Home » News » Perjuangan Kesetaraan Gender di Beijing+30: Refleksi dan Tantangan di Asia Pasifik dan Afrika

Perjuangan Kesetaraan Gender di Beijing+30: Refleksi dan Tantangan di Asia Pasifik dan Afrika

Bincang Perempuan

News

Perjuangan Kesetaraan Gender di Beijing+30 Refleksi dan Tantangan di Asia Pasifik dan Afrika

Bincangperempuan.com– Hampir 30 tahun setelah Deklarasi Beijing 1995, dunia masih berjuang untuk mencapai kesetaraan gender yang sejati. Dalam sesi kelima She and Rights yang digelar baru-baru ini, para aktivis dan pakar dari berbagai negara berkumpul untuk menyoroti kemajuan dan tantangan dalam mewujudkan hak-hak perempuan.

Beijing+30: Mencapai Kesetaraan atau Masih Jalan di Tempat?

Deklarasi Beijing dan Platform for Action yang diadopsi oleh 189 negara pada 1995 merupakan tonggak sejarah dalam perjuangan kesetaraan gender. Namun, pada Commission on the Status of Women (CSW) ke-69 yang akan diadakan bulan ini di New York, evaluasi menunjukkan masih banyak tantangan yang harus diatasi.

Menurut Angelie Shenoi, feminis interseksional dan manajer program di Asian Pacific Resource and Research Center for Women (ARROW), meskipun ada kemajuan di beberapa aspek seperti pendidikan dan kesehatan, masih terdapat banyak hambatan struktural yang menghambat kesetaraan gender. “Kita hidup dalam era polycrisis dengan meningkatnya populisme sayap kanan, kekerasan berbasis gender, serta tekanan ekonomi yang memperburuk ketimpangan gender,” ujar Angelie.

Baca juga: Bagaimana Pendekatan Kesetaraan Gender Menjadi Solusi Terbaik Mengatasi Krisis Iklim

Tantangan di Asia Pasifik dan Afrika

Kekerasan Berbasis Gender dan Hak Reproduksi

Di banyak negara, kekerasan terhadap perempuan masih menjadi momok. Di Afrika, 36 negara melaporkan telah memperkuat layanan dukungan bagi korban kekerasan, tetapi angka kekerasan tetap tinggi. Kenya, misalnya, masih bergulat dengan tingginya kasus femisida dan kurangnya implementasi hukum yang berpihak pada perempuan.

Sementara itu, di Asia Pasifik, pernikahan dini dan mutilasi genital perempuan (FGM) masih menjadi tantangan besar. Banyak negara juga menghadapi peningkatan kekerasan berbasis teknologi yang belum diatur secara memadai.

Ketimpangan Ekonomi dan Hak Perempuan di Dunia Kerja

Dalam aspek ekonomi, perempuan masih mengalami diskriminasi dalam upah dan kesempatan kerja. Beberapa negara Afrika seperti Rwanda telah mencapai keterwakilan perempuan sebesar 64% di parlemen, tetapi representasi perempuan di posisi eksekutif tetap rendah, hanya 7%.

Di Asia Pasifik, perempuan menghadapi eksploitasi tenaga kerja dalam sistem kapitalisme global. “Model ekonomi neoliberal mengeksploitasi tenaga kerja perempuan, terutama dalam sektor informal, dengan upah rendah dan kondisi kerja yang buruk,” tambah Angelie.

Perubahan Iklim dan Digitalisasi

Perempuan di negara-negara berkembang lebih rentan terhadap dampak perubahan iklim. Di banyak daerah pedesaan, mereka harus menghadapi kesulitan akses terhadap sumber daya dan penghidupan yang semakin berkurang akibat bencana alam. Digitalisasi juga menjadi tantangan tersendiri, karena akses perempuan terhadap teknologi masih terbatas.

Baca juga: Pentingnya Percepatan Kemajuan Kesetaraan Gender dan Perdamaian

Apa yang Harus Dilakukan?

Para panelis dalam sesi She and Rights, Jumat (28/02/2025) sepakat bahwa dunia membutuhkan langkah konkret untuk mempercepat kesetaraan gender. Beberapa rekomendasi yang muncul meliputi:

  • Meningkatkan Akuntabilitas Pemerintah: Negara-negara harus lebih serius dalam mengimplementasikan kebijakan yang telah mereka tanda tangani, termasuk Beijing+30 dan Deklarasi Maputo.
  • Memperkuat Gerakan Feminisme Kolektif: Kolaborasi antara organisasi perempuan, masyarakat sipil, dan media menjadi kunci untuk melawan retorika anti-hak perempuan yang semakin meningkat.
  • Menuntut Anggaran yang Berkeadilan Gender: Banyak negara masih mengalokasikan anggaran yang sangat minim untuk program kesetaraan gender. Tanpa investasi yang cukup, perubahan tidak akan terjadi.
  • Melibatkan Laki-Laki sebagai Sekutu: Pendidikan gender harus dimulai sejak dini, termasuk melibatkan laki-laki dalam upaya pencegahan kekerasan berbasis gender.

Menuju Masa Depan yang Lebih Setara

Seiring peringatan 30 tahun Deklarasi Beijing, dunia perlu memastikan bahwa kesetaraan gender bukan hanya janji di atas kertas, tetapi juga realitas bagi semua perempuan, tanpa terkecuali. She and Rights menjadi pengingat bahwa perjuangan masih panjang, tetapi dengan aksi kolektif dan komitmen nyata, perubahan dapat terwujud.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Artikel Lainnya

Mengapa Perempuan Menjadi Korban Terbanyak Kekerasan dalam Rumah Tangga?

Mengapa Laki-laki Juga Penting dalam Beauty Consciousness

Mengapa Laki-laki Juga Penting dalam Beauty Consciousness

Gaya Energi Feminin: Keseimbangan Antara Energi Gelap dan Terang

Leave a Comment