyerang, membalik peran korban dan pelaku). DARVO dilakukan pelaku kekerasan seksual untuk mengalihkan tanggung jawab atas kekerasan yang diperbuat olehnya.
Tak hanya penyintas, pelaku pun dapat melakukan DARVO terhadap pihak-pihak yang mengungkap fakta- fakta kekerasan seksual. DARVO berbahaya, karena dapat digunakan oleh pelaku kekerasan untuk lari dari pertanggungjawaban.
Kriminalisasi perempuan pembela HAM memiliki dampak yang luas, baik bagi individu maupun masyarakat. Bagi individu, hal ini dapat menyebabkan trauma psikologis, kerugian finansial, dan kehilangan kebebasan. Sementara itu, bagi masyarakat, kriminalisasi ini dapat menghalangi kemajuan sosial dan menghambat upaya untuk mencapai keadilan dan kesetaraan.
Intimidasi dan Kekerasan
Ancaman fisik, psikologis, dan seksual sering kali digunakan sebagai senjata untuk menakut-nakuti dan mengintimidasi perempuan pembela HAM.
Stigmatisasi Sosial
Perempuan yang memperjuangkan HAM sering kali menghadapi stigma sosial dan dijadikan target kampanye fitnah yang merusak reputasi mereka di mata publik.
Baca juga: Perempuan Pembela HAM, Berdedikasi Penuh Namun Minim Pengakuan
Apa yang bisa dilakukan
Untuk menghentikan kriminalisasi perempuan pembela HAM, diperlukan langkah-langkah konkret dari berbagai pihak, seperti:
- Perlindungan hukum. Pemerintah harus memastikan adanya perlindungan hukum yang kuat bagi perempuan pembela HAM, termasuk penghapusan undang-undang yang diskriminatif dan represif.
- Dukungan sosial. Masyarakat harus memberikan dukungan penuh kepada perempuan pembela HAM dan menolak stigmatisasi serta kampanye fitnah terhadap mereka.
- Solidaritas global. Komunitas internasional harus memperkuat solidaritas dengan perempuan pembela HAM, memberikan dukungan moral dan materiil, serta menekan pemerintah yang melanggar hak-hak mereka.
- Kampanye kesadaran. Pendidikan dan kampanye kesadaran tentang pentingnya peran perempuan pembela HAM harus digalakkan untuk mengubah pandangan masyarakat dan memperkuat dukungan.
Perempuan pembela HAM adalah pilar penting dalam perjuangan hak asasi manusia di seluruh dunia. Kriminalisasi terhadap mereka bukan hanya pelanggaran terhadap hak individu tetapi juga ancaman bagi kemajuan sosial secara keseluruhan.
BPer’s, mari kita bersama-sama meningkatkan perlindungan, memberikan dukungan, dan memperkuat solidaritas, bersama kita dapat menghentikan kriminalisasi ini dan mendorong masyarakat menuju keadilan dan kesetaraan yang sejati. “Stop Kriminalisasi Perempuan Pembela HAM” harus menjadi perhatian serius bagi kita semua.