Home » Tokoh » Melihat Perjuangan Juru Parkir Perempuan di Tengah Kota

Melihat Perjuangan Juru Parkir Perempuan di Tengah Kota

Sylvi Sabrina

Tokoh

Juru parkir perempuan

Bincangperempuan.com- Dinginnya gelap malam mencekam, sudah menjadi teman Lisa (51), perempuan paruh baya yang mengabdikan dirinya sebagai juru parkir di sekitaran wilayah Blok M. Pekerjaan tersebut dilakoninya, setelah menjajal berbagai macam usaha.

Mulai dari serabutan di salon kecantikan, hingga berjualan di pasar. Namun semuanya tidak berlangsung lama.

Lisa, perempuan yang memiliki delapan anak tersebut, lebih memilih menjadi juru parkir untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarganya. Termasuk untuk membiayai sekolah anak-anaknya.

Baca juga: Ummi Atik, Inisiator Sekolah Alam Entrepreneur, Ramah Disabilitas Pertama di Bengkulu

“Kalau masalah riwayat (baca : pekerjaan), Ibu dari menikah sampai jadi juru parkir ini panjang banget ceritanya. Ibu pernah kerja apa saja, mulai dari jualan sayur, jualan sanggul itu rambut, ikut orang jualan, jual baju anak-anak,” tuturnya Sabtu (27/05/2023).

Besarnya beban biaya hidup membuat Lisa bersama suaminya harus bekerja keras. Keduanya saling membantu menjaga lapak parkir, ketika salah satu harus mengerjakan pekerjaan lain. Memiliki rumah sendiri masih menjadi mimpi bagi pasangan tersebut.

Memilih memprioritaskan biaya pendidikan anak, menjadi pilihan Lisa dan suami. Tak ayal, hingga saat ini Lisa bersama keluarga masih tinggal di rumah kontrakan.

“Kadang Bapak (baca : suami) juga suka bantuin Ibu. Bapak sudah berumur 70 tahun, sudah sepuh, sudah sering sakit-sakitan juga kayak kepalanya sakit. Bapak kalau bantuin Ibu biasanya pas Ibu lagi salat terus Ibu tinggal parkirannya, kalau Ibu tinggal ke sekolahan, kelurahan, gitu,” imbuhnya.

Tak Pernah Tersentuh Bantuan Sosial

Tuntutan ekonomi membuat Lisa terpaksa harus bekerja hingga larut malam. Lisa mengatakan sebenarnya keluarganya masuk dalam kelompok penerima bantuan pemerintah, namun sayangnya bantuan tersebut sering kali tidak sampai ke tangannya.

“Dulu pas putra-putriku masih kecil-kecil, aku ke kelurahan sampai pulang malam, antre panjang untuk bantuan pemerintah yang sampai sekarang nggak dapet,” keluhnya.

“Kartu Jakarta Pintar (KJP) juga udah diikutin putra-putriku tapi sampai sekarang belum dapet juga (pencairan dananya), anak saya yang mau sekolah belum dapet juga KJP,” terangnya dengan nada kecewa.

Baca juga: Mendukung Langkah Pemerintah Indonesia Padat Karya, Menilik Lebih Dalam Hak Pekerja

Selain bantuan sekolah, Ibu Lisa mengaku bantuan kesehatan dari BPJS juga belum dimiliki keluarganya. Ini karena ia belum sempat mengurus hal tersebut karena harus bekerja menjaga motor para pengendara.

“Anak-anak sudah minta aku untuk bikin BPJS, tapi waktunya belum ada. Kalau parkiran aku tinggal, takutnya nanti motornya diambil, kasihan yang parkir,” jelasnya.

Jadi Korban Pemerasan Bergaya Premanisme

Banyak suka duka yang dialami Lisa selama menjadi juru parkir. Tak hanya panas terik dan dinginnya malam, namun ia juga harus menghadapi preman-preman yang tidak sungkan meminta hasil keringatnya.

“Kalau ada preman ibu biasanya diem aja, kalau mereka minta uang seribu atau dua ribu ibu kasih,” katanya.

Meskipun begitu, langkahnya tak surut. Sebagai umat beragama, Lisa memilih memasrahkan hidupnya pada Tuhan Yang Maha Esa. Niatnya bekerja hanya satu mencari uang yang halal untuk mendapatkan penghidupan yang layak. (Sylvi Sabrina/eL)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Artikel Lainnya

Nani Afrida: Jadi Jurnalis Perempuan Harus Saling Support dan Upgrade Diri

Monika Maritjie Kailey Perempuan Adat Penjaga AruHan Kang, Perempuan Asia Pertama Peraih Nobel Sastra

Monika Maritjie Kailey: Perempuan Adat Penjaga Aru

Perempuan Bengkulu Menjaga Hutan

Purwani, Perempuan Pelestari Hutan Larangan di Bengkulu

Leave a Comment