Bincangperempuan.com- BPer’s tahukah kamu jika industri fasyen turut bertanggungjawab dengan kenaikan emisi di bumi? Yap. Dilansir dari The United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC), fast fashion menyumbangkan 10 persen dari total emisi di seluruh dunia. Hal ini berdampak dengan kerusakan lingkungan, meningkatkan polusi air, tanah dan udara.
Sebut saja, Shein, Forever 21, H&M, dan Fashion Nova hanyalah beberapa dari sekian banyak merek fesyen cepat yang saat ini memberikan dampak negatif pada bumi yang kita tinggali ini BPer’s.
Lantas apa itu fast fashion? Kenapa berdampak dengan perubahan iklim?
Fast fashion merupakan istilah yang digunakan industri tekstil untuk produksi fashion yang dilakukan dengan cepat, baik dalam perubahan model serta penggunaan bahan murah sehingga kualitasnya tidak terlalu baik. Biasanya, pakaian murah dan trendi ini akan mencontek ide dari catwalk dan langsung diproduksi secara masal. Sehingga dapat meningkatkan jumlah limbah dalam waktu yang singkat.
Tadinya sebelum era revolusi industri, fashion merupakan produk yang mahal. Namun setelah bermunculan mesin yang mampu menggantikan jahitan tangan, produksi fashion bisa dilakukan dengan cepat dan massal. Bisa dibayangkan ya BPer’s apa yang terjadi?
Menurut Bank Dunia dalam The Women Network, jika pola pola demografi dan gaya hidup terus berlanjut seperti sekarang, konsumsi pakaian jadi secara global akan meningkat dari 62 juta metrik ton di tahun 2019 menjadi 102 juta ton dalam 10 tahun. Serupa artikel lain dari Princeton Student Climate Initiative menyatakan bahwa jika industri ini terus berlanjut, diperkirakan akan terjadi peningkatan emisi gas rumah kaca sebesar 50% dalam satu dekade.
Baca juga: Femisida dan Pemberitaan yang Tidak Memihak Korban
Ciri dan dampak fast fashion
Dilansir dari laman Zero Waste, ada empat ciri-ciri dari fast fashion. Pertama, memiliki banyak model dan selalu mengikuti trend terbaru. Kedua, model fashion selalu berganti dalam waktu yang sangat singkat. Ketiga, diproduksi pada negara Asia dan negara berkembang, dimana pekerja digaji dengan sangat murah tanpa ada jaminan keselamatan kerja dan upah yang layak, salah satunya di Indonesia, Bangladesh dan India nih. Terakhir, fast fashion menggunakan bahan baku yang tidak berkualitas (murah) dan tidak tahan lama.
Tidak hanya pada lingkungan, fast fashion juga memberikan dampak yang buruk bagi manusia. Di antaranya fast fashion menggunakan pewarna murah dan mengandung kandungan berbahaya sehingga berisiko mencemarkan air dan kesehatan manusia. Selain itu, fast fashion juga menggunakan poliester yang berasal dari bahan baku fosil, sehingga saat dicuci akan menimbulkan serat mikro yang meningkatkan jumlah sampah plastik.
Industri fast fashion biasanya menggunakan air dalam jumlah yang besar. Termasuk menggunakan kulit hewan ular, macan, dan hewan lainnya, sehingga berdampak pada populasi hewan-hewat tersebut.
Fashion ramah lingkungan
Di antara beragam brand yang berkontribusi pada peningkatan emisi di bumi, di Indonesia sebaliknya. Ada sejumlah brand lokal yang menunjukan kepeduliannya pada masalah lingkungan. Brand-brand yang dipimpin para perempuan ini berusaha mengambil langkah signifikan untuk mengubah industri fashion menjadi lebih baik.
Siapa saja perempuan-perempuan hebat itu?
Denica Riadini-Flesch, Sukkha Citta
Denica, yang sempat bekerja sebagai konsultan program sosial Bank Dunia (2011-2012), memutuskan untuk mendirikan Sukkha Citta, sebuah jenama mode ramah lingkungan yang mengusung konsep pemberdayaan perempuan pengrajin di desa-desa. Sukkha Citta bekerja langsung dengan para pengrajin untuk memastikan bahwa mereka menerima upah yang adil dan bekerja dalam kondisi yang baik.
Ia juga berkomitmen untuk menggunakan bahan-bahan ramah lingkungan dan proses produksi yang berkelanjutan. Produk Sukkha Citta dikenal karena kualitasnya yang tinggi dan cerita di balik setiap produk yang mendukung pemberdayaan perempuan dan keberlanjutan lingkungan. Di tahun 2022, Sukkha Chitta menjadi satu dari 23 wirausaha sosial di kawasan Asia yang memenangkan DBS Foundation Grant Programme. Lewat hibah tersebut Sukkha Citta mengembangkan mengembangkan industri fashion Mama Kapas di kawasan timur Indonesia.
Chitra Subyakto, Sejauh Mata Memandang
Chitra Subyakto mendirikan Sejauh Mata Memandang pada tahun 2014. Memadukan tekstil tradisional Indonesia dengan gaya kotemporer. Misi Chitra adalah membuat kain tradisional Indonesia menarik bagi generasi muda dengan memadukan warisan budaya secara artistik dengan modernitas yang kasual.
Dia berfokus pada penggunaan pewarna alami dan teknik tenun tradisional yang ramah lingkungan. Chitra juga mengkampanyekan pentingnya mengurangi limbah tekstil dan meningkatkan kesadaran akan dampak lingkungan dari fast fashion. Melalui pameran dan kolaborasi, Sejauh Mata Memandang mengajak masyarakat untuk lebih menghargai dan mendukung mode berkelanjutan.
Dian Pelangi, Desainer Mode
Dian Pelangi adalah desainer mode yang dikenal dengan koleksi hijab dan busana muslimnya yang modern. Selain kreativitasnya dalam desain, Dian juga sangat peduli dengan isu keberlanjutan dalam industri fashion. Dia sering menggunakan bahan-bahan yang ramah lingkungan dan mengkampanyekan pentingnya daur ulang dan penggunaan kembali pakaian. Dian juga terlibat dalam berbagai kegiatan yang mempromosikan fashion berkelanjutan di Indonesia.
Baca juga: Peran Penegak Hukum Wujudkan Penghapusan KDRT
Nah, BPer’s, perempuan- perempuan ini telah menunjukkan bahwa perubahan positif dalam industri fast fashion bisa dimulai dari inisiatif individu dan komitmen untuk keberlanjutan. Melalui upaya mereka, mereka tidak hanya meningkatkan kesadaran akan pentingnya fashion berkelanjutan, tetapi juga memberdayakan komunitas lokal dan mendukung ekonomi berkelanjutan di Indonesia.
Saatnya kamu juga ambil bagian, sebagai perempuan tidak hanya bisa memberikan dampak positif bagi lingkungan dan pekerja industri tekstil, tetapi juga dapat membangun gaya pribadi yang lebih autentik dan bermakna. Ini adalah langkah kecil yang dapat membawa perubahan besar.
Sumber:
- Mengenal Fast Fashion dan Dampak yang Ditimbulkan dalam Zero Waste