Home » News » Waspada, Child Grooming Lewat Game Online

Waspada, Child Grooming Lewat Game Online

Diajeng Asa Yoya

News

Tulisan ini bersifat eksplisit, beberapa bagian dapat menimbulkan trauma dan ketidaknyamanan pembaca.

BincangPerempuan.com– “Dikasih love bombing, tiap hari dipuji-puji, diminta kirim foto sampe diajarin aneh-aneh. Kalo dia ga nurut, pelaku ngancem bunuh diri,” terang kakak dari korban, memaparkan modus pelaku child grooming yang menjebak adiknya.

Beberapa waktu lalu seorang pengguna akun media sosial X @olafaa_ mengunggah utas (thread) yang berisi bukti-bukti kejahatan kekerasan seksual child grooming secara online yang dilakukan pelaku terhadap adik dari temannya. 

Korban merupakan seorang anak perempuan berusia 12 tahun yang mengenal pelaku melalui game online.

WASPADA PEDOFIL DI GAME ANAK!!!!

A THREAD– 

*Disclaimer

Semua hal yang aku post disini atas dasar persetujuan keluarga korban. Yang aku spill cuma identitas pelaku, keluarga korban dan korban ga akan aku spill.

dan lagii maaf ya kalo berantakan ini pertama kali aku bikin thread hehe. 

Ini thread pertama, tadinya hanya untuk Warning biar temen-temen semua bisa lebih aware sama keluarga terlebih sama anak kecil, walau udah dikasih hp sendiri harus tetep dalam pengawasan.

Kasus yang diceritakan akun @olafaa_ bukan kasus pertama dan satu-satunya di Indonesia. Sebelum ini sudah banyak kasus yang terjadi. Baik yang muncul ke permukaan ataupun yang tidak terungkap. Ibarat gunung es.

Tahun 2021 Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Bareskrim Polri juga pernah mengungkap kejahatan seksual daring terhadap anak dengan modus operandi menggunakan perantara game “online” perang-perangan “free fire”. Ada 11 anak di bawah umur yang menjadi korban kejahatan seksual “online” dengan tersangka berinisial S atau Reza, laki-laki berusia 21 tahun.

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) Republik Indonesia juga melaporkan peningkatan kasus child grooming selama pandemi COVID-19, dengan beberapa kasus terjadi melalui game online. 

Baca juga: “Tobrut” dan “Aura Maghrib” Objektifikasi Perempuan di Media Sosial

Manipulasi korban anak 

Direktur Yayasan Pusat Pendidikan Untuk Perempuan dan Anak (PUPA) Bengkulu, Susi Handayani mengatakan child grooming adalah istilah tindakan pelaku ingin menguasai tubuh seseorang dimana korbannya ialah anak-anak. Proses grooming biasanya tidak sebentar, pelaku mempelajari kebiasaan anak tersebut, kemudian memanipulasi korban hingga merasa terus membutuhkan dan bergantung pada si pelaku sehingga korban akan menuruti apapun kemauan pelaku.

Tindakan child grooming ini makin parah dan berbahaya ketika pelaku mulai melakukan aksinya lewat dunia maya. Para pelaku akan lebih mudah mendapatkan korban salah satunya melalui game online dengan dalih membelikan item-item dalam game sehingga bisa lebih dekat dengan sang korban.

Dalam kasus tersebut, berawal dari perkenalan lewat game online pelaku berupaya memuji dan merayu untuk terus meminta foto dan video korban yang tidak senonoh dan akan mengancam untuk bunuh diri jika korban tidak menuruti keinginannya.

Susi mengatakan bahwa korban yang masih anak-anak ini belum pernah bertemu langsung dengan pelaku sehingga mengirim foto atau video dianggap menjadi salah satu cara berkomunikasi untuk lebih mendekatkan hubungan mereka.

“Dengan kecanggihan digital saat ini maka anak semakin rentan menjadi korban dari child grooming. Korban dan pelaku memang berjauhan tapi perilaku-perilaku yang dilakukan tetap saja mencederai anak. Anak yang belum memahami interaksi seksual, dengan jahatnya pelaku menulari hal tersebut,” ujar Susi. 

Serupa disampaikan Deputi Perlindungan Khusus Anak Kemen PPPA, Nahar dalam rilisnya. Grooming adalah proses manipulasi seksual yang dilakukan oleh orang dewasa terhadap calon korban anak-anak.

Grooming dalam permainan daring dilakukan dengan pelaku yang berkenalan dengan anak, membelikan anak ‘diamond’ atau ‘gimmick’ yang disediakan oleh permainan daring untuk membuat karakter anak terlihat lebih keren, memberikan banyak like, bercakap-cakap melalui ruang chat di dalam permainan daring, hingga meminta kontak pribadi anak. Perlakuan tersebut membuat anak menganggap pelaku sebagai sosok istimewa yang mengerti dan memahami mereka, menjadi teman bercerita, dan menjaga rahasia. Pelaku biasanya menggunakan akun palsu dengan foto profil yang menarik. Jika seseorang meminta informasi pribadi seperti foto, alamat rumah, nomor telepon, atau sekolah, itu bisa menjadi tanda bahaya,” ujar Nahar.

Nahar menambahkan bahwa seorang anak bisa menjadi korban child grooming, yaitu saat seseorang membangun hubungan saling percaya dengan anak-anak dengan tujuan untuk melakukan pelecehan. Seringkali, korban tidak menyadari bahwa mereka telah menjadi target grooming.

Baca juga: Ketika Aku Memilih Berjuang: Dari KDRT Hingga Kebebasan

Pentingnya mendampingi korban

Melansir dari halodoc.com child grooming dapat berdampak sangat buruk bagi kondisi psikologis dan psikis korbannya. Korban bisa mengalami trauma, kecemasan, sulit berkomunikasi dan lainnya. 

Lebih parah jika child grooming ini lepas dari pengawasan orang tua, bisa saja korban akan bertemu dengan pelaku dan mengalami kekerasan seksual yang dapat mengakibatkan depresi pada korban yang masih anak-anak.

Koordinator  Perempuan Pembela Hak Asasi Manusia (PPHAM) Bengkulu, Joti Mahulfa menuturkan, berdasarkan kasus child grooming  merupakan kekerasan seksual yang sering terjadi karena ketimpangan relasi kuasa atau relasi gender. 

Dalam definisi kekerasan seksual ialah relasi yang tidak setara antara pelaku dan korbannya dan dalam hal ini usia pelaku dan korban yang berbeda. Banyak dari korban semacam ini yang harus mengalami kesulitan, menjadi tidak percaya diri, tidak bisa menerima keadaan, hingga gangguan psikologis lainnya.

“Sangat penting untuk melakukan perawatan terhadap gangguan mental yang mungkin dialami anak korban kejahatan seksual. Anak-anak yang mengalami kejadian ini sebaiknya didampingi dan diberi pengertian. Dengan cara untuk kembali bangkit dan bisa memandang hidup dengan lebih positif,” ucap Joti. 

“Pasalnya, anak korban kejahatan seksual sangat rentan mengalami gangguan pada kesehatan mental, sehingga membutuhkan dukungan sosial dari keluarga dan orang sekitar,” tambahnya.

Senada, Susi Handayani juga mengatakan korban harus benar-benar digali kebutuhannya terutama terkait dengan psikologinya, terkait bagaimana dia harus pulih dari peristiwa tersebut. 

“Maka anak harus dibawa untuk konseling secara teratur dan terukur sehingga anak bisa pulih terhadap traumanya dan menghadapi masa depan yang lebih baik,” kata Susi. 

Pengawasan orang tua untuk mencegah child grooming 

Joti Mahulfa mengatakan, orang tua sangat berperan penting dalam perkembangan dan pertumbuhan anak. Termasuk persoalan mengenai pengawasan anak dalam menggunakan handphone atau gadget miliknya. 

Orang tua, kata Joti, harus lebih intens lagi mengawasi anak saat menggunakan gadget. Bisa dengan belajar mengenai perkembangan game online yang marak digunakan anak-anak. Atau mengunci handphone salah satunya menggunakan fitur Family Link atau aplikasi fitur kontrol orang tua pada gadget anak. Sehingga orang tua bisa meminimalisir hal yang negatif yang dapat diakses secara bebas oleh anak.

“Hal ini juga terkait dengan  KBGE dan KBGO yang sangat banyak sekali dipilih pelaku untuk memperdayai korban, sehingga korban tidak sadar bahwa sedang di grooming oleh pelaku, terutama pada anak yang sangat mudah diperdaya,” jelasnya. 

Himbauan serupa juga disampaikan Deputi Perlindungan Khusus Anak Kemen PPPA, Nahar. Ia meminta para orang tua untuk mengawasi aktivitas dan pergaulan anak di internet dengan cara berdiskusi untuk menjaga data pribadi anak. 

“Bisa dengan meminta anak mengubah akun media sosial menjadi private agar hanya diakses oleh orang terdekat, mengenali lingkungan anak, serta berkomunikasi secara terbuka dan melatih anak bersikap asertif,” katanya. 

Kemen PPPA saat ini lanjut Nahar tengah menginisiasi Peta Jalan Perlindungan Anak di Ranah Dalam Jaringan (daring) agar Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah memiliki panduan dalam melaksanakan perlindungan anak di ranah daring.

“Saat ini Rancangan Peraturan Presiden tentang Peta Jalan Perlindungan Anak di Ranah Dalam Jaringan (daring) sedang dalam tahap penyelesaian. RPerpres tersebut mencakup tiga strategi Perlindungan Anak di Ranah Daring (PARD), di antaranya strategi pencegahan penyalahgunaan teknologi informasi dan komunikasi terhadap anak di ranah daring. Fokus strateginya termasuk pengendalian risiko dengan intervensi kunci seperti mengidentifikasi, menapis, dan memutus akses berdasarkan risiko dan bahaya, serta mempersiapkan kebijakan terkait tata kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik (PSE) untuk menerapkan mekanisme perancangan teknologi informasi ramah anak,” jelas Nahar.

Ia juga meminta masyarakat untuk melaporkan ke https://aduankonten.id atau saluran pengaduan yang disiapkan Kemenkominfo jika mengetahui atau melihat penerbit atau pemasar produk gim yang tidak mematuhi regulasi terkait Klasifikasi Gim.

“Kemen PPPA juga mengajak masyarakat yang melihat, mendengar, mengetahui, atau mengalami segala bentuk kekerasan, termasuk kekerasan seksual, untuk segera melaporkannya kepada SAPA 129 Kemen PPPA melalui hotline 129 atau WhatsApp 08-111-129-129,” pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Artikel Lainnya

Perempuan Pembela HAM, Berdedikasi Penuh Namun Minim Pengakuan

Aksi Solidaritas 50 Petani Perempuan di Desa Sumber Jaya

Implementasikan Prinsip Non-Punishment bagi Korban TPPO

Leave a Comment