Home » News » Kawal Implementasi KUHP Baru, Apa Dampaknya Bagi Perempuan?

Kawal Implementasi KUHP Baru, Apa Dampaknya Bagi Perempuan?

Ais Fahira

News

Kawal KUHP baru

Bincangperempuan.com- Masih ingat kontroversi di awal tahun 2023? Mantan Presiden kita, Joko Widodo mengesahkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru, menggantikan KUHP warisan Belanda yang telah lama digunakan di Indonesia. Meskipun dianggap sebagai langkah maju dalam memperbarui hukum pidana, KUHP baru ini justru memicu perdebatan sengit. Beberapa pasal dinilai melanggar hak asasi manusia dan kebebasan individu.

KUHP baru, yang disahkan melalui Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023, akan berlaku pada Januari 2026. Beberapa ketentuannya menuai kritik karena dianggap mengatur terlalu jauh ke ranah privat dan mengancam kebebasan berekspresi. Pengacara ternama Hotman Paris bahkan menyebut KUHP baru ini sebagai bentuk “polisi moral” ketimbang hukum pidana berbasis keadilan.

Apa saja pasal-pasal kontroversial dalam KUHP baru ini? Dan bagaimana dampaknya terhadap perempuan?

Pasal-Pasal Bermasalah dalam KUHP Baru

Berikut ini beberapa pasal kontroversial yang banyak diperdebatkan di KUHP baru:

1. Penghinaan terhadap Presiden dan Lembaga Negara

Pasal 218 dan 349 mengkriminalisasi siapa pun yang dianggap menghina presiden, wakil presiden, atau lembaga negara lainnya, dengan ancaman hukuman maksimal tiga tahun penjara untuk penghinaan terhadap presiden, dan satu setengah tahun untuk penghinaan terhadap lembaga negara. Meski mensyaratkan niat jahat, definisi “penghinaan” yang kabur dikhawatirkan dapat membatasi kebebasan berpendapat dalam demokrasi.

2. Potongan Hukuman bagi Koruptor

Pasal 603 menetapkan hukuman minimal dua tahun penjara bagi pelaku korupsi, yang sebelumnya minimal empat tahun. Banyak pihak menilai aturan ini meringankan hukuman bagi koruptor dan tidak sejalan dengan semangat pemberantasan korupsi.

3. Kriminalisasi Hubungan Seks di Luar Nikah

Pasal 411-413 mengatur tentang hubungan seksual di luar pernikahan dan tinggal bersama di luar ikatan pernikahan. Pelanggaran ini dapat dihukum hingga satu tahun penjara. Pasal ini bersifat delik aduan, memungkinkan keluarga atau pasangan resmi untuk melaporkan pelaku.

4. Larangan Unik, seperti Ternak dan Santet

Selain hubungan seksual di luar nikah, KUHP baru juga mencakup aturan pidana terhadap tindakan-tindakan seperti:

  • Membiarkan ternak berjalan di kebun orang lain (Pasal 278, denda maksimal Rp10 juta).
  • Santet (Pasal 252 ayat 1, hukuman maksimal satu setengah tahun penjara).

Para ahli hukum menilai bahwa pengaturan ini terlalu jauh mencampuri urusan privat warga negara, bertentangan dengan prinsip non-diskriminasi.

5. Kriminalisasi Agama Minoritas

Pasal penodaan agama yang diperkuat dalam KUHP baru membuka peluang kriminalisasi terhadap individu atau kelompok agama minoritas. Aturan ini dianggap melanggengkan diskriminasi berbasis agama dan keyakinan.

Asfinawati, pengajar Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera, menilai bahwa Pasal 300 KUHP memungkinkan agama menjadi dasar untuk mempidanakan orang. Pasal tersebut juga dinilai multi-tafsir dan berpotensi menjadi pasal karet.

Menurutnya, pasal 301 KUHP merupakan bentuk reformulasi UU ITE, bahkan berpotensi mengancam jurnalis karena mencakup kata “profesi”. Sementara itu, Pasal 302 memuat kata “menghasut” yang ambigu. Penjelasan Pasal 302 menunjukkan bahwa pasal ini dapat digunakan untuk mempidanakan individu yang memengaruhi keyakinan orang lain, yang bisa berujung diskriminasi.

Pasal 304 mengenai penghinaan terhadap agama juga menuai kritik. Kategori “menghina” sangat subjektif, sehingga ada potensi kriminalisasi berlebihan. Asfinawati menekankan bahwa pasal ini menunjukkan bahwa landasan subjektif terkait apa yang dianggap meresahkan masih menjadi dasar pemidanaan.

Baca juga: Kenapa Pekerja Rumah Tangga Perlu Dilindungi Undang-undang ?

Dampak KUHP Baru terhadap Perempuan

KUHP baru menimbulkan dampak signifikan terhadap perempuan, terutama sebagai kelompok rentan. Berikut adalah beberapa dampaknya:

1. Kriminalisasi Seks Konsensual dan Ruang Privat

Tindak Pidana Perzinahan dalam Pasal 411-413 mencakup larangan terhadap:

i. Persetubuhan dengan orang yang bukan suami atau istri. ii. Hidup bersama sebagai suami istri di luar perkawinan. iii. Persetubuhan dengan anggota keluarga batih. 

Komnas Perempuan menilai pasal ini berpotensi mengkriminalkan perempuan secara tidak proporsional, terutama mereka yang memilih tidak terikat dalam lembaga perkawinan, termasuk pernikahan adat atau agama yang tidak tercatat secara resmi.

2. Penguatan Norma Patriarkal

KUHP baru ini berisiko memperkuat norma-norma patriarkal yang sudah mengakar dalam masyarakat. Perempuan kembali ditempatkan sebagai objek pengawasan oleh keluarga, pasangan, maupun masyarakat. Dalam situasi kekerasan dalam rumah tangga atau hubungan beracun, perempuan mungkin merasa semakin sulit untuk keluar dari situasi tersebut. Isu moralitas berbasis agama yang melekat pada tindak pidana perzinaan sering menempatkan perempuan sebagai pihak yang disalahkan, sehingga menjadi lebih rentan terhadap kriminalisasi.

3. Diskriminasi terhadap Kelompok Rentan

Pasal penodaan agama dalam KUHP baru dapat memperbesar risiko diskriminasi terhadap perempuan dari kelompok agama minoritas. Hal ini berpotensi memberikan beban ganda kepada perempuan dengan keyakinan minoritas dan memperburuk kesenjangan yang sudah ada.

Baca juga: Hak Cuti Ayah: Wujud Kesetaraan dalam Beban Reproduksi

Kemajuan yang Diapresiasi

Walau terdapat banyak pasal kontroversial, Komnas Perempuan mengapresiasi beberapa kemajuan dalam KUHP baru, seperti:

  • Adopsi definisi perkosaan sesuai dengan hukum internasional yang mencakup berbagai bentuk pemaksaan hubungan seksual dan memperhitungkan kerentanan korban.
  • Perluasan jaminan penghentian kehamilan yang tidak diinginkan, termasuk bagi korban kekerasan seksual hingga usia kehamilan 14 minggu.
  • Ringannya ancaman pidana bagi perempuan yang membuang atau merampas nyawa anaknya setelah melahirkan karena takut diketahui, dengan mempertimbangkan kondisi kekerasan seksual.
  • Hubungan antara pasal terkait kekerasan seksual dalam KUHP baru dengan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS), yang memberikan hak lebih besar kepada korban.

KUHP baru menghadirkan peluang dan tantangan besar dalam pembaharuan hukum pidana Indonesia. Di satu sisi, terdapat pasal-pasal progresif yang dapat memperkuat perlindungan perempuan. Namun, di sisi lain, pasal-pasal bermasalah berpotensi memperburuk diskriminasi dan melanggar hak-hak dasar perempuan, terutama dalam isu seks konsensual, norma patriarkal, dan hukum adat.

Pemerintah perlu melakukan evaluasi dan revisi terhadap pasal-pasal yang bermasalah agar KUHP baru tidak menjadi alat untuk membatasi kebebasan dan melanggengkan ketidakadilan. Perlindungan terhadap perempuan dan kelompok rentan harus menjadi prioritas dalam implementasi hukum di Indonesia.

Referensi:

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Artikel Lainnya

Perempuan memilih childfree

Kenapa Banyak Perempuan Memilih Childfree?

AMSI dan Unib: Bahas Peran Media dalam Literasi Masyarakat

Mengenal KOALA, Ojek Online Khusus Perempuan di Kota Serambi Mekkah

Leave a Comment