Bincangperempuan.com- International Widows Day resmi diperingati setiap tanggal 23 Juni untuk menghormati ibu tunggal di seluruh dunia dan untuk meningkatkan kesadaran tentang tantangan yang mereka hadapi. Ini menjadi kesempatan untuk merenungkan peran penting ibu tunggal di masyarakat, serta upaya untuk mempromosikan hak mereka, kesejahteraan, dan keberdayaan.
Cikal bakal peringatan International Widows Day dimulai tahun 2005 oleh The Loomba Foundation, sebuah organisasi nirlaba yang didirikan oleh Lord Raj Loomba. Lahirnya organisasi ini terinspirasi dari pengalaman hidup ibu Lord Loomba, Shrimati Pushpa Wati Loomba, yang menjadi ibu tunggal pada tanggal 23 Juni 1954 dan harus berjuang keras untuk menghidupi dirinya dan anak-anaknya setelah kematian suaminya.
The Loomba Foundation bersama dengan Cherie Blair, istri Perdana Menteri Inggris saat itu, Tony Blair, mempelopori kampanye global untuk meningkatkan kesadaran tentang berbagai isu yang dihadapi ibu tunggal di seluruh dunia. Pada tahun 2010, upaya mereka membuahkan hasil dengan diresmikannya International Widows Day oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Sejak saat itu, International Widows Day diperingati setiap tahunnya dengan berbagai acara dan kegiatan di berbagai negara, bertujuan untuk meningkatkan kesadaran tentang berbagai tantangan yang dihadapi janda di seluruh dunia. Mempromosikan hak-hak asasi dan kesetaraan gender bagi ibu tunggal. Mendukung ibu tunggal dalam upaya mereka untuk mencapai kemandirian ekonomi dan sosial. Serta melawan stigma dan diskriminasi yang sering dihadapi ibu tunggal.
International Widows Day menjadi momen penting untuk mengangkat isu-isu yang dihadapi ibu tunggal di berbagai belahan dunia. Ibu tunggal dalam konteks ini secara definisi adalah seorang perempuan yang kehilangan suaminya karena kematian dan meninggalkan dia sendirian untuk mengurus keluarga dan kehidupannya. Meskipun definisi ini sederhana, realitas kehidupan ibu tunggal sering kali kompleks dan penuh dengan tantangan yang unik.
Baca juga: Stigma Ungu: Warna Ibu Tunggal atau Kebebasan?
Tantangan yang dihadapi ibu tunggal
Ibu tunggal sering kali menghadapi berbagai tantangan yang berbeda di berbagai negara dan budaya. Beberapa tantangan utama yang mereka hadapi antara lain yang masih sering terjadi hingga saat ini adalah stigma dan diskriminasi. Di banyak masyarakat, penggunaan diksi ibu tunggal tidak sepopuler penggunaan kata janda. Sehingga masyarakat lebih mengenal kata janda yang masih dihadapkan pada stigma sosial yang kuat. Mulai dari stereotipe yang bernada merendahkan hingga gosip-gosip yang kerap dikaitkan dan dapat berdampak pada kehidupan sosial ibu tunggal. Tak jarang, mereka mungkin dianggap sebagai beban atau sebagai individu yang tidak berharga setelah kehilangan suami.
Kehilangan suami sering kali berarti kehilangan sumber pendapatan utama dalam keluarga. Ibu tunggal sering menghadapi masalah ekonomi yang signifikan, terutama jika ibu tunggal tidak memiliki keterampilan atau akses untuk bekerja dan bergantung secara finansial dengan pasangan. Tak hanya itu ibu tunggal sering kali memiliki akses yang terbatas terhadap layanan pendidikan dan kesehatan yang layak. Hal ini dapat mempengaruhi kesejahteraan mereka sendiri serta anak-anak mereka.
Seorang ibu tunggal harusbertanggung jawab penuh dalam pengasuhan anak, termasuk memenuhi kebutuhan fisik, emosional, dan edukasi mereka. Tidak jarang beban ganda sebagai orang tua tunggal dan pencari nafkah dapat menyulitkan untuk menyediakan waktu dan energi yang cukup bagi anak-anaknya. Belum lagi ibu tunggal yang mungkin mengalami konflik pengasuhan dengan mantan suami atau keluarga besar, terutama dalam hal hak asuh dan pengambilan keputusan terkait anak.
Selain itu secara hukum, beberapa negara tidak memiliki perlindungan hukum yang memadai untuk ibu tunggal, yang dapat membuat mereka rentan terhadap penyalahgunaan dan eksploitasi.
Baca juga: Sentimen Negatif, Ketika Ibu Tunggal Menikah Lagi
Pentingnya menjadi ibu tunggal yang berdaya
Ibu tunggal yang berdaya menjadi kunci untuk memastikan bahwa mereka dapat hidup secara mandiri dan mengatasi tantangan yang mereka hadapi. Ada berberapa hal yang dapat dilakukan untuk mendorong Ibu tunggal berdaya. Diantaranya (1), memberdayakan janda dengan keterampilan dan pendidikan dapat membantu mereka memasuki pasar kerja dengan lebih baik dan meningkatkan kemandirian ekonomi mereka. (2), Meningkatkan perlindungan hukum bagi ibu tunggal untuk menghindari eksploitasi dan memastikan bahwa mereka memiliki akses yang adil terhadap warisan dan sumber daya lainnya. (3), Masyarakat harus memberikan dukungan emosional dan psikologis kepada ibu tunggal, membantu mereka mengatasi stigma dan isolasi sosial yang mungkin mereka hadapi.
Setiap ibu tunggal memiliki pengalaman dan tantangan yang unik. Tingkat keparahan dan jenis tantangan yang dihadapi dapat bervariasi tergantung pada berbagai faktor, seperti usia, latar belakang sosial ekonomi, dan budaya. Meskipun banyak tantangan yang dihadapi, penting untuk diingat bahwa janda juga memiliki banyak kekuatan dan ketahanan. Dukungan dari keluarga, komunitas, dan pemerintah dapat membantu ibu tunggal menjalani hidup yang penuh makna dan mandiri.
Sumber :
- Hari Janda Internasional – 23 Juni dalam https://indonesia.un.org/id/237245-hari-janda-internasional-23-juni