Home » News » Bincang Perempuan Raih Dua Penghargaan Jurnalistik KBGO

Bincang Perempuan Raih Dua Penghargaan Jurnalistik KBGO

Bincang Perempuan

News

Bincangperempuan.com- Jurnalis dan story teller Bincang Perempuan berhasil mengkantongi dua penghargaan dalam kompetisi jurnalistik dengan Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO), gelaran Magdalene, majalah daring yang berfokus pada perempuan, 22 Mei 2024 – 5 Juli 2024.

Untuk kategori artikel, Arya Nur Prianugraha sebagai pemenang kedua dengan artikel berjudul Konten Kreator, Rentan Jadi Korban, Mau Lapor Takut Percuma”. Dan, Retno Wahyuningtyas sebagai pemenang ketiga untuk kategori video dengan judul Fenomena Orang Muda dan Aplikasi Kencan”.

Penghargaan ini diumumkan dalam diskusi hybrid #JagaRuangOnline: media Melawan KBGO, yang digelar Magdalene co, dengan dukungan ABC International Development (ABCID), unit dari Australian Broadcasting Corporation (ABC), Kamis (08/08/2024), di Kineforum Asrul Sani, Taman Ismail Marzuki, Jakarta.

Secara keseluruhan kompetisi ini diikuti 60 peserta dari berbagai wilayah di Indonesia untuk tiga kategori (artikel, video dan konten media sosial).  Panel juri kompetisi ini beranggotakan Ketua Umum AJI, Nany Afrida, Direktur Eksekutif SAFEnet, Nenden Sekar Arum, dan Ignatius Haryanto, Akademisi Universitas Multimedia Nusantara (UMN).

Untuk diketahui, pemenang pertama untuk kategori Artikel adalah Christiabella Abigail Loppies dari KBR Media dengan artikel berjudul “Jalan Terjal Penanganan KBGO Berperspektif Korban”. Pemenang ketiga adalah Muhammad Irfan Al-Amin dari Tirto. Neno Karlina Paputungan dari Zona Utara juga menerima penghargaan honorary mention.

Sedangkan kategori video, pemenang utama adalah Tri Indriawati dari Kompas.com dengan judul video: “Kasus KBGO Kian Marak, Sudahkah Media Sosial Jadi Ruang Aman bagi Semua Orang?”. Pemenang kedua di kategori ini adalah Firda Iskandar dari digitalMamaID.

Di kategori media sosial pemenang pertama adalah Hayden Farrel Nugraha dan Faricha Tresna Ning Adinda yang tidak mewakili media dengan judul konten: “Kenalnya dari Swipe Kanan, Endingnya Malah Dibikin Angkat Tangan”. Ia diikuti oleh pemenang kedua dan ketiga Christiabella Abigail Loppies dari KBR Media, dan Julita Hasanah, yang juga mewakili pribadi.

Kompetisi ini dinilai sangat bagus untuk mendorong jurnalis-jurnalis di Indonesia agar lebih banyak memproduksi karya jurnalistik serta konten-konten di media sosial terkait KGBO. Dengan makin banyaknya konten terkait KGBO, jurnalis di Indonesia bisa memberikan edukasi lebih luas kepada masyarakat dan warganet agar lebih waspada terhadap segala bentuk kekerasan gender yang bisa terjadi di berbagai platform media sosial dan internet.

“Semoga ke depannya, semakin banyak kompetisi jurnalistik yang bisa mendorong sekaligus mengapresiasi karya-karya para wartawan Indonesia, khususnya yang selalu menyuarakan keberagaman,” salah satu peserta kompetisi, Tri Indriawati dari Kompas.com berharap.

@bincangperempuan

Cerita Sabtu, kali ini membahas tentang KBGO dalam aplikasi kencan. Meski for have fun, kita mesti tau rules saat menggunakan aplikasi kencan sehingga tetap bisa merasa aman dan nyaman. Kamu pernah coba aplikasi kencan yang mana Gaes? Yuk share… CeritaSabtu BincangPerempuan KBGO DatingApps

♬ original sound – Bincang Perempuan – Bincang Perempuan

Talkshow #JagaRuangOnline: Media Melawan KBGO

Media, platform digital, dan pemerintah perlu lebih aktif dan responsif dalam menggaungkan dan mengatasi isu kekerasan berbasis gender online (KBGO), demi memastikan ruang digital yang aman, termasuk melindungi jurnalis dan pekerja media perempuan yang rentan akan risiko KBGO.

Hal ini menjadi bahasan pemimpin organisasi media, perwakilan platform digital, pemerintah serta penyedia layanan membahas urgensi isu KBGO pada diskusi hybrid, Kamis (08/08/2024).

“Seiring dengan perkembangan teknologi, KBGO menjadi risiko serius baru yang menambah kerentanan jurnalis perempuan. Sayangnya, kasus KBGO masih diremehkan oleh masyarakat, atau bahkan komunitas pers sendiri. Kekerasan seksual sering dinilai harus kekerasan fisik. Padahal KBGO punya dampak psikologis yang serius pada korban,” Yovantra Arief, Direktur Eksekutif Remotivi, mengatakan dalam diskusi tersebut. 

Remotivi bersama Aliansi Jurnalis Independen (AJI), didukung oleh ABCID, mengadakan survei tentang KBGO pada 2023 yang melibatkan sekitar 200 jurnalis. Survei ini menemukan bahwa bentuk paling umum KBGO yang dialami perempuan di bidang jurnalistik adalah pelecehan melalui pesan pribadi, serangan dengan bahasa kasar, pemantauan yang terdeteksi, dan pelecehan berbasis gambar dan komentar cabul.

Jurnalis perempuan juga rentan menjadi target KBGO sebagai strategi represi atas pemberitaan yang kritis. Namun temuan survei ini menunjukkan masih banyak ketidaktahuan tentang KBGO, sehingga perlunya lebih banyak informasi untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman tentang KBGO sebagai cara pencegahan. Hal ini memerlukan akuntabilitas dan kapasitas organisasi media untuk lebih responsif dengan meningkatkan kesadaran, membuat dan menegakkan kebijakan yang menanggapi masalah ini, dan memberikan dukungan bagi para penyintas.

Baca juga: Kolaborasi Media Perempuan Mendorong Ruang Digital Aman

Citra Dyah Prastuti, Wakil Ketua Umum Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI), mengatakan AMSI terus berupaya mendorong anggotanya untuk lebih responsif akan isu ini. Tahun ini AMSI bersama beberapa anggota meluncurkan Modul dan SOP Pencegahan dan Penanganan KBGO di Perusahaan Media.

Isu KBGO penting untuk media dan perusahaan media itu sendiri. Perusahaan media perlu memperhatikan isu KBGO dengan seksama karena semua rentan menjadi korban KBGO – tak hanya staf redaksi, namun juga staf dari tim lainnya. Selain itu, jurnalis dan pekerja media juga mesti memiliki pengetahuan dan pemahaman soal KBGO sehingga bisa melindungi diri sendiri; sekaligus mendorong perusahaan medianya memiliki regulasi berbasis gender untuk melindungi semua pekerja dari KBGO. Kasus KBGO dapat mengguncang internal perusahaan dan berdampak pada bisnis. Perusahaan yang aman bagi karyawan akan tumbuh berkelanjutan.

“Keberagaman gender di tim redaksi membantu media tetap relevan dengan perspektif yang beragam. Oleh karena itu, perusahaan media perlu kesadaran dan regulasi berbasis gender,” ujar Citra, yang juga pemimpin redaksi KBR, dalam diskusi tersebut.

Kekerasan online berbasis gender terhadap jurnalis perempuan dirancang untuk mempermalukan, meremehkan, mengintimidasi, membungkam, dan mendiskreditkan mereka secara profesional. Para penyintas melaporkan penurunan produktivitas akibat kehilangan pekerjaan, penyakit akibat stres, hingga PTSD. Dalam kasus yang parah, pengalaman mereka dapat menyebabkan keputusan untuk pindah pekerjaan atau meninggalkan dunia jurnalisme sama sekali. Jika hal ini terus berlanjut, hal ini dapat mempunyai implikasi yang mengkhawatirkan terhadap kepercayaan terhadap integritas jurnalisme; hal ini dapat mempengaruhi kebebasan pers dan hak masyarakat untuk mengakses informasi.

Pemimpin Redaksi Magdalene Devi Asmarani mengatakan sebagai media berperspektif gender, yang kritis akan berbagai isu, termasuk isu KBGO, anggota tim editorial Magdalene juga sering menjadi sasaran KBGO.

“Kami sangat merasakan dampak dari KBGO, mulai dari komentar bertubi-tubi yang kasar hingga doxing, dan biasanya kami harus merespons dengan sigap sebelum berdampak lebih parah pada tim kami terutama yang di garda terdepan di media sosial,” ujarnya.

Baca juga: Kenapa High Value Women Lebih Banyak Bersinar Saat Ini?

Media perlu menyediakan ruang yang aman

Terpisah, Lead International Development dari ABCID, Jo Elsom, mengatakan, “Adalah sebuah kehormatan bagi kami untuk mendukung upaya penting seperti ini. Sebagai media, kita perlu menyediakan tempat kerja yang aman bagi staf kita, bagi mereka yang ditampilkan dalam konten kita, maupun bagi audiens yang  berinteraksi dengan konten kita di ranah online. Kita tidak hanya bisa mempelopori cara membangun dan mempertahankan standar untuk mencegah dan menangani KBGO, tetapi kita juga bisa bekerja bersama komunitas untuk meningkatkan kesadaran akan dampak dari isu ini, serta pentingnya mendukung hanya perilaku-perilaku online yang aman.”

Masyarakat juga sering kali terhambat dalam memproses kasus KBGO karena ketidakpastian hukum di Indonesia dan kurangnya sosialisasi tentang isu ini bagi masyarakat umum maupun aparat penegak hukum. Forum Pengada Layanan (FPL) bagi perempuan korban kekerasan berbasis gender, yang memiliki 87 anggota, mencatat 91 laporan KBGO. Korbannya beragam, dari perempuan hingga kelompok rentan lainnya. Tantangan utama dalam penanganan kasus ini adalah proses hukum yang panjang, beban pembuktian yang berat, serta keterbatasan sumber daya dan respons aparat.

“Yang tak kalah penting adalah penghapusan konten KBGO yang sangat sulit. Dibutuhkan komitmen bersama, dukungan regulasi, dan sumber daya yang memadai untuk mewujudkannya,” ujar Novita Sari, Sekretaris Nasional Forum Pengada Layanan.

Pembicara dalam diskusi hybrid #JagaRuangOnline: media Melawan KBGO, juga sepakat akan peran pemerintah sebagai regulator untuk meningkatkan keamanan ruang digital bagi semua dan memastikan korban mendapatkan keadilan.

“Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah membawa dampak tidak hanya positif namun juga dampak negatif. Salah satu dampak negatif yang ditimbulkan adalah praktik Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) yang marak terjadi dalam ruang digital. Pemerintah terus berupaya menjaga dan meningkatkan dampak positif dari perkembangan teknologi tersebut dan, di sisi lain, secara holistik menekan seluruh dampak negatif yang dapat ditimbulkan dengan berbagai cara.” jelas Ryan Abdisa Sukmadja, Tim Penyidikan dan Ahli UU ITE, Direktorat Pengendalian Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika RI.

Komitmen platform media sosial untuk meningkatkan upaya untuk menjaga ruang digital yang bebas KBGO lewat teknologi maupun kebijakan juga sebuah kunci dalam mengatasi masalah ini.

“Masyarakat, termasuk jurnalis dan aktivis, menggunakan teknologi dan berbagai program Meta untuk terhubung dengan komunitas, mengeksplorasi minat, dan membuat atau berbagi cerita. Kami terus mendorong interaksi yang aman di platform kami, termasuk menawarkan perlindungan untuk melindungi informasi, akun, dan kontak,” pungkas Dessy Sukendar, Policy Programs Manager Meta di Indonesia.

Untuk diketahui, acara talkshow dan kompetisi jurnalistik ini merupakan bagian dari Indonesia Media Program yang diimplementasikan oleh ABC International Development (ABCID) dan didanai oleh Pemerintah Australia di bawah Strategi Penyiaran Indo-Pasifik.(**)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Artikel Lainnya

Cahaya Perempuan Women Crisis Centre

Dampingi 23 Desa dan 9 Kecamatan, Upaya CP WCC Turunkan Angka KDRT di Bengkulu 

Dark Side : Fakta Pendidikan Kedokteran Indonesia yang Penuh Cerita Bullying

Perempuan dan Pembangunan Infrastruktur: Kebijakan dan Dampak yang Tidak Responsif Gender

Leave a Comment