Bincangperempuan.com– Iklan produk kecantikan dengan bumbu kalimat “membuat kulit tampak putih” masih sering kita temukan di berbagai media, baik itu televisi, media sosial, hingga papan reklame. Pesan semacam ini sering kali dianggap menarik perhatian, terutama di masyarakat yang memiliki standar patriarki.
Pesan “membuat kulit tampak putih” erat kaitannya dengan standar kecantikan yang bersifat rasial sebagai peninggalan kolonialisme, dimana menganggap kulit putih sebagai lambang kecantikan, status sosial, atau bahkan kesuksesan.
Standar kecantikan yang bersifat rasial adalah fenomena yang telah lama menjadi bagian dari sejarah manusia. Sebagai standar kecantikan yang diimpor oleh penjajah sering kali mengutamakan ciri-ciri fisik tertentu yang dianggap superior, sementara ciri-ciri fisik asli penduduk lokal dianggap inferior. Standar ini sering kali menekan perempuan, khususnya di negara-negara Asia, untuk menggunakan berbagai produk pemutih kulit agar dianggap “cantik” atau “ideal.”
Preferensi terhadap Kulit Putih
Salah satu contoh paling jelas dari standar kecantikan rasial adalah preferensi terhadap kulit putih. Selama era kolonial, kulit putih dianggap sebagai simbol status sosial yang tinggi dan superioritas. Hal ini menyebabkan banyak masyarakat di negara-negara jajahan mengadopsi pandangan bahwa kulit putih lebih diinginkan daripada kulit gelap. Akibatnya, produk pemutih kulit menjadi sangat populer dan terus digunakan hingga saat ini.
Contohnya di India, selama masa kolonial Inggris, kulit putih dianggap sebagai tanda kecantikan dan status sosial yang tinggi. Iklan-iklan produk pemutih kulit seperti sabun Pears sering kali menampilkan wanita berkulit putih sebagai lambang kecantikan ideal. Hal ini membentuk persepsi bahwa memiliki kulit yang lebih terang adalah aspirasi yang diinginkan oleh banyak orang India. Menurut penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal Journal of Historical Sociology yang diterbitkan Wiley-Blackwell mengatakan standar kecantikan kulit putih di India berasal dari pengaruh kolonial yang menekankan dominasi rasial.
Padahal banyak produk kecantikan dengan klaim “membuat kulit tampak putih” mengandung bahan kimia yang berpotensi berbahaya, seperti merkuri, hidrokuinon, atau steroid. Bahan-bahan ini, meskipun memberikan efek cerah sementara, dapat menyebabkan iritasi kulit, alergi, hingga kerusakan organ jika digunakan dalam jangka panjang.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) bahkan telah memperingatkan bahaya penggunaan merkuri dalam produk pemutih kulit, yang dapat menyebabkan gangguan ginjal dan sistem saraf. Oleh karena itu, penting bagi konsumen untuk lebih kritis dalam memilih produk kecantikan dan memahami risiko yang mungkin ditimbulkan.
Baca juga: Conscious Beauty: Menantang Standar Kecantikan Patriarki
Bentuk Hidung dan Rambut
Selain warna kulit, standar kecantikan kolonial juga mencakup ciri-ciri fisik lainnya seperti bentuk hidung, mata, dan rambut. Misalnya, hidung yang mancung dan rambut lurus sering kali dianggap lebih menarik dibandingkan hidung pesek dan rambut keriting. Standar ini mencerminkan pandangan Euro-sentris yang menganggap ciri-ciri fisik orang Eropa sebagai patokan kecantikan universal.
Di Afrika, selama masa kolonial, banyak wanita Afrika dihadapkan pada tekanan untuk meluruskan rambut mereka menggunakan metode yang berbahaya dan menyakitkan agar sesuai dengan standar kecantikan Barat. Praktik ini masih berlanjut hingga saat ini, dengan banyak wanita Afrika yang menggunakan produk pelurus rambut kimiawi untuk mencapai rambut lurus yang dianggap lebih “profesional” dan “menarik”.
Dampak Negatif Standar Kecantikan Rasial
Standar kecantikan yang bersifat rasial ini sangat merugikan dan memberikan dampak dalam berbagai aspek. Pertama, hal ini dapat menyebabkan rendahnya harga diri dan rasa tidak puas terhadap penampilan diri sendiri di kalangan individu yang tidak memenuhi standar tersebut. Kedua, standar ini juga dapat mendorong praktik-praktik yang berbahaya, seperti penggunaan produk pemutih kulit yang mengandung bahan kimia berbahaya. Ketiga, standar kecantikan yang bersifat rasial dapat memperkuat stereotip dan diskriminasi rasial, yang pada gilirannya dapat memperburuk ketidaksetaraan sosial.
Para ahli juga menyoroti bagaimana standar kecantikan yang bersifat rasial ini terbentuk dan dipertahankan. Menurut penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal Race and Social Problems (Hamed, 2019), standar kecantikan rasial secara signifikan mempengaruhi persepsi diri dan kesejahteraan psikologis individu. Penelitian ini menunjukkan bahwa tekanan untuk memenuhi standar kecantikan yang bersifat rasial dapat menyebabkan stres, kecemasan, dan depresi.
Dilansir dari cewek banget.id, Ajeng Patria Meilisa, seorang Akademisi Ilmu Komunikasi, menyatakan bahwa standar kecantikan perempuan akan terus berubah seiring berjalannya waktu dan dipengaruhi oleh produk kosmetik serta media. Media massa sering kali memainkan peran besar dalam mempromosikan standar kecantikan yang terbentuk oleh kolonialisme, dengan menampilkan model-model yang memiliki ciri-ciri fisik yang dianggap ideal menurut standar Barat.
Seiring berjalannya waktu, ada juga perubahan dan diversifikasi dalam standar kecantikan, dengan semakin banyaknya representasi berbagai jenis kecantikan dari berbagai budaya dan etnis. Namun, pengaruh media dan produk kosmetik tetap signifikan dalam membentuk persepsi masyarakat tentang kecantikan.
Beberapa jurnal penelitian juga menunjukkan bahwa standar kecantikan yang berlaku di masyarakat sering kali dipengaruhi oleh media dan industri kecantikan yang mengkonstruksi pengertian cantik dan tubuh ideal. Dalam penelitian ini, disebutkan bahwa masyarakat perlu lebih kritis terhadap konten media dan memahami bahwa kecantikan tidak memiliki satu definisi tunggal.
Tanggung Jawab Brand dalam Mengubah Narasi
Brand kecantikan memiliki peran besar dalam membentuk persepsi masyarakat tentang kecantikan. Alih-alih mempromosikan klaim seperti “membuat kulit tampak putih,” perusahaan dapat mengadopsi narasi yang lebih inklusif dan edukatif. Misalnya, mengganti slogan menjadi “merawat kulit agar sehat dan bercahaya” atau “kulit sehat untuk semua warna.”
Selain itu, kampanye yang mengedepankan keberagaman model dengan berbagai warna kulit juga dapat membantu menghapus stigma tentang kecantikan yang hanya berpusat pada kulit putih. Dengan langkah ini, brand tidak hanya menjual produk, tetapi juga mendukung gerakan yang lebih positif dan inklusif.
Baca juga: Rekonstruksi Perempuan dalam Kontes Kecantikan
Menghargai Keragaman Kecantikan
Untuk mengatasi masalah ini, penting bagi masyarakat untuk mengakui dan menghargai keragaman kecantikan yang ada. Pendidikan dan kesadaran tentang sejarah dan dampak negatif dari standar kecantikan yang bersifat rasial perlu ditingkatkan. Selain itu, industri kecantikan juga harus lebih inklusif dan merayakan berbagai bentuk kecantikan tanpa memandang ras atau etnis.
Penting untuk mempromosikan representasi yang beragam dalam media dan industri kecantikan. Ini termasuk menampilkan model dengan berbagai warna kulit, bentuk tubuh, dan ciri-ciri fisik lainnya. Selain itu, pendidikan tentang sejarah kolonialisme dan dampaknya pada persepsi kecantikan juga perlu ditingkatkan agar masyarakat dapat memahami asal usul dari standar kecantikan yang ada dan mengapa penting untuk menghargai keragaman. Sehingga kita dapat bergerak menuju masyarakat yang lebih adil dan menghargai keindahan dalam segala bentuknya.
Standar kecantikan yang bersifat rasial adalah produk dari masa lalu yang harus kita tinggalkan, dan kita harus berusaha untuk menciptakan standar kecantikan yang lebih inklusif dan menghargai keragaman. Dalam dunia yang semakin terhubung dan beragam, penting bagi kita untuk merayakan kecantikan dalam segala bentuk dan warna, dan tidak lagi membiarkan warisan kolonialisme mendikte apa yang dianggap indah.