Home » Isu » Kesetaraan Gender » Stop Normalisasi Manel, Saatnya Suarakan Kesetaraan!

Stop Normalisasi Manel, Saatnya Suarakan Kesetaraan!

All Male Panel

Bincangperempuan.com-  B-Pers, apakah kalian pernah menghadiri suatu seminar yang semua pembicaranya didominasi laki-laki? Bahkan untuk materi yang sebenarnya perempuan lebih mumpuni, namun laki-laki yang ditunjuk sebagai speakernya. Atau pernahkan kalian melihat situasi dimana perempuan hanya dijadikan pembawa acara? Alih-alih hanya sebagai contact person?

Yap, fenomena ini ternyata disebut sebagai All Male Panel atau manel.

Manel adalah suatu kegiatan diskusi yang pembicaranya seluruhnya laki-laki. Istilah ini merupakan kata campuran yang berasal dari kata man dan panel. Tim Kamus Oxford dan Kamus Cambridge sama-sama menerbitkan postingan blog tentang kata tersebut pada tahun 2017, yang menunjukkan bahwa istilah tersebut masih baru pada saat itu.

Memang apa masalahnya jika semua pembicara dalam forum diskusi adalah laki-laki?

Berikut adalah salah satu All Male Panel yang bisa B-pers jadikan bahan pertimbangan.

Dalam unggahan di hari Kartini tahun 2020 tersebut, pengguna media sosial X, Tunggal Pawestri mengunggah salah satu contoh manel yan menuai berbagai tanggapan dari pengguna X lainnya.

“Wahh.. kok ngomongin soal perempuan.. pembicaranya laki laki semua” pengguna X dengan akun @sonibetamax mengomentari

“Lha yug opo dokter forensik kudu pernah mati untuk menjelaskan kekakuan mayat??” tulis pengguna X dengan akun @choirotunhisan dalam quote repostnya.

Baca juga: Fatmayana, Perempuan Pelopor Pendidikan di Bengkulu Utara

Dalam seminar yang akan diselenggarakan oleh lembaga tersebut akan membahas hal yang lekat kaitannya dengan perempuan namun malah menghadirkan pembicara yang semuanya laki-laki. Pembicara yang dihadirkan  memang ahli dalam bidangnya masing-masing, akan tetapi alangkah baiknya jika menghadirkan pembicara yang mengalami langsung hal tersebut. Karena mereka yang dianggap “ahli” bisa jadi tidak merepresentasi pengalaman, keahlian, serta kepentingan kelompok masyarakat tertentu.

Kehadiran pembicara perempuan menjadi hal krusial untuk memproduksi pengetahuan atau sudut pandang lain. Untuk menyadarkan perempuan bahwa kehadiran mereka dalam proses produksi pengetahuan adalah suatu aspek yang penting dan dalam adu gagasan, hadirnya perempuan adalah untuk melawan mitos gender, bias dan stereotip yang masih langgeng di masyarakat.

Fenomena manel ini akan menyebabkan sudut pandang laki-laki mendominasi produksi pengetahuan yang ada. Selain tidak memberi kesempatan keberagaman cara pandang, manel bisa mengekalkan budaya patriarki. Ketika hanya satu kriteria orang diberi kesempatan berkali-kali untuk diikutsertakan pada diskusi publik, hal ini akan mengkerdilkan golongan tertentu, mengecualikan pendapat dan sudut pandang banyak orang, dan pada akhirnya berdampak pada kekayaan diskusi.

Kegiatan bertukar pendapat adalah proses pertukaran ilmu pengetahuan, mempengaruhi wacana masyarakat, mempengaruhi kebijakan, jika terus-menerus didominasi oleh golongan tertentu, ilmu pengetahuan terancam tidak peduli pada golongan lainnya atau bahkan menghapus realita yang ada yang menjadi konteks penting bagi kelompok lain.

Misal kalau panel atau pembicaranya memang panel pejabat, berhubungan dengan profesi tinggi tertentu, maka manel menguatkan fakta bahwa masih sedikit perempuan yang ahli dapat menduduki posisi pengambil keputusan strategis.

Jika menelusuri alasan dibalik terselenggaranya All Male Panel, maka jawaban yang dapat ditemui ialah tidak dapat menjangkau perempuan-perempuan yang ahli dalam suatu bidang yang diinginkan atau yang lebih miris adalah anggapan bahwa kualitas acara tidak akan menurun jika tidak ada perempuan.

Untungnya tidak sedikit pula masyarakat yang sadar dan menyuarakan No Manel. Pada Hari Perempuan Internasional tahun 2021, sebuah inisiatif diluncurkan oleh Cameron MacKay, Duta Besar Kanada, untuk berjanji hanya berpartisipasi dalam panel yang menyertakan perempuan. Tiga puluh sembilan duta besar lainnya di Jakarta dan tiga direktur jenderal dari Kementerian Luar Negeri bergabung dalam janji tersebut.

Berkomitmen dalam menyuarakan No Manel bukan hanya sekedar menempatkan perempuan menjadi panelis atau sebagai pembicara, namun juga tentang keragaman lintas bidang. No Manel memberikan ruang inklusif yang mempertimbangkan unsur gender, ras, orientasi seksual, kelas sosial, disabilitas, geografi, dan bahasa dalam diskusi publik.

Baca juga: Dayah Diniyah Darussalam: Naungan untuk Korban Kekerasan di Aceh 

Jika sudah muncul kesadaran, maka bagaimana cara menghindari manel?

United Nations Indonesia telah menerbitkan panduan yang dapat digunakan oleh masyarakat untuk menghidari manel.

Bagi penyelenggara acara

  1. Publikasikan komitmen Anda. Pastikan para pemangku kepentingan eksternal mengetahui komitmen akan No Manel melalui situs maupun akun sosial media organisasi Anda. Jangan ragu menunjukkan keragaman dan inklusi.
  2. Memastikan kuota panelis ketika menyelenggarakan acara. Upayakan agar klausa mengenai inklusi tercantum dalam Terms of Reference acara agar ada pertimbangan yang lebih luas mengenai identitas gender, etnis, latar belakang sosio ekonomi, geografi, bahasa dan disabilitas. Aspek perencanaan dan pembiayaan dari acara Anda, seharusnya juga memperhatikan tantangan dan mendukung upaya dalam mendukung partisipasi yang lebih beragam. 
  3. Melibatkan perempuan ketika merencanakan acara. Untuk mendapatkan panelis/pembicara dengan jumlah perempuan dan laki-laki seimbang, libatkan perempuan ketika menyelenggarakan acara dan dalam pengambilan keputusan. Hal ini bukan hanya akan memperkaya diskusi, tetapi juga memperluas jejaring organisasi Anda.
  4. Hindari tokenisme . Hindari menempatkan satu orang panelis perempuan saja, demi sekedar menampilkan sosok perempuan di antara para panelis. Selain itu, minta panelis tersebut untuk berbicara mewakili isu-isu minoritas (misalnya perempuan). Hindari melakukan upaya ini hanya sekali saja, sebaiknya jadikan keragaman sebagai norma ketika menyelenggarakan acara (sama halnya bagi kelompok minoritas lainnya). Selain itu, penting juga untuk diketahui bahwa moderator/MC tidak memiliki fungsi yang sama seperti panelis, yang berperan memberikan pendapatnya sebagai pakar, sehingga jika pihak moderator/MC saja yang perempuan sedangkan semua panelis adalah laki-laki, hal ini masih dianggap tokenisme.

Bagi Panelis yang diundang

  1. Bertanya siapa saja panelis/pembicara lainnya dan bagaimana keseimbangan gender dan keragaman akan tercapai.
  2. Memastikan partisipasi perempuan sebagai standar. Sebagai suatu syarat keikutsertaan Anda di acara tersebut, informasikan bahwa Anda adalah bagian dari kelompok yang berkomitmen pada “No-Manel Pledge” dan oleh karena itu perempuan harus menjadi anggota panel, serta dapat berpartisipasi secara bermakna.
  3. Mendorong para perempuan di organisasi Anda untuk menjadi panelis. Pastikan untuk mengirim kelompok yang beragam untuk berpartisipasi dalam pertemuan dan perwakilan perempuan/ kelompok minoritas dapat berbicara/didengarkan di pertemuan tersebut. Jadikan para kolega ini sebagai panelis dan perwakilan organisasi Anda. Para perempuan yang ingin dimasukkan dalam database panelis untuk Indonesia, dapat mengirimkan email ke [email protected] dengan mencantumkan nama, nomor kontak dan bidang keahlian yang dimiliki. 
  4. Anda mempunyai hak untuk mundur atau menominasikan orang lain, bahkan pada saat-saat terakhir ketika mengetahui semua panelis/pembicara adalah laki-laki. 

Bagi peserta yang menghadiri

  1. Menuntut Inklusi. Apabila peserta melihat semua panelis adalah laki-laki, cari cara yang tepat untuk memberikan masukan yang konstruktif. Beritahu pihak penyelenggara bahwa aspek keragaman belum tercapai di acara ini. Bisa saja penyelenggara acara/panelis/peserta lain tidak menyadari hal ini. Apabila acara belum dilaksanakan (tapi sudah dipublikasikan secara luas), bersikaplah proaktif dengan menghubungi pihak penyelenggara dan menyarankan panelis alternatif (termasuk Anda sendiri apabila Anda seorang perempuan yang memiliki pengalaman yang relevan). 
  2. Menggunakan Kekuatan Media Sosial. Menemui pihak penyelenggara dan anggota panel setelah menghubungi secara pribadi dan memberitahu mereka tentang adanya potensi Manels, biasanya akan mendapatkan tanggapan yang baik dan mereka akan berusaha membuat penyesuaian. Namun pada kesempatan berbeda, akan lebih bermanfaat dan efektif jika memberitahukan hal ini melalui media sosial dan tag pihak penyelenggara, panelis, organisasi, atau organisasi masyarakat sipil lainnya agar dapat memonitor munculnya Manels, seperti tag @PanelLaki, @unwomenid untuk di Indonesia, atau @GenderAvenger di negara lain. 

Sumber :

  • Guidance for Avoiding All Male Panels

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Artikel Lainnya

Apa itu femisida?

Femisida: Memahami Kekerasan Berbasis Gender dan Tindakan Pencegahannya

Male Gaze: Ketidakadilan Gender dan Bencana Bagi Perempuan

Perempuan dan Akses Pendidikan yang Setara

Menanti Akses Pendidikan yang Setara

Leave a Comment