Cerita Transgender Selama Pandemi
Pandemi Covid-19 yang terjadi hampir selama 3 tahun di Indonesia, memberikan dampak bagi setiap sektor kehidupan. Termasuk kelompok minoritas, transgender. Ini dirasakan Marnie, seorang transgender yang bertempat tinggal di jalan Sisingamangaraja Garu 3, Medan Amplas. Sumatera Utara.
“Kami (transgender,red) sangat rentan sekali tertular. Apalagi yang menjadi pekerja seks komersil. Banyak tamu yang ditemui, sehingga bisa saja membawa virus tersebut dan mudah terkontaminasi,” tuturnya.
Sadar menjadi kelompok rentan, Marnie dan teman-temannya berusaha untuk mengakses layanan vaksinasi. Tujuannya agar bisa kembali bekerja, mencari nafkah. Pasalnya selama pandemi industri hiburan yang menjadi tempat Marnie mencari sesuap nasi sebagai biduan terpaksa tutup.
“Saat pandemi kemarin tidak dibolehin untuk pesta. Saya sampai ngedrop, tidak ada acara apa-apa. Sementara saya mencari makan dari dengan menghibur orang lain” imbuhnya.
Upaya transgender untuk mengakses layanan kesehatan, dituturkan Marnie ternyata tidak mudah. Terkendala Kartu Tanda Penduduk (KTP) membuat sebagian teman-temannya tidak bisa mendapatkan layanan vaksinasi. Syarat mutlak vaksinasi harus ada KTP. Marnie beruntung, negara sudah memberikan ia KTP sebagai laki-laki meskipun ia transgender.
“Teman-teman transgender ada yang memiliki Kartu Keluarga (KK). Ada yang hanya memiliki KTP saja. Sebaliknya ada yang tidak mempunyai KK dan tidak mempunyai KTP. Karena inilah kami sulit untuk mengakses identitas diri untuk urusan birokrasi. Pemerintah tidak bisa menerima keberagaman gender kita apalagi yang hormonalnya sudah berubah. Sehingga sulit untuk mengakses atau membuat kartu identitas KTP,”
Marnie, transgender di Sumatera Utara
Perjuangan untuk mendapatkan pengakuan identitas bagi transgender ternyata tidaklah mudah. Marnie dan teman-temannya pernah meminta bantuan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) agar mendapatkan pendampingan, hingga mengadu ke Komnas HAM dan Dinas Sosial. Berharap, ada kebijakan pemerintah untuk mempermudah membuat kartu identitas pada kelompok transgender.
“Perjuangan kami hanya ingin mendapatkan tanda pengenal agar kami bisa ikut vaksin. Hanya karena identitas saja dan itu pun dipersulit. Padahal untuk kesehatan semua orang dan untuk kebaikan kelompok transgender juga agar bisa divaksin. Semua manusia itu juga mempunyai hak yang sama, jangan ada diskriminasi dengan kami kaum transgender,” pintanya.
Minimnya perhatian pemerintah pada kelompok transgender membuat Marnie dan teman-temannya merasa semakin terpinggirkan. Ia hanya berharap, suatu hari nanti masyarakat bisa memperlakukan transgender secara adil dan setara.
“Kiranya jangan mempersulit kelompok transgender, karena kami hanya ingin mendukung program pemerintah, mempercepat vaksinasi, agar pandemi ini segera berakhir,” pungkas Marnie. (rehan nur/jurnalis warga)
*) Tulisan ini diproduksi dalam rangkaian Program Jurnalis Warga Guna Mendukung Percepatan Vaksinasi oleh PPMN.