Bincangperempuan.com- Aborsi merupakan isu kompleks di tengah masyarakat urban. Keputusan untuk melakukan aborsi merupakan keputusan yang sangat pribadi dan sulit bagi perempuan. Tak jarang aborsi dilakukan untuk menyelamatkan nyawa ibu dari komplikasi kehamilan yang membahayakan, setelah mendapatkan persetujuan medis.
Lantas, apa itu aborsi? Aborsi merupakan tindakan medis yang dilakukan untuk mengakhiri perkembangan janin atau mencegah kelahirannya. Dilakukan dengan mengangkat janin, plasenta, dan jaringan kehamilan dari rahim.
Ada beberapa faktor yang memengaruhi seseorang melakukan tindakan aborsi. Mulai dari norma sosial, pertimbangan kesehatan hingga alasan ekonomi. Ironinya, perempuan yang melakukan aborsi sering kali mendapatkan diskriminasi atau stigma negatif dari masyarakat.
Stigma ini muncul akibat pengaruh agama, norma sosial yang berkembang di masyarakat serta kurangnya pengetahuan tentang aborsi. Beberapa agama mengajarkan bahwa aborsi dianggap sebagai perbuatan yang melanggar norma moral dan etika agama.
Kondisi ini juga didukung dengan norma-norma sosial yang mengakar di tengah masyarkat patriarki, dimana sering kali mengharuskan perempuan untuk menjadi ibu dan menganggap aborsi sebagai tindakan yang melanggar ekspektasi tersebut. Seperti yang disampaikan Agnès Guillaume dan Clémentine Rossier dalam artikel Abortion Around the World: An Overview of Legislation, Measures, Trends and Consequence (2018) mengungkapkan jika aborsi sering dikaitkan dengan peran perempuan melahirkan anak.
Baca juga: Obsesi Sensual pada Bra dan Payudara
Selain itu kurangnya pemahaman tentang alasan-alasan pribadi yang mendorong perempuan untuk memilih aborsi dapat menyebabkan persepsi yang salah atau prasangka terhadap situasi mereka. Stigma negatif ini membuat perempuan takut untuk mencari dukungan atau bantuan medis dalam situasi aborsi. Mereka khawatir dihakimi atau ditolak oleh keluarga, teman, atau profesional medis.
Belum lagi di beberapa tempat, aborsi dapat dianggap ilegal atau memiliki batasan hukum yang ketat. Kekhawatiran akan konsekuensi hukum dapat membuat perempuan merasa terpaksa untuk melakukan aborsi dalam keadaan yang tidak aman dan tidak terkendali.
Stigma negatif terhadap aborsi memiliki dampak serius terhadap perempuan dan masyarakat secara keseluruhan. Ini bisa menyebabkan isolasi sosial, tekanan emosional, masalah mental, dan bahkan risiko kesehatan fisik jika perempuan terpaksa melakukan aborsi dalam kondisi yang tidak aman.
Jenis-jenis aborsi
Ada beberapa jenis yang umum dilakukan secara medis, diantaranya:
- Aborsi medis, adalah aborsi dengan menggunakan obat-obatan yang telah diresepkan oleh tenaga profesional kesehatan. Biasanya, obat yang dikonsumsi berupa pil Mifepristone dan Misoprostol yang diberikan ketika usia kehamilan masih di bawah 10 minggu.
- Mengonsumsi Methotrexate dan misoprostol, keduanya merupakan obat yang digunakan untuk melakukan aborsi ketika kandungan masih diusia 7 minggu. Methotrexate berfungsi untuk mencegah sel embrio menggandakan diri. Sedangkan misoprostol berfungsi untuk menciptakan kontraksi pada uterus sehingga janin dalam rahim akan gugur. Obat aborsi ini biasanya diberikan pada ibu hamil yang mengalami kehamilan di luar kandungan yang dapat mengancam keselamatan jiwanya.
- Vakum aspirasi, metode aborsi yang dilakukan apabila tindakan aborsi sebelumnya gagal. Aborsi ini dilakukan pada usia kehamilan trimester pertama sampai trimester kedua awal.
- Dilatasi dan evakuasi, tindakan aborsi yang dilakukan pada trimester kedua atau usia kehamilan di atas 14 minggu. Aborsi ini dilakukan karena seseorang menunda aborsi atau aborsi karena kondisi medis tertentu.
- Aborsi induksi, jenis ini sangat jarang dipilih dan biasanya hanya diperuntukkan apabila kondisi kehamilan membahayakan nyawa ibu. Prosedur ini dilakukan pada masa kehamilan 13 sampai 24 minggu.
Faktor-faktor yang memengaruhi tindakan aborsi
Biggs et al., (2013) dalam penelitiannya mengungkapkan beberapa faktor yang menyebabkan seseorang melakukan aborsi, yaitu:
- Kondisi finansial yang buruk menjadikan seseorang memilih aborsi. Alasan finansial yang sering muncul adalah tidak dapat mencukupi kebutuhan anak, tidak memiliki uang atau pekerjaan.
- Merasa waktunya tidak tepat. Beberapa orang menilai jika mereka masih belum siap memiliki anak karena alasan emosional atau finansial. Kebanyakan dari mereka masih sibuk dengan pekerjaannya.
- Pasangan masih belum siap. Kesiapan diri untuk memiliki anak harus dimiliki oleh suami dan istri. Sayangnya kebanyakan istri mengeluh atas sikap pasangan yang masih dinilai kurang siap untuk memiliki anak.
- Ingin fokus dengan anak lain. Kebanyakan orang tua tidak menginginkan anaknya merasa terasingkan atau kurang kasih sayang. Selain itu, jarak kelahiran anak yang terlalu dekat akan membuat mereka sulit membagi perhatiannya secara adil. Untuk itu, mereka menilai jika melakukan aborsi merupakan pilihan yang tepat untuk menjaga mental anak lainnya.
- Mengganggu masa depan. Tidak semua pasangan menginginkan kehadiran seorang anak ditengahnya. Sebagian dari mereka menilai jika kehadiran anak akan mengganggu masa depan seperti karier dan pendidikan.
- Alasan kesehatan. Permasalahan kesehatan menjadi faktor yang harus dipertimbangkan karena dapat mengancam keselamatan ibu. Kondisi kesehatan yang buruk akan membahayakan ibu dan janin sehingga tindakan aborsi dinilai efektif untuk mengatasinya.
- Pengaruh teman atau keluarga. Mereka yang melakukan aborsi karena faktor ini menilai jika kelahiran seorang anak dianggap sebagai aib atau memberikan hal negatif bagi keluarga.
Baca juga : Perempuan dan Kuasa Tubuh Atas Penggunaan Kontrasepsi
Peran pemerintah dan organisasi non-pemerintah mengatasi stigma negatif tentang aborsi
Lembaga pemerintah dan organisasi non-pemerintah memiliki peran penting dalam mengubah stigma negatif masyarakat terhadap aborsi. Beberapa upaya yang dapat dilakukan, diantaranya:
- Melakukan kampanye tentang aborsi. Baik pemerintah ataupun organisasi non-pemerintah dapat memberikan edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya aborsi bagi kesehatan reproduksi dan keselamatan ibu.
- Memberikan layanan kesehatan yang aman dan terbuka. Pemerintah dapat membuka layanan kesehatan yang aman dan legal kepada perempuan yang ingin melakukan aborsi. Layanan kesehatan ini harus menjamin kesehatan fisik dan mental ibu agar terhindar dari dampak yang tidak diinginkan.
- Dukungan psikologis. Perempuan yang melakukan aborsi kerap kali merasa bersalah yang menyebabkannya stres hingga depresi. Untuk itu, diperlukan dukungan psikologis profesional dari pemerintah atau organisasi non-pemerintah kepada perempuan yang melakukan aborsi.
- Menciptakan undang-undang tentang aborsi. Menciptakan undang-undang yang melindungi tindakan aborsi legal sangat penting untuk dilakukan. Masyarakat akan merasa lebih terlindungi untuk melakukan aborsi yang legal di masa depan.
Dukung perempuan untuk memutuskan sendiri masa depannya. (Yuni Camelia Putri)
Sumber:
- Mutia Isni Rahayu, 2019. “5 Jenis Aborsi Sesuai Usia Kandungan hingga Efek Sampingnya ”, dalam doktersehat
- Iftihal Muslim Rahman, 2020. “Aborsi dan Stigma Negatifnya di Masyarakat”, dalam HerStory