Home » News » Mangkrak 10 Tahun, Puan, Stop Sandera RUU PPRT

Mangkrak 10 Tahun, Puan, Stop Sandera RUU PPRT

Bincang Perempuan

News

RUU PPRT mandeg

Bincangperempuan.com- Jelang berakhirnya masa jabatan, anggota DPR RI periode 2019-2024 masih menyisakan pekerjaan rumah pengesahan Rancangan Undang – Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT). Sejak digulirkan dalam bentuk draft tahun 2004, hingga saat ini RUU tersebut masih tertahan di tangan sang Ketua DPR RI, Puan Maharani. 

RUU PPRT beberapa kali masuk Prolegnas DPR RI, namun tak pernah sekalipun dibahas oleh para wakil rakyat. Terakhir, pada 21 Maret 2023 ditetapkan sebagai RUU inisiatif DPR dan DIM sudah di tangan DPR untuk dibahas di Rapat Paripurna DPR. Namun hingga saat ini pengesahan RUU tersebut “mangkrak”.

“Mbak Puan, jika memang merupakan perwakilan dari suara perempuan, seharusnya memberikan kejelasan dan kebijakan tentang RUU PPRT ini. Karena RUU PPRT merupakan payung hukum bagi hak PRT, yang 80% nya adalah perempuan, pencari nafkah utama. Kalau betul mbak Puan mendukung perjuangan perempuan, sudah semestinya tidak mengabaikan RUU PPRT yang sudah 20 tahun diperjuangkan. Apalagi sampai disandera, dibuat susah dan disingkirkan,” ungkap aktivis Sapu Lidi PRT, Yuni Sri.

Baca juga: Menunda Pengesahan RUU PRT, Berarti Menghambat Kemajuan Negara

Sesalkan sikap diam Ketua DPR RI

Koalisi Sipil untuk UU PPRT Fanda Puspitasari menyesalkan diamnya Ketua DPR RI yang membiarkan nasib lebih dari 5 juta pekerja rumah tangga (PRT) terkatung-katung tanpa kejelasan. RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) yang seharusnya melindungi hak mereka, malah dipinggirkan oleh kepentingan pragmatis oligarki. Sementara itu, kepentingan rakyat kecil seperti kaum Marhaen justru diabaikan.

Ia menilai politik hukum di Indonesia tidak berpihak pada rakyat kecil. Agenda-agenda penting yang diusulkan oleh DPR sendiri dibungkam oleh Ketua DPR. Hal itu menimbulkan banyak tanya, warisan seperti apa yang ingin ditinggalkan oleh Ketua DPR perempuan pertama di Indonesia, yang seharusnya secara biologis dan ideologis dekat dengan Bung Karno, pejuang kemerdekaan dan penggali Pancasila yang mengusung keberpihakan kepada kaum Marhaen.

“Ini bukti bahwa demokrasi dan Pancasila telah dikorbankan. Ketika keduanya dikorbankan, ruang untuk memperjuangkan nasib rakyat semakin sempit. Pancasila hanya menjadi slogan, dan kemerdekaan hanya menjadi euforia peringatan tanpa refleksi atas penderitaan berjuta-juta rakyat”, imbuhnya.

Ada 2,7 juta PRT alami pelanggaran

Data Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) per periode Januari-Desember 2023 menunjukan jumlah Pekerja Migran Indonesia mencapai 274.964 jiwa. Menurut data Kementerian Luar Pekerja Migran Indonesia berjumlah 4 juta orang, dan berdasarkan data akumulatif yang dikeluarkan oleh Bank Dunia sekitar 9 juta orang Pekerja Migran Indonesia. Dari jumlah tersebut sekitar 70% adalah Perempuan Pekerja Migran yang bekerja di Sektor Pekerja Rumah Tangga. Hal ini menjadikan Indonesia sebagai negara yang menempatkan Pekerja Migran di sektor Pekerja Rumah tangga terbesar di Kawasan Asia Tenggara. 

Dari pelbagai sumber data, perkiraan jumlah Pekerja Rumah Tangga yang bekerja di dalam negeri sekitar 4 juta orang, dan dari 4 juta orang ada sekitar 2,7 juta PRT mengalami pelanggaran hak ketenagakerjaannya, serta mendapatkan kekerasan fisik dan seksual. Catatan Akhir Tahun Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) tahun 2023 bahwa pengaduan di sektor PRT Migran pada rentang tahun 2010-2023 menjadi pengaduan tertinggi yang diterima oleh SBMI yaitu sebesar 46%. 

Dengan besarnya jumlah pekerja rumah tangga baik yang bekerja di luar negeri sebagai buruh migran dan yang bekerja di dalam negeri, pemerintah dinilai telah luput dan abai untuk melindungi Pekerja Rumah Tangga atas pengakuan bahwa PRT adalah Pekerja sebagaimana standar yang diatur oleh Konvensi ILO- 189.

Baca juga: Komnas Perempuan: Bahas dan Sahkan RUU PPRT

RUU PPRT bentuk perlindungan hak pekerja

Koordinator Advokasi SBMI Yunita Rohani mengatakan RUU ini merupakan langkah krusial dalam memperbaiki kondisi kerja dan melindungi hak-hak pekerja rumah tangga di Indonesia, yang selama ini sering terabaikan. Pekerja rumah tangga, baik yang bekerja di dalam negeri maupun yang berstatus sebagai pekerja migran, seringkali menghadapi berbagai bentuk eksploitasi dan perlakuan tidak adil.

“Teman-teman kita PRT bekerja dalam kondisi yang rentan tanpa jaminan sosial dan hak-hak dasar yang memadai. RUU PPRT yang saat ini masih menunggu pengesahan di DPR merupakan tonggak penting untuk memberikan perlindungan hukum yang layak bagi pekerja rumah tangga, termasuk hak atas upah yang adil, waktu istirahat, dan perlindungan dari kekerasan. Jangan sandera lagi perlindungan ini, PRT butuh payung hukum dan perlindungan mutlak dari negara,” pungkasnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Artikel Lainnya

Perempuan dalam Lingkaran Hustle Culture

Perempuan dalam Lingkaran Hustle Culture

Etika penulisan media untuk kasus kekerasan seksual

Ethic Awareness dalam Pemberitaan Kekerasan Seksual 

Publishers Rights Dorong Ekosistem Bisnis Media Lebih Baik

Leave a Comment