Bincangperempuan.com- Provinsi Bengkulu masih menghadapi sejumlah tantangan dalam mencapai kesetaraan gender. Meskipun Indeks Ketimpangan Gender (IKG) Provinsi Bengkulu tahun 2023 dilaporkan menurun dari 0,478 di tahun 2022 menjadi 0,469 di tahun 2023, namun angka tersebut masih lebih tinggi dari IKG nasional yang berada di angka 0,447. Nilai IKG berkisar 0 sampai 1, semakin kecil IKG menunjukkan ketimpangan yang semakin rendah, itu artinya kesetaraan yang semakin tinggi.
Secara keseluruhan IKG di Bengkulu memang mengalami tren penurunan, namun ini tidak terjadi merata. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat 8 dari 10 kota/kabupaten di Provinsi Bengkulu masih memilih IKG di atas angka provinsi, dimana Bengkulu Selatan menunjukkan angka ketimpangan gender tertinggi sebesar 0,784. Hanya 2 wilayah, yakni Kota Bengkulu dan Rejang Lebong yang memiliki IKG di bawah angka provinsi, masing-masing 0,319 dan 0,450.
Hal ini menunjukan ketimpangan gender di Bengkulu masih cukup tinggi, dengan perbedaan yang signifikan antara laki-laki dan perempuan dalam hal akses terhadap pendidikan, kesehatan, dan pekerjaan. Meskipun ada kemajuan yang telah dicapai dalam beberapa aspek, masih terdapat kesenjangan yang perlu segera diatasi.
Baca juga: Batasi GGL, Kampanye Digital Bincang Perempuan dan Nutrifood
Indeks Ketimpangan Gender
Dilansir dari rilis BPS, Indeks Ketimpangan Gender adalah ukuran ketimpangan gender yang menunjukkan capaian pembangunan manusia yang kurang optimal karena ketimpangan antara perempuan dengan laki-laki dalam dimensi kesehatan reproduksi, pemberdayaan, dan pasar tenaga kerja.
Dimana urgensi pengukuran Indeks Ketimpangan Gender adalah untuk melihat pembangunan manusia akan optimal apabila ketimpangan pencapaian antarindividu rendah, terutama antar gender. Selain itu untuk mengetahui ketimpangan gender diperlukan ukuran yang representatif dan dapat menunjukkan karakteristik ketimpangan, sekaligus memberikan petunjuk untuk solusi penyelesaiannya.
Indeks Ketimpangan Gender mengukur ketimpangan gender pada tiga dimensi yakni kesehatan reproduksi meliputi Proporsi perempuan yang melahirkan anak lahir hidup tidak di fasilitas kesehatan (MTF) dan Proporsi perempuan 15-49 tahun yang saat melahirkan anak lahir hidup pertama berusia < 20 tahun (MHPK20). Kemudian dimensi Pemberdayaan Gender meliputi persentase penduduk dengan pendidikan minimal SMA dan persentase anggota legislatif. Serta dimensi Pasar Tenaga Kerja dilihat dari Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja
(TPAK).
Baca juga: Pentingnya Perjanjian Pranikah bagi Calon Pasangan
Dimensi kesehatan reproduksi
Secara umum di Provinsi Bengkulu tahun 2023, proporsi perempuan usia 15–49 tahun yang melahirkan hidup tidak di fasilitas kesehatan (MTF) dan proporsi perempuan usia 15–49 tahun yang saat melahirkan hidup pertama berusia kurang dari 20 tahun (MHPK20) mengalami penurunan, masing-masing 0,109 dan 0,316. Namun, penurunan yang terjadi selama 5 tahun terakhir pada MHPK20 tidak terjadi secara signifikan, hanya turun 0,031 jika dibandingkan dengan MTF yang turun sebesar 0,187.
BPS mencatat di tahun 2022, MTF di Provinsi Bengkulu dalam lima tahun terakhir mengalami penurunan yakni mencapai 12.000. Empat wilayah yang masih cukup tinggi namun mengalami tren penurunan yakni Bengkulu Tengah, Seluma,Lebong, Kepahiang dan Mukomuko.
Sementara untuk proporsi perempuan yang melahirkan anak lahir hidup pertama berusia < 20 tahun di Provinsi Bengkulu masih cukup tinggi mencapai 0.32 atau 32.000, di atas rata-rata Indonesia yakni 0,26 atau 26.000. Dimana angka dari sembilan kabupaten di Provinsi Bengkulu masih di atas rata-rata Indonesia. Tertinggi di tahun 2022, masih ditemukan angka 0.44 seperti di Kabupaten Bengkulu Tengah.
Meskipun telah ada peningkatan dalam akses perempuan terhadap layanan kesehatan, masih terdapat tantangan dalam hal aksesibilitas dan kualitas layanan. Faktor-faktor seperti jarak, biaya, dan stereotip gender masih menjadi hambatan bagi perempuan dalam mendapatkan perawatan yang mereka butuhkan.
Dimensi pemberdayaan
Capaian dimensi pemberdayaan dilihat dari dua indikator yakni persentase penduduk dengan pendidikan minimal SMA dan persentase anggota legislatif perempuan. Selama periode 2019–2023, persentase perempuan anggota legislatif cenderung fluktuatif berada di kisaran 15,56. Namun, gap antara anggota legislatif laki-laki dan perempuan masih sangat tinggi yakni sebesar 68,88, dimana laki-laki mengisi 84,44 kursi di legislatif. Masih menjadi catatan bahwa keterlibatan perempuan di parlemen kurun satu dekade belum memenuhi kuota afirmasi sebanyak 30 persen.
Sementara itu, persentase penduduk usia 25 tahun ke atas berpendidikan SMA ke atas selama kurun waktu yang sama meningkat, baik laki-laki maupun perempuan, dimana gap antar keduanya berada di angka 4,43, masing-masing di angka 44,50 dan 40,07. Selama 5 tahun terakhir, tren peningkatan persentase perempuan unggul dibanding laki-laki.
Persentase laki-laki pada tahun 2019 sebesar 41,98 persen, meningkat menjadi 44,50 persen pada tahun 2023 (meningkat 2,52 persen poin), sementara persentase perempuan meningkat dari 35,81 persen pada tahun 2019 menjadi 40,07 persen pada tahun 2023 (meningkat 4,26 persen poin). Peningkatan pendidikan perempuan yang lebih tinggi dibandingkan laki-laki membuat tingkat pendidikan antara perempuan dan laki-laki cenderung lebih setara.
Dimensi pasar tenaga kerja
Dimensi pasar tenaga kerja di Provinsi Bengkulu tahun 2023, yang dinilai Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK), masih menunjukkan gap sangat jauh antara perempuan dan laki-laki yakni di angka 28,77, dimana laki-laki sebesar 84,99 dan perempuan 56,22.
Jika dibandingkan dengan ketimpangan dari dimensi pemberdayaan, angka ini menunjukkan ironi ketika gap pendidikan berada di 4,43 namun ketika memasuki usia produktif bekerja ketimpangannya menganga menjadi 28,77. Jarak ini membuktikan bahwa kesempatan berpartisipasi dalam pasar tenaga kerja antara perempuan dan laki-laki masih belum setara.
Di tahun 2022, Laporan BPS Bengkulu menunjukkan tiga wilayah dengan gap tertinggi adalah Mukomuko, Bengkulu Utara, dan Bengkulu Tengah. Dimana masing-masing angka yakni Mukomuko persentase laki-laki 86,68 sedangkan perempuan 36,61, Bengkulu Utara persentase laki-laki 86,21 sedangkan perempuan 48,22, sementara Bengkulu Tengah persentase laki-laki 83,14 dan perempuan 46,04. Ketimpangan yang berkisar di angka 50% ini menjadi pekerjaan rumah bersama semua pihak untuk lebih mendorong partisipasi perempuan dalam pasar tenaga kerja.
Bidang Kritis di CEDAW
Sementara itu, Direktur Yayasan PUPA Susi Handayani mengatakan idealnya, Indeks Ketimpangan Gender (IKG) seharusnya dapat memotret 12 bidang kritis yang ada di CEDAW. Namun saat ini IKG hanya menyoroti bidang-bidang tertentu seperti kesehatan dan pendidikan seharusnya IKG dapat mengkompilasi 12 bidang kritis di CEDAW. “Jadi jika hanya dilihat dari tiga bidang saja, bisa saja seolah-olah turun atau sebaliknya,” pungkas Susi.