Home » News » Tagar #IndonesiaGelap: Mahasiswa Tuntut Keadilan

Tagar #IndonesiaGelap: Mahasiswa Tuntut Keadilan

Ais Fahira

News

#IndonesiaGelap Menggema Mahasiswa Sumbar Turun ke Jalan Tuntut Keadilan

Bincangperempuan.com- Sejak Senin, 17 Februari 2025, tagar #IndonesiaGelap membanjiri media sosial. Hingga artikel ini ditulis, tagar tersebut telah menempati posisi pertama di platform X dengan lebih dari 792.000 unggahan. Fenomena ini bukan sekadar tren di dunia maya, tetapi juga mencerminkan gelombang kekecewaan masyarakat terhadap berbagai kebijakan pemerintah yang dinilai merugikan rakyat, terutama dalam sektor pendidikan dan sumber daya alam.

Tidak hanya ramai diperbincangkan di media sosial, gelombang protes juga terjadi di berbagai daerah. Mahasiswa dari berbagai universitas turun ke jalan, menyuarakan kritik terhadap kebijakan pemerintah. Pada Senin, aksi demonstrasi dilakukan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) di Jakarta, serta di berbagai daerah lainnya,  Aceh, Jawa Tengah, dan Sulawesi Selatan. Di Sumatera Barat, pada Selasa (18 Februari 2025) puluhan demonstran tampak memenuhi depan kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumbar di Kota Padang.

Baca juga: Dulu Dilarang, Kini Dirayakan: Dinamika Imlek dan Identitas Tionghoa di Indonesia

Aksi Mahasiswa di Sumatera Barat

Mahasiswa di Sumbar menggelar aksi bersama #Indonesia Gelap. (Foto : Ais Fahira/bincangperempuan)

Aksi di Padang diinisiasi oleh Aliansi BEM se-Sumbar dan berlangsung sejak pukul 13.00 WIB. Demonstrasi ini diawali dengan aksi teatrikal yang menggambarkan kondisi rakyat yang semakin terhimpit akibat kebijakan yang dinilai tidak pro-rakyat. Para mahasiswa juga melakukan orasi secara bergantian, menyuarakan keresahan mereka terhadap kebijakan pemerintah.

Berikut adalah tuntutan utama yang disampaikan dalam aksi tersebut:

  1. Mewujudkan pendidikan gratis, ilmiah, dan demokratis serta membatalkan pemangkasan anggaran pendidikan.
  2. Mencabut proyek strategis nasional yang bermasalah serta mewujudkan reforma agraria sejati. Menurut para demonstran, Proyek Strategis Nasional (PSN) kerap menjadi alat perampasan tanah rakyat.
  3. Menolak revisi Undang-Undang Minerba karena dinilai hanya menjadi alat pembungkam bagi rezim terhadap kampus-kampus dan lingkungan akademik yang bersuara kritis.
  4. Menghapuskan multi fungsi ABRI, karena keterlibatan militer dalam sektor sipil berpotensi menciptakan represi dan menghambat kehidupan yang demokratis.
  5. Mengesahkan rancangan undang-undang masyarakat adat guna memberikan perlindungan hukum yang jelas atas tanah dan kebudayaan mereka.
  6. Mencabut Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 yang dianggap sebagai ancaman terhadap kepentingan rakyat, terutama di sektor pendidikan dan kesehatan.
  7. Mengevaluasi secara menyeluruh program makan bergizi gratis agar tepat sasaran, terlaksana dengan baik, dan tidak menjadi alat politik semata.
  8. Mewujudkan realisasi anggaran tunjangan kinerja dosen untuk meningkatkan kesejahteraan akademisi dan menjaga kualitas pendidikan tinggi serta melindungi hak-hak buruh kampus.
  9. Mendesak Presiden Prabowo Subianto untuk mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) perampasan aset.
  10. Menolak revisi Undang-Undang TNI, Polri, dan Kejaksaan yang dinilai berpotensi menguatkan impunitas aparat serta memperlemah kontrol terhadap mereka.
  11. Mendorong efisiensi dan perombakan Kabinet Merah Putih dengan mengganti pejabat yang dianggap tidak bertanggung jawab dan boros.
  12. Menolak revisi peraturan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tentang Tata Tertib karena berpotensi menimbulkan kesewenang-wenangan dari lembaga DPR.
  13. Melaksanakan reformasi menyeluruh terhadap Kepolisian Republik Indonesia guna menghilangkan budaya represif dan meningkatkan profesionalisme aparat penegak hukum.

Rifaldi, selaku Koordinator Aliansi BEM Sumbar, menegaskan bahwa aksi ini merupakan respons atas 100 hari kerja pemerintahan Prabowo-Gibran. Salah satu tuntutan utama mereka adalah pencabutan Instruksi Presiden (Inpres) terkait efisiensi anggaran pendidikan. Menurutnya, efisiensi anggaran seharusnya diterapkan pada kegiatan seremonial pemerintah, bukan pada sektor pendidikan yang menyangkut masa depan generasi muda.

“Pendidikan adalah hak fundamental setiap warga negara. Jika anggarannya dipangkas, maka akses pendidikan akan semakin sulit, terutama bagi masyarakat kelas menengah ke bawah,” ujar Rifaldi.

Selain itu, mereka juga menolak pengesahan Undang-Undang Mineral dan Batubara (UU Minerba) yang dinilai lebih berpihak kepada kepentingan korporasi dibandingkan rakyat. Rifaldi menilai bahwa UU Minerba hanya menguntungkan segelintir elit yang memiliki kepentingan dalam industri tambang, sementara masyarakat sekitar tambang justru semakin terpinggirkan.

“Jika dilihat dari Tridharma perguruan tinggi itu adalah pendidikan, penelitian, dan pengabdian. Jika UU Minerba ini disahkan, pihak kampus terpaksa mengelola tambang,” tambah Rifaldi.

Baca juga: Mengenang Atmakusumah Astraatmadja, Pejuang Kebebasan Pers Indonesia

Dampak Efisiensi Anggaran terhadap Program Pendidikan dan Perempuan

Mahasiswa di Sumbar menggelar aksi bersama #Indonesia Gelap. (Foto : Ais Fahira/bincangperempuan)

Fitria, Koordinator Forum Perempuan Aliansi BEM Sumbar, turut angkat bicara dalam aksi tersebut. Ia menyoroti dampak efisiensi anggaran terhadap program makan bergizi gratis yang selama ini menjadi salah satu program andalan pemerintah. Menurutnya, jika anggaran pendidikan dikurangi, maka jumlah anak yang dapat mengakses pendidikan akan berkurang drastis. Hal ini juga akan berdampak pada efektivitas program makan bergizi gratis, yang ditujukan bagi anak-anak sekolah.

“Jika pendidikan dibatasi anggarannya, akan banyak anak-anak yang berhenti sekolah. Sedangkan program makan bergizi gratis itu diperuntukkan bagi anak sekolah. Kalau sampai banyak yang berhenti sekolah, siapa yang akan menerima program makan gratis itu?” ujar Fitria.

Lebih lanjut, Fitria juga menyoroti bagaimana kebijakan ini secara tidak langsung berdampak pada perempuan. Ketika anak-anak putus sekolah, beban ekonomi keluarga meningkat, terutama bagi ibu rumah tangga yang harus mencari cara agar anak-anak mereka tetap mendapatkan pendidikan. Selain itu, perempuan yang bekerja sebagai tenaga pendidik juga akan terdampak, terutama mereka yang berada di daerah-daerah terpencil.

“Perempuan, baik sebagai ibu maupun sebagai tenaga pendidik, akan menghadapi beban yang semakin berat akibat kebijakan ini. Ini bukan hanya soal pendidikan, tapi juga soal keadilan sosial,” tambahnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Artikel Lainnya

Benarkah Tabungan Gen Z Habis untuk Self-reward dan Healing

Benarkah Tabungan Gen Z Habis untuk Self-reward dan Healing?

Percepatan Aksi Perempuan Akar Rumput Menuju Kesetaraan Gender Inklusif

Percepatan Aksi Perempuan Akar Rumput Menuju Kesetaraan Gender

Benarkah Laki-Laki Hidup Lebih Singkat Ini Penjelasannya!

Benarkah Laki-Laki Hidup Lebih Singkat? Ini Penjelasannya!

Leave a Comment