Bincangperempuan.com- Feminisme bukanlah kata yang baru terdengar di telinga. Bagi sebagian orang, feminisme berhasil menghadirkan kesetaraan dalam kehidupan sehari-sehari. Akan tetapi, sebagian lainnya memandang jika feminisme merupakan bentuk perlawanan atau kebencian terhadap laki-laki, individu yang melakukan protes di jalan atas dominasi laki-laki di sekitarnya, dan upaya memusnahkan laki-laki di aspek kehidupan.
Bagi kelompok patriarki, konsep feminisme dianggap merusak pandangan historis yang telah lama ada. Konsep ini dianggap menyalahi aturan yang menganggap bahwa laki-laki yang harus lebih tinggi dari perempuan. Kesalahpahaman seputar feminisme dan stigmatisasi terhadap kata dan gerakan feminis berasal dari ketidaktahuan secara keseluruhan. Untuk itu, diperlukan usaha lebih untuk meluruskan kesalahpahaman tentang feminisme. Lantas, apa saja kesalahpahaman tentang feminis yang harus diluruskan?
Feminis tidak membenci laki-laki
Kamu pasti sering mendengar tentang feminis yang dianggap membenci laki-laki, bukan? Persepsi ini muncul karena feminisme merupakan perjuangan untuk kesetaraan gender yang kerap dikaitkan dengan perempuan. Padahal, konsep feminisme juga mendukung perjuangan para laki-laki yang selalu dituntut untuk kuat karena jenis kelaminnya.
Perlu diketahui bahwa persepsi ini tidak benar ya, B-Pers! Feminisme memandang bahwa laki-laki dan perempuan memiliki perjuangan yang berbeda dan sulit. Untuk itu, mementingkan keuntungan pribadi seorang perempuan bukanlah konsep kesetaraan yang sebenarnya.
Selain itu, konsep misandri atau membenci dan merendahkan perempuan dinilai bukan bagi dari feminisme yang sebenarnya. Para feminis ingin melihat perempuan bangkit dan mencapai kesetaraan yang sama dengan laki-laki, tetapi merendahkan laki-laki dalam prosesnya tidak lebih dari sekadar meningkatkan ketidaksetaraan gender yang sudah ada. Untuk itu, perlu diingat bahwa para feminis tidak membenci laki-laki.
Baca juga: Perempuan Lokal, Tak Surut Merawat Tradisi Seklang Putung
Feminis dan feminazi itu berbeda
Feminisme mendukung kesetaraan gender dengan mengadvokasi hak-hak perempuan. Sementara itu, femininazi atau feminis radikal cenderung berusaha untuk menindas atau membenci laki-laki dengan ungkapan “memperjuangkan hak perempuan”.
Sikap seorang feminis radikal inilah yang sering merugikan kelompok feminis lainnya. Seorang feminis radikal menganggap bahwa laki-laki merupakan manusia yang terobsesi pada seks dan tidak berguna di kehidupan. Untuk itu, feminis radikal tidak dianggap sebagai bagian dari kelompok feminis yang sebenarnya.
Feminisme tidaklah berusaha untuk lebih kuat dari laki-laki
Perlu diingat bahwa feminisme hadir untuk memperjuangkan hak-hak perempuan dan mencapai kesetaraan tanpa menjatuhkan laki-laki. Satu-satunya kelompok yang berusaha untuk merendahkan laki-laki adalah mereka yang menganut pemahaman feminisme radikal.
Feminisme radikal secara terbuka mengakui bahwa mereka ingin menghancurkan laki-laki untuk mencapai kesuksesan. Tentu saja, hal ini tidak sejalan dengan aspek-aspek feminism yang sesungguhnya. Sekali lagi, menindas laki-laki untuk mencapai kesuksesan bukanlah konsep kesetaraan gender yang diperjuangkan oleh kelompok feminis sesungguhnya.
Agama dan preferensi seksual tidak ada hubungannya dengan seorang feminis
Kamu tidak harus menjadi lesbian atau menganut agama tertentu untuk menjadi feminis. Siapapun dapat berjuang untuk mempromosikan kesetaraan gender. Perbedaan ini tidak menjadi masalah karena setiap manusia berhak untuk merasakan kesetaraan.
Apa yang diinginkan oleh feminis adalah kesetaraan gender dalam aspek kehidupan. Jika seorang perempuan ingin tampil beda, feminisme mendukung pilihan dan kemampuan perempuan tersebut untuk menemukan kebahagiannya sendiri. Pada akhirnya, yang perlu digaris bawahi adalah feminisme merupakan upaya untuk mempromosikan kesetaraan, bukan menodai preferensi seksual dan agama.
Feminisme mendukung seluruh pilihan perempuan
Benarkah feminisme hanya mendukung perempuan yang bekerja formal? Tentu saja tidak! Feminisme mendukung seluruh pilihan perempuan termasuk keputusan mereka yang ingin menjadi ibu rumah tangga dan istri.
Bagi sebagian orang, perempuan yang bekerja di kantor kerap dianggap lebih baik daripada perempuan yang mengurusi rumah tangga. Padahal, keduanya memiliki kesamaan karena dianggap mampu menangani pekerjaan yang sulit untuk hasil yang lebih baik. Bagi seorang feminis, perempuan yang bekerja di kantor dan ibu rumah tangga memiliki kemampuan untuk maju dengan caranya sendiri.
Seorang feminis memandang bahwa perempuan yang memilih sebagai ibu rumah tangga dapat mendukung kesetaraan gender dengan mengajarkan anak laki-lakinya untuk menghargai perempuan, berempati, dan berpikiran terbuka terhadap perjuangan masing-masing pihak untuk menemukan kebahagiaannya. Ya, ada banyak cara positif untuk mendukung kesetaraan gender di rumah ataupun area publik.
Hanya perempuan yang dapat menjadi feminis
Apakah kamu tahu kalau laki-laki dapat menjadi seorang feminis? David Schwimmer merupakan seorang feminis yang terus mendukung kesetaraan gender di dunia. Hal ini menunjukkan bahwa laki-laki dapat memperjuangkan kesetaraan gender di kehidupan. Para feminis laki-laki menyakini bahwa laki-laki dan perempuan diciptakan setara. Mereka secara aktif menyuarakan dan mendukung hak-hak perempuan di sekitarnya.
Feminis mendukung hak perempuan
Seorang feminis menolak gagasan bahwa laki-laki menentukan status, kesehatan, dan keputusan reproduksi perempuan. Menurut seorang feminis, laki-laki tidak berhak untuk ikut campur dalam hak perempuan karena tidak dapat memahami apa yang dilalui oleh perempuan selama masa reproduksi.
Dalam penggunaan pil kontrasepsi misalnya, perempuan memiliki hak untuk berhenti atau tetap menggunakannya. Selain itu, permasalahan aborsi turut menjadi hak perempuan karena menyangkut keselamatannya. Ironinya, dua hal ini kerap diperdebatkan karena kuatnya nilai patriarki. Meskipun demikian, kelompok feminis terus mendukung pemenuhan hak-hak perempuan.
Sumber:
- Adriana Morgan, 2017. “20 Misconceptions About Feminism That Need To Go”, dalam odyssey
- Rachel Murray, 2023. “Demystifying Feminism: 8 Common Myths Debunked”, dalam she+ geeks out