Bincangperempuan.com- Rama Herawati mempunyai andil besar dalam terbentuknya Universitas Syiah Kuala bebas sampah. Berkat gagasannya mendirikan Bank Sampah USK, kampus jantung hati rakyat Aceh itu kini mampu mengelola sampah secara mandiri dan menjadi pusat penelitian bagi banyak orang.
Bank Sampah USK (BSU) resmi berdiri pada 4 Januri 2019 silam. Gagasan pendirian BSU berawal dari keprihatinan Rama terhadap urusan persampahan di Aceh yang masih belum selesai. Sampah selalu berakhir di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) tanpa dilalui proses pengelolaan.
“TPA pun sudah menjerit sekarang, sebentar lagi ini sudah penuh. Lalu, mencari tempat lain lagi. Padahal itu karena sampah tidak pernah diproses,” kata alumni Magister Pertanian Universitas Syiah Kuala yang telah menyelesaikan studi di tahun yang sama saat BSU berdiri.
Sepak terjang Rama dalam dunia persampahan sudah dimulai sejak tahun 2010 saat sepulang ikut suami mengambil gelar doktoral di Jerman. Ia merasakan ketimpangan yang amat jauh antara kebersihan Negeri Kincir Angin tersebut dan tanah kelahirannya.
Baca juga: Ashri Rahmatia, Lepas Seragam Kantoran, Pilih Bertani
Bank Sampah USK ini pun bentuk solusi yang ditawarkan Rama agar persoalan sampah dapat selesai. Gebrakannya ia mulai dari kampus tempat ia belajar. Ada alasan di baliknya, Rama berkeyakinan dunia pendidikan bisa menyelesaikan urusan persampahan.
Di mulai dari dunia pendidikan, ia berharap seluruh civitas akademika di Universitas Syiah Kuala bisa bertanggung jawab dengan sampah sendiri dan dapat menularkan kebiasaan positif ini kepada masyarakat yang lebih luas.
“Kita harus optimis dunia pendidikan bisa menyelesaikan urusan ini,” katanya.
Sejak kehadiran BSU, sampah dari segala kegiatan kampus pun kini dapat terkelola lebih baik. Saat kegiatan dalam skala besar, Rama akan membuka pendaftaran bagi mahasiswa yang mau menjadi relawan untuk menjaga ketertiban sampah. Kegiatannya pun diupayakan agar tidak lagi menggunakan botol kemasan.
Tidak terkecuali bagi kegiatan di luar kampus seperti perpisahan sekolah dan pesta perkawinan yang menggunakan gedung serbaguna AAC Dayan Dawood di Universitas Syiah Kuala. Tata kelola sampah tidak luput dalam radar Bank Sampah USK. Rama akan mengawal ketat pengguna gedung dengan memberikan edukasi pemilahan agar tidak meninggalkan sampah usai kegiatan.
“Kita buat tong sampah terpilahnya langsung di situ. Mereka silakan makan minum, tapi sampahnya jatuh ke tong sampah yang sudah berjenis. Hasilnya nanti akan dibawa ke bank sampah diakhiri dengan data sampah. Nanti akan kita berikan feedback dengan harapan bisa kembali menyetor sampah ke BSU,” jelas Rama.
Baca juga: Anak Muda, Saatnya Selamatkan Bumi
Saat ini, Bank Sampah USK memiliki dua shelter tempat pengelolaan sampah, yakni BSU 1 tempat mengelola sampah nonorganik seperti plastik, kertas, tutup botol, dan sampah yang tidak bisa terurai lainnya. Kemudian, BSU 2 dijadikan tempat mengelola sampah organik.
Di BSU 2, Bank Sampah USK mengolah sampah sisa makanan dan daun-daun kering lainnya yang disetor dari nasabah menjadi pupuk kompos. Sebagian sampah sisa makanan itu juga dikelola sebagai makanan untuk peternakan maggot black soldier fly (BSF).
Pengelolaan sampah di Bank Sampah USK pun kini berhasil menarik atensi dari berbagai kalangan mulai dari lembaga pemerintahan, sekolah, hingga swadaya masyarakat. Mereka berkunjung untuk belajar dengan melihat langsung pengelolaan sampah di BSU dan ada juga yang kemudian menjadi nasabah.
Rama menyampaikan bahwa ada lebih dari 200 nasabah yang menyetorkan sampah ke Bank Sampah USK. Nasabah ini kebanyakan merupakan lembaga seperti pesantren, perpustakaan, sekolah, kimia farma, dan beberapa di antaranya juga individu seperti dosen dan mahasiswa.
“Semua nasabah itu kita edukasi dan data sampahnya taruk di sini, pemilahan harga mati sama kita,” katanya.
Nasabah yang menyetorkan sampah ke Bank Sampah USK pun akan diberi imbalan. Sampah organik yang disetorkan itu akan ditukarkan dengan pupuk kompos yang telah diolah oleh Bank Sampah USK dalam kurun waktu sebulan.
“Harga pupuk kompos kalau beli 1 ton kita jual Rp1000 per goninya, dan kalau beli 1 goni Rp1.500. Harganya murah karena kita memang tidak berniat komersil. Tetapi, kalau nasabahnya bawa sampah, tidak perlu beli,” katanya.
Edukasi pengelolaan sampah itu pun tidak hanya terbatas di lingkup kampus Universitas Syiah Kuala. Kegiatan edukasi juga dilakukan ke sekolah, masjid, pesantren, hingga lembaga pemerintah. Rama juga sering mengawal tata kelola sampah bersama relawan mahasiswa saat kegiatan skala besar yang diadakan oleh pemerintah.
“Kalau buat acara, stand-nya kita edukasi semua, buang sampahnya ke sini setelah itu antar ke posko. Walaupun kita dapatin sampahnya masih campur yang penting masuk dulu ke tong sampah,” katanya.
Perempuan Kunci Penyelesaian Tata Kelola Sampah Menjadi Lebih Baik
Selain dunia pendidikan, Rama percaya bahwa persoalan sampah dapat diselesaikan lebih cepat oleh perempuan. Sebab itu, sering kali kegiatan edukasi kampanye pengelolaan sampah oleh Bank Sampah USK menyasar perempuan.
Dari kacamata Rama, perempuan menjadi orang yang paling sering menangani sampah rumah tangga. Mereka orang yang hampir selalu berada di dapur. Apalagi, sampah yang berakhir di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) 70 persen disumbang oleh sampah organik.
“Di rumah, ibu yang paling sering memegang sampah rumah tangga, di dapur itu perempuan, tidak akan mungkin bapak kecuali beberapa bapak-bapak yang rajin. Tapi, ini cerita mayoritas, perempuan yang di belakang,” kata Rama.
Menurut Rama, persoalan sampah akan dapat lebih cepat diselesaikan apabila perempuan sudah memiliki pengetahuan untuk mengelola sampah. Terutama sampah organik itu tidak sulit untuk diolah menjadi pupuk kompos.
“Sampah organik itu gampang sekali, tanam aja di tanah. Kalau tidak ada tanah, bisa kita beli masukkan dalam pot, terus sampah nonorganik bawa saja ke bank sampah,” katanya.
Baca juga: Cerita Twineester Melawan Stigma Penari Hip Hop di Aceh
Rama juga menyampaikan persoalan sampah akan terus carut marut jika perempuan abai mengelola sampah rumah tangganya. “Yang kita harus sentuh itu memang ibunya, terutama yang punya kuasa seperti Ibu PKK, Keuchik, Gubernur, dan Rektor. Itu yang kita sentuh nomor satu,” kata Rama.
Rama sendiri merupakan seorang ibu rumah tangga yang tidak berhenti mengampanyekan pengelolaan sampah. Melalui Bank USK, ia terus bergerak dan mengajak lebih banyak orang agar peduli dengan kebersihan lingkungan dengan cara membereskan sampahnya sendiri. (Nurul Hasanah/eL)