BincangPerempuan.com– B-pers, apakah ada dari kalian yang pernah dikirimi foto atau video vulgar tanpa persetujuan? Atau pernahkah kalian menerima ancaman bahwa informasi pribadi kalian akan disebarkan?
Hati-hati! itu adalah salah satu contoh kekerasan berbasis gender yang bisa terjadi secara online.
Ada berbagai macam bentuk kekerasan yang bisa kita alami. Salah satunya, kekerasan berbasis gender. Tidak hanya kekerasan dalam bentuk fisik, kekerasan berbasis gender juga bisa dialami lewat dunia maya, atau biasa disebut kekerasan berbasis gender online (KBGO).
Jadi, apa sebenarnya kekerasan berbasis gender online?
KBGO merupakan kekerasan yang memiliki niatan atau maksud melecehkan korban berdasarkan gender atau seksual yang difasilitasi teknologi.
Perlu diketahui, bahwa KBGO bersumber dari serangan digital dengan bentuk yang sangat beragam. Pelakunya bisa berasal darimana saja dan korbannya bisa siapa saja. Tujuan serangan bisa jadi bermacam-macam yangmakin tak terlihat, makin berbahaya.
Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet) mengklasifikasikan bentuk bentuk serangan digital menjadi dua, yakni serangan teknis dan serangan psikologis.
Baca juga: Pentingnya Digital Mindset dan Ruang Digital Aman bagi Anak Muda
Serangan teknis meliputi phishing, yakni pemancingan melalui pesan berisi tautan berbahaya (malware), penyadapan , yakni menyadap komunikasi kedua belah pihak, kemudian peretasan, dimana dilakukan pengambil alihan aset digital korban.
Ada juga DDoS Attack, yakni membanjiri target dengan bot, Robocall, panggilan dari nomor tidak dikenal yang dilakukan berulang dan SMS Masking, pengiriman pesan atas nama target serangan
Sedangkan serangan psikologis, diantaranya doxing, yakni pengungkapan data-data pribadi target serangan untuk tujuan merusak nama baik atau menjatuhkan kredibilitas. Trolling, penyerbuan pada unggahan target serangan, impersonasi berupa pembuatan akun tiruan target serangan, dan kriminalisasi yakni pemidanaan terhadap target serangan untuk menekan atau meneror
Dari berbagai bentuk serangan digital tersebut berikut ini contoh yang dapat dikategorikan dalam KBGO :
- Flaming : pengiriman spam pesan berisi pelecehan atau penghinaan
- Sextortion : tindakan menyalahgunakan kekuasaan atau mengancam untuk mendapatkan keuntungan seksual
- Image Based Abuse (IBA) : tindakan pengancaman menyebar gambar atau video korban.
- Non Consensual Intimate Image (NCII) : tindakan menyebar konten intim berupa gambar atau video tanpa persetujuan korban.
- Cyber flashing : tindakan mengirim atau merekam gambar dan video alat kelamin dan tindakan seks secara online tanpa persetujuan
Aseanty Pahlevi selaku Kepala Divisi Kesetaraan dan Inklusi dari Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet), mengatakan bahwa SAFEnet telah banyak menerima laporan aduan dan membantu kasus KBGO yang dialami dari seluruh Indonesia.
“Dari 1052 laporan kasus mengenai KBGO yang kami terima sampai tahun 2023, diantaranya ada 53 persen kasus mengenai kasus IBA dan korban paling banyak berusia 18 sampai 25 tahun,” ungkap perempuan yang kerap disapa Leavy tersebut.
Baca juga: AMSI Dorong Adopsi SOP Pencegahan KBGO
Korban KBGO sebagian besar adalah perempuan, namun tidak menutup kemungkinan laki-laki juga dapat menjadi korban dan mendapatkan dampak yang serius. Masing-masing korban atau penyintas KBGO mengalami dampak yang berbeda-beda.
Berikut ini hal-hal yang mungkin dialami para korban dan penyintas KBGO
- Kerugian psikologis, korban mengalami depresi, kecemasan, dan ketakutan. Ada juga titik tertentu dimana beberapa korban /penyintas menyatakan pikiran bunuh diri sebagai akibat dari bahaya yang mereka hadapi.
- Keterasingan Sosial, para korban menarik diri dari kehidupan publik, termasuk dengan keluarga dan teman-teman. Hal ini terutama berlaku untuk wanita yang foto dan videonya didistribusikan tanpa persetujuan mereka yang merasa dipermalukan dan diejek di depan umum.
- Kerugian ekonomi, para korban menjadi pengangguran dan kehilangan penghasilan.
- Mobilitas terbatas, para korban kehilangan kemampuan untuk bergerak bebas dan berpartisipasi dalam ruang online atau offline.
Selain dampak pada individu, konsekuensi utama dari kekerasan berbasis gender online adalah penciptaan masyarakat di mana perempuan tidak lagi merasa aman secara online atau offline.
Menurut Internet Governance Forum tentang penyalahgunaan online, Hal ini berkontribusi terhadap budaya seksisme dan misoginis online, serta melanggengkan ketidaksetaraan gender di ranah offline. Pelecehan online dan kekerasan berbasis gender sangat berdampak lebih tinggi pada perempuan karena membatasi kemampuan mereka untuk mendapatkan manfaat dari peluang yang sama secara online yang biasanya didapatkan oleh laki-laki, seperti pekerjaan, promosi dan ekspresi diri.
Strategi dasar yang dapat kita lakukan untuk menghindari KBGO adalah dengan mengurangi jejak digital, melindungi aset dan identitas pribadi, serta memilih program atau aplikasi yang aman untuk digunakan.
Jika kita telah menjadi korban dari KBGO, maka apa yang sebaiknya kita lakukan?
Pertama, dokumentasikan segala bentuk ancaman atau konten. Usahakan dokumentasi dibuat dengan kronologis agar memudahkan proses pelaporan.
Kedua, memutuskan komunikasi dengan pelaku dan mintalah bantuan dari orang sekitar atau melapor pada tenaga profesional.
“Hal lain yang penting untuk diperhatikan juga adalah, apa yang kita lakukan sebagai seseorang yang mendampingi korban. Kita harus berusaha mengerti apa yang diinginkan oleh korban,” ucap Leavy.
“Semua tindakan yang akan diambil harus dengan persetujuan Korban. Misal, apakah mereka ingin sekedar menghapus konten yang tersebar atau ingin memproses secara hukum dan lain sebagainya,” tambahnya lagi.
SAFEnet lanjutnya, menyediakan layanan aduan yang bisa menangani kasus KBGO pada laman https://aduan.safenet.or.id/. Sementara layanan lainnya juga bisa diakses di Komnas Perempuan juga menyediakan saluran khusus pengaduan melalui telepon di 021-3903963 atau melalui surel ke [email protected].