Home » News » Yakin #KaburAjaDulu? Ini Dia Tanggapan Pemerintah dan Warganet

Yakin #KaburAjaDulu? Ini Dia Tanggapan Pemerintah dan Warganet

Ais Fahira

News

Yakin #KaburAjaDulu Ini Dia Tanggapan Pemerintah dan Warganet

Bincangperempuan.com- Tagar #KaburAjaDulu kembali viral di media sosial, terutama di kalangan Gen Z. Fenomena ini muncul beriringan dengan tren #IndonesiaGelap yang menggambarkan kekecewaan terhadap kondisi negara. Pihak pemerintah pun mulai menanggapi tren ini dengan berbagai perspektif. Tapi sebenarnya, apa yang melatarbelakangi tren ini? Dan benarkah kabur ke luar negeri adalah solusi terbaik?

Bentuk Protes atau Sekadar Tren?

Menurut pakar sosiologi, tagar ini bukan sekadar tren, melainkan refleksi kekecewaan generasi muda terhadap kebijakan pemerintah yang dirasa kurang berpihak pada mereka, terutama dalam hal ekonomi dan lapangan kerja.

“Tagar ini adalah bentuk ekspresi ketidakpuasan Gen Z terhadap kebijakan publik. Ketika ini viral, berarti ada sesuatu yang harus diperhatikan oleh pemerintah,” ujar Radius Setiyawan, Pakar Cultural Studies Universitas Muhammadiyah (UM) Surabaya, seperti dikutip dari detikJatim.

Radius juga menyoroti bahwa tren ini mencerminkan kesenjangan antara realitas sosial di media dan survei kepuasan publik pemerintah yang mencapai 80%. Ia menegaskan bahwa alih-alih meremehkan, pemerintah sebaiknya menanggapi dengan bijak dan mencari solusi konkret.

Selain itu, angka pengangguran juga tinggi di kalangan anak muda. Menurut data Badan Pusat Statistuk melansir dari CNBC, mengungkapkan bahwa ada 9,9 juta penduduk Indonesia usia muda tanpa kegiatan atau youth not in education, employment, and training (NEET) pada 2023. Jumlah NEET yang mencapai 22,25 persen dari total penduduk usia 15 hingga 24 tahun. Artinya banyak Gen Z yang merupakan tenaga kerja potensial justru tidak terberdayakan. Tingginya angka tersebut semakin memperkuat alasan di balik tren #KaburAjaDulu.

Baca juga: #KaburAjaDulu: Tagar yang Ramai di Media Sosial, Apa yang Sebenarnya Terjadi?

Apa Kata Pemerintah?

Menanggapi #KaburAjaDulu, berbagai pejabat pemerintah memberikan respons yang beragam. Melansir dari Tempo, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli menganggap #KaburAjaDulu sebagai tantangan bagi pemerintah untuk menciptakan lapangan kerja yang lebih baik.

“Jika ini adalah aspirasi mereka, maka tugas kami adalah menciptakan pekerjaan yang lebih baik di dalam negeri,” ujarnya di Istana Kepresidenan, Senin (17/2/2025).

Namun, ada juga yang skeptis. Sekretaris Kemendukbangga/BKKBN Budi Setiyono menilai bahwa pindah ke luar negeri tidak semudah yang dibayangkan, terutama karena faktor visa dan ketatnya regulasi migrasi.

“Migrasi besar-besaran bukan hal mudah. Tidak semua orang bisa langsung dapat visa atau izin tinggal tetap di negara lain,” kata Budi.

Sementara itu, Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI) Abdul Kadir Karding justru melihat tren ini sebagai peluang untuk meningkatkan daya saing pekerja migran Indonesia (PMI) agar lebih kompetitif di pasar global.

Di sisi lain, Wamenaker Immanuel Ebenezer malah merespons dengan santai, “Kabur saja lah.”

Sedangkan Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala BPN Nusron Wahid mempertanyakan nasionalisme dari mereka yang ingin pergi.

“Kalau ada #KaburAjaDulu, itu kan dia ini warga negara Indonesia atau bukan? Kalau kita patriotik sejati, kalau ada masalah, kita selesaikan bersama,” katanya.

Beberapa ekonom menilai bahwa pemerintah perlu mengkaji ulang kebijakan ketenagakerjaan, termasuk peningkatan upah minimum, subsidi pendidikan, dan kemudahan akses kredit bagi wirausaha muda agar anak muda merasa memiliki masa depan yang lebih baik di dalam negeri.

Hidup di Luar Negeri Tidak Selalu Mulus

Di media sosial, muncul juga narasi kontra terhadap #KaburAjaDulu. Salah satu konten kreator berbagi realitas hidup di luar negeri yang tidak seindah yang dibayangkan—mulai dari harus memasak sendiri, menggunakan transportasi umum, hingga harus banyak berjalan kaki.

Namun, bukannya mendapat dukungan, konten tersebut justru dihujat oleh warganet. Banyak yang menilai bahwa hidup mandiri dan berhemat adalah hal biasa bagi masyarakat kelas menengah ke bawah di Indonesia.

Tipikal anak orang kaya yang dimanja di rumah, mereka baru ngerasain hidup mandiri dikit langsung merasa spesial sendiri,” tulis salah satu komentar pedas di platform X.

Meski begitu, tak bisa dipungkiri bahwa bekerja atau tinggal di luar negeri memang punya tantangannya sendiri. Mulai dari perbedaan budaya, bahasa, sistem pajak, persaingan kerja, hingga biaya hidup yang tinggi. 

Di beberapa negara Eropa fasilitas kesehatan dijamin pemerintah, meski tarif pajaknya cukup tinggi. Misalnya, di Denmark, pajak bisa mencapai 45%, tapi diimbangi dengan pendidikan dan layanan kesehatan gratis. Sementara di Jepang, biaya hidup lebih tinggi, tetapi ada tunjangan bagi keluarga yang memiliki anak.

Baca juga: Mendekonstruksi Cinta: Mengapa Cinta Tak Perlu Memiliki

Bentuk Protes yang Terus Berlanjut

#KaburAjaDulu mungkin sekilas terdengar seperti tren iseng, tetapi sebenarnya ini adalah bentuk keresahan anak muda terhadap kondisi negara. Keinginan untuk mencari kehidupan yang lebih baik di luar negeri tidak bisa disalahkan, tetapi juga bukan solusi instan. Sebab, kabur ke luar negerti tentu hanya bisa dilakukan oleh kalangan yang memiliki akses. 

Pemerintah perlu memahami bahwa viralnya tagar ini menandakan permasalahan yang lebih dalam terkait ketidakpastian masa depan anak muda. Mungkin ke depan akan terus lahir tagar baru seperti #IndonesiaGelap untuk menyuarakan aspirasi agar pemerintah mau berbenah. 

Referensi:

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Artikel Lainnya

Pernikahan Bukan Sekadar Objek Menyikapi Tren Unboxing Pengantin

Pernikahan Bukan Sekadar Objek: Menyikapi Tren Unboxing Pengantin

Perempuan menghadapi krisis iklim

Perempuan-perempuan, Penjaga Air, Sumber Listrik dan Pangan di Desa Renah Kasah

Gen Z, Generasi Stroberi atau Pahlawan Serba Bisa

Gen Z, Generasi Stroberi atau Pahlawan Serba Bisa?

Leave a Comment