Home » News » Sudah Terjadi 13 Kasus: Alarm Kekerasan Seksual di Sekolah

Sudah Terjadi 13 Kasus: Alarm Kekerasan Seksual di Sekolah

Betty Herlina

News

Bincangperempuan.com-  Mira (bukan nama sebenarnya,red) siswi salah satu sekolah negeri di Kota Bengkulu. September lalu, gadis kecil yang baru beranjak remaja ini menjadi korban kekerasan seksual dengan terduga pelaku oknum guru berstatus PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja).  

Dilansir dari Laporan Polisi kejadian naas tersebut terjadi di salah satu ruang sekolah pada saat aktivitas belajar mengajar masih berlangsung. Aparat kepolisian resmi menangkap terduga pelaku berselang beberapa hari kasus ini dilaporkan.

Meskipun pelaku sudah ditangkap namun usut punya usut korban Mira, sudah tidak nyaman lagi untuk belajar di sekolah tersebut. Korban merasa malu, trauma dan ketakutan. Informasi yang beredar korban sempat mendapatkan intimidasi dan dicecar pertanyaan oleh pihak sekolah. Seperti yang disampaikan kuasa hukum korban, Rusmala Netti, SH.

“Korban sempat ditanya-tanya pihak sekolah secara beramai-ramai, itu pun setelah kasus ini dilaporkan ke Kepolisian, saat diinterogasi korban bahkan direkam. Keluarga korban juga didatangi, berulang kali untuk diajak berdamai,” papar Netti, Senin (18/11/2024).

Hingga berita ini diturunkan, proses pengusutan kasus korban Mira sudah dinyatakan P21 dan bergulir ke pengadilan. Oknum guru terduga pelaku dijerat dengan pasal 82 UU 17 tahun 2016 tentang Perlindungan Anak.

Baca juga: Absennya Rumah Aman bagi Korban Kekerasan Seksual di Bengkulu

Ada 13 kejadian serupa

Apa yang menimpa Mira bukan kasus pertama di Bengkulu. Sebelumnya ada Mira-Mira lain yang turut mengalami kasus serupa.

Data SIMFONI Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak yang diakses 19 November 2024, menunjukan kekerasan seksual dengan lokasi kejadian di sekolah menempati urutan ketiga setelah Rumah Tangga dan Lokasi Lainnya di Bengkulu. Bahkan sepanjang tahun 2024 sudah ada 13 kasus kekerasan seksual dengan lokasi di sekolah.

Tingginya angka tersebut menimbulkan keprihatinan di kalangan aktivis perempuan di Bengkulu. Seperti disampaikan Evi Elvina Dwita, seorang pemerhati anak, advokat, dan Ketua Perkumpulan Kantor Bantuan Hukum Bengkulu (PKBHB).

“Ini jumlah yang cukup tinggi untuk kasus kekerasan seksual di lingkungan sekolah, artinya lingkungan sekolah tidak menjadi ruang aman untuk anak-anak,” tegas Evi.

Terpisah Ketua PGRI Kota Bengkulu, Nawardi menyayangkan kasus kekerasan seksual yang masih terjadi di sekolah. Apalagi, sekolah merupakan institusi pendidikan, yang seharusnya menjadi ruang aman bagi anak-anak, sebagai rumah ke dua.

Nawardi menekankan pentingnya adanya edukasi hukum yang diperuntukan bagi guru-guru  serta edukasi kesehatan reproduksi untuk anak-anak di sekolah. Sehingga angka kekerasan seksual dengan locus tidak terjadi lagi.

“Penting ada edukasi, jadi bisa meningkatkan kesadaran di kalangan guru termasuk siswa. Guru ini juga manusia, kadang tidak semuanya tahu, jadi harus diberi tahu. Jika ada edukasi maka kita bisa sama-sama mencegah agar kasus-kasus serupa tidak terjadi lagi,” katanya saat dihubungi Bincang Perempuan, Selasa (19/11/2024).

Terkait apa yang menimpa korban Mira, Nawardi mengaku prihatin. Sebagai Ketua PGRI ia mengatakan mendapatkan informasi kejadian tersebut setelah kasus Mira bergulir di kepolisian. Ia juga tidak membantah sempat mencoba berupaya memediasi korban dengan terduga pelaku.

“Sangat menyayangkan kasus ini terjadi, kami (PGRI, red) juga baru tahu setelah ada laporan ke polisi, jadi tidak ada koordinasi sebelumnya. Tentunya kita berpihak dulu ke anggota (terduga pelaku, red), segala dipelajari dulu kan ada asas praduga tak bersalah. Kalau memang sudah terbukti bersalah, kita legowo,” lanjutnya.

Baca juga: Perempuan Alam Lestari : Menghidupkan Kearifan Lokal dan Melawan Perubahan Iklim

Usut tuntas dan beri keadilan bagi korban

Jaringan Peduli Perempuan Bengkulu (JPPB) menyatakan sikap atas kasus Tindak  Pidana Kekerasan Seksual terhadap Anak, yang melibatkan pelaku oknum guru PPPK. Dalam rilisnya JPPB dengan tegas menyatakan bahwa kasus kekerasan seksual harus diusut hingga tuntas dan memberikan keadilan bagi para korban. Tidak ada tempat bagi pelaku kekerasan seksual dalam masyarakat yang menjunjung tinggi nilai-nilai kesetaraan, keadilan, dan kemanusiaan.

Koordinator JPPB, Fonika Thoyib meminta agar pihak Kepolisian dan Kejaksaan dalam melakukan penyidikan dan upaya penegakan hukum terhadap korban anak dengan mengutamakan prinsip pendampingan, pemulihan, dan penegakan hukum berdasarkan perspektif korban.

“Serta pihak pengadilan dapat memberikan putusan sesuai peraturan undang-undang yang memberikan hukuman untuk pelaku dan memberikan rasa keadilan bagi korban,” katanya.

Ada lima pernyataan sikap yang disampaikan JPPB, yakni (1) Turut berbela sungkawa dan berduka cita sedalam-dalamnya atas kejadian kekerasan seksual yang menimpa anak di Kota Bengkulu, (2) Mengutuk keras segala bentuk Tindak Pidana Kekerasan Seksual terutama yang terjadi kepada anak, yang dapat mengganggu fungsi tubuh, reproduksi, dan sosial korban.

Kemudian (3), Menyerukan upaya Pendampingan, Penyidikan, penegakan hukum yang berprinsip kepada Perspektif Korban, Empati, dan Non-Diskriminatif, (4), Menyerukan tegaknya keadilan yang bagi korban dan keluarga korban serta keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia melalui pengusutan tuntas berdasarkan hukum terhadap pelaku dan semua pihak yang terlibat dalam Tindak Pidana Kekerasan Seksual terutama terhadap anak yang terjadi di Kota Bengkulu.

Serta (5), Menyerukan seluruh elemen masyarakat di tanah air maupun seluruh dunia untuk selalu bersinergi menciptakan ruang aman dan nyaman bagi korban Kekerasan seksual. bersatu memegang teguh prinsip bernegera dan berbangsa satu dalam memberantas Tindak Pidana Kekerasan Seksual demi Menjaga Keutuhan Negeri.

Untuk diketahui, JPPB terdiri dari 10 organisasi non pemerintah meliputi Cahaya Perempuan Women Crisis Center, Perkumpulan Kantor Bantuan Hukum Bengkulu (PKBHB), Yayasan PUPA, YASVA dan KPPI.

Serta Koalisi Perempuan Indonesia (KPI), Fatayat NU, Srikandi Provinsi Bengkulu, Aisiyah Provinsi Bengkulu dan Koalisi PPHAM. Ada pula dua instansi pemerintah yang turut serta dalam pernyataan tersebut yakni UPTD PPA Provinsi Bengkulu dan UPTD PPA Kota Bengkulu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Artikel Lainnya

Kenapa Stretch Mark di Tubuh Perempuan Dianggap “Dosa Sosial”

Mengenalkan Emosi Kepada Anak Lewat “Inside Out 2”

Kenali Emosi Anak Lewat “Inside Out 2”

Kesetaraan Gender dan Ancaman Deklarasi Konsensus Jenewa

Deklarasi Konsensus Jenewa, Ancaman Bagi Kesetaraan Gender

Leave a Comment