Home » News » Suami atau Istri yang Durhaka? Istilah Nusyuz yang Sering Disempitkan

Suami atau Istri yang Durhaka? Istilah Nusyuz yang Sering Disempitkan

Ais Fahira

News

Suami atau Istri yang Durhaka Istilah Nusyuz yang Sering Disempitkan

Bincangperempuan.com- Pada 16 April lalu, publik dikejutkan oleh oleh kabar gugatan cerai yang diajukan Baim Wong terhadap Paula. Alasan yang diajukannya pun tak kalah menghebohkan, yaitu adanya dugaan perselingkuhan yang melibatkan teman dekatnya sendiri, Nico. Dalam proses persidangan, majelis hakim menyatakan Paula terbukti berselingkuh dan menyematkan label sebagai istri “nusyuz“—istilah dalam hukum Islam yang merujuk pada istri yang durhaka terhadap suami.

Istilah “nusyuz” ini memang lazim digunakan dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) dan Undang-Undang Perkawinan di Indonesia. Beberapa contoh perilaku yang dianggap sebagai bentuk nusyuz antara lain menolak ajakan hubungan suami istri, meninggalkan rumah tanpa izin suami, atau menunjukkan sikap tidak hormat kepada suami.

Tapi,  tunggu dulu. Apakah hanya istri yang bisa disebut durhaka dalam pernikahan?

Durhaka Bukan Soal Jenis Kelamin

Sayangnya, dalam praktik hukum di Indonesia, terutama dalam kebanyakan tafsir keagamaan arus utama, istilah “nusyuz” hampir selalu dikaitkan dengan perempuan. Seakan-akan hanya istri yang mungkin lalai, melanggar, atau tidak memenuhi kewajiban rumah tangga. Padahal, dalam realita sosial, tidak sedikit juga kasus suami yang bersikap lalai atau bahkan merusak relasi pernikahan.

Misalnya, ketika seorang suami tidak menafkahi istrinya secara layak, meninggalkan rumah tanpa kabar, melakukan kekerasan verbal atau fisik, atau menjalin hubungan dengan orang lain tanpa izin atau pengetahuan pasangannya. Bukanlah itu juga merupakan bentuk pengkhianatan dan pelanggaran tanggung jawab?

Dalam konteks yang lebih luas, banyak akademisi dan aktivis keadilan gender yang mulai mendorong pemaknaan ulang terhadap istilah “nusyuz”. Profesor Alimatul Qibtiyah, misalnya, dalam kerangka pemikiran Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI), menyatakan bahwa baik suami maupun istri bisa menunjukkan sikap nusyuz jika mereka gagal menjalankan kewajibannya dalam rumah tangga. Ini termasuk sikap tidak adil, kasar, atau abai.

Baca juga: Penerbangan Blue Origin dan Isu yang Tak Pernah Naik ke Orbit

Dalam Kitab Al-Qur’an, Keduanya Bisa Nusyuz

Selain itu, salah satu Ketua Majelis Musyawarah Kongres Ulama Perempuan Indonesia (MM KUPI), Nyai Hj. Badriyah Fayumi, Lc. MA dalam Mubadalah, menyebutkan bahwa di Al-Qur’an pun kita bisa menemukan petunjuk bahwa baik istri mau pun suami bisa bersikap nusyuz. Q.S. An-Nisa ayat 34 memang menyebutkan istri yang nusyuz, tapi ayat 128 dari surah yang sama juga menyinggung tentang nusyuz dari pihak suami. Jadi, secara teks, ruang untuk memahami bahwa suami juga bisa durhaka itu ada.

Namun dalam implementasinya, pengadilan agama di Indonesia belum banyak mengadopsi pemahaman yang setara ini. Suami yang selingkuh atau berlaku kasar misalnya, mereka tidak secara eksplisit dilabeli sebagai “nusyuz” dalam dokumen putusan. Padahal, dampaknya terhadap keharmonisan rumah tangga bisa sama beratnya.

Ketimpangan yang Nyata

Ketika hukum hanya menyasar hanya kepada satu pihak — dalam hal ini istri sebagai “yang bisa durhaka”, maka potensi ketidakadilan pun muncul. Terutama dalam kasus perceraian, seperti yang diatur dalam KHI. Dalam pasal 80 ayat 1 sampai 6 menjelaskan terkait kewajiban tanggung jawab tanggung jawab suami yang perlu dipenuhi terhadap istrinya, dan pada ayat 7 dijelaskan bahwa kewajiban suami tersebut terhadap istri akan gugur jika istri nusyuz

Kewajiban-kewajiban yang disebutkan pada pasal tersebut meliputi nafkah dan lain sebagainya. Artinya apabila istri secara jelas melakukan perbuatan nusyuz maka dirinya tidak lagi memiliki hak atas kewajiban-kewajiban dari suaminya. Sementara itu suami yang terbukti berselingkuh kerap tidak memperoleh konsekuensi hukum yang setimpal.

Ketimpangan ini akan berdampak terhadap hak asuh anak dan persepsi sosial. Seorang perempuan yang dituding selingkuh bisa dengan cepat dihujat, distigma, bahkan kehilangan akses terhadap anaknya. Sementara laki-laki dalam posisi yang sama kadang masih dilindungi reputasinya, terutama jika ia memiliki kuasa ekonomi atau sosial yang besar.

Baca juga: Kenapa Gaya Y2K Ala Tahun 2000-an Kembali Diminati?

Tafsir Baru, Harapan Baru

Meski begitu, harapan untuk keadilan yang lebih setara sebenarnya mulai muncul. Di berbagai forum kajian fikih kontemporer, para cendekiawan mulai mengangkat isu ketimpangan ini dan menawarkan tafsir yang lebih berperspektif kesetaraan. Nusantara, lewat gerakan KUPI dan para akademisi perempuan, menjadi salah satu tempat di mana wacana ini terus dikembangkan.

Dalam tafsir-tafsir baru ini, seorang suami bisa dikategorikan sebagai nusyuz jika ia:

  • Tidak memenuhi kewajiban nafkah lahir dan batin terhadap istri
  • Melakukan kekerasan fisik atau psikis
  • Melakukan perselingkuhan
  • Mengabaikan peran sebagai ayah dan pasangan hidup

Dengan membuka ruang ini, hukum tidak hanya menjadi lebih adil bagi perempuan, tetapi juga mendidik laki-laki untuk tidak menyalahgunakan posisi dominan mereka dalam rumah tangga.

Rumah Tangga Bukan Soal Siapa yang Lebih Taat

Pada akhirnya, pernikahan adalah relasi dua orang dewasa yang sama-sama punya tanggung jawab. Tidak adil rasanya jika hanya salah satu pihak yang dianggap bisa berbuat salah. Baik suami maupun istri bisa durhaka — bukan hanya pada pasangan, tetapi juga pada nilai keadilan dan cinta yang seharusnya menjadi dasar relasi mereka.

Maka, daripada terus melanggengkan pemaknaan sempit tentang siapa yang lebih “taat” atau “durhaka”, mungkin sudah saatnya kita melihat pernikahan sebagai ruang kerja sama, bukan dominasi. Karena rumah tangga bukan ajang siapa yang harus tunduk, tapi siapa yang bisa saling menguatkan.

Referensi:

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Artikel Lainnya

Pentingnya Partisipasi Perempuan dalam Pembuatan Kebijakan

Energi Feminin, Cara Untuk Memancarkannya

Yakin #KaburAjaDulu Ini Dia Tanggapan Pemerintah dan Warganet

Yakin #KaburAjaDulu? Ini Dia Tanggapan Pemerintah dan Warganet

Leave a Comment