Bincangperempuan.com- Aktivitas menelpon atau panggilan suara biasanya jadi pilihan saat ada hal penting atau mendesak. Tapi, pernahkah kamu merasa cemas atau bahkan panik saat ada telepon masuk, apalagi dari nomor yang tidak dikenal? Ternyata, kamu tak sendiri. Banyak orang terutama dari Gen Z, kebanyakan mereka mengaku lebih memilih untuk tidak menjawab telepon.
Inilah fakta yang ditunjukkan sebuah survei dari U switch di Inggris pada tahun 2024 terhadap 2.000 responden, menunjukkan bahwa hampir seperempat (23%) dari kelompok usia 18 sampai 34 tahun tidak pernah mengangkat telepon. Sekitar 61% dari mereka juga mengaku lebih suka dikirimi pesan teks dibandingkan menerima panggilan suara. Lantas, mengapa aktivitas menelepon ini bisa menimbulkan rasa cemas atau bahkan ditakuti?
Takut Dapat Kabar Buruk
Berdasarkan survei tersebut, lebih dari setengah responden berusia 18–24 tahun merasa bahwa panggilan mendadak, apalagi tanpa pemberitahuan, biasanya diasumsikan sebagai adanya kabar buruk. Mungkin karena kita sudah terbiasa dengan notifikasi yang terkontrol dan pesan teks yang bisa dibaca kapan saja, jadi panggilan telepon terasa seperti gangguan yang datang tiba-tiba.
Bahkan, banyak dari kita merasa was-was kalau ada nomor tak dikenal muncul di layar. Jangan-jangan penipu? Atau debt collector? Atau mantan?
Chat dan Voice Note Bisa Jadi Pilihan
Survei yang sama juga menunjukkan bahwa 48% Gen Z lebih memilih berkomunikasi lewat media sosial, dan sepertiga lebih suka mengirim pesan suara. Kenapa? Karena komunikasi lewat teks atau pesan suara lebih fleksibel—bisa diedit, diketik ulang, atau bahkan dihapus sebelum dikirim. Kita juga dapat memikirkan isi pesan dengan matang terlebih dahulu, atau mungkin sambil menunggu kondisi emosional yang baik sebelum membalas pesan. Berbeda dengan aktivitas panggilan atau menelepon, kita harus langsung responsif dan siap menjawab.
Suara Sendiri Jadi Sumber Kecemasan
Banyak Gen Z juga merasa tak nyaman dengan suara mereka sendiri saat menelepon. Tanpa ekspresi wajah atau gerakan tubuh, kita jadi nggak tahu lawan bicara kita merespons gimana. Kita tidak bisa baca ekspresi mereka, dan itu bikin tambah deg-degan. Apalagi untuk orang yang cenderung perfeksionis atau mudah overthinking.
Kecemasan soal suara ini juga membuat beberapa orang merasa tidak percaya diri. “Suara aku cempreng nggak sih?” atau “Kok aku kayak gugup banget ya ngomongnya?”
Baca juga: Female Breadwinners, Ketika Perempuan Jadi Pencari Nafkah Utama
Phone Anxiety
Kalau kamu merasa jantung berdebar, tangan dingin, atau perut mual setiap kali harus mengangkat telepon, bisa jadi kamu mengalami phone anxiety. Menurut beberapa studi, gejala kecemasan ini bisa berupa:
- Menunda atau menghindari mengangkat/membuat panggilan
- Gelisah sebelum, saat, dan setelah menelepon
- Merasa takut salah ngomong atau dinilai aneh
- Merasa nggak siap atau tertekan harus menjawab cepat
Secara fisik, gejalanya bisa berupa napas pendek, pusing, jantung berdebar, hingga otot tegang. Dan sayangnya, semakin kamu menghindari telepon, biasanya rasa takut itu justru semakin besar.
Tekanan Jadi Fokus Utama
Ketika sedang bicara secara langsung, kita masih bisa mengalihkan pandangan, melihat ke luar jendela, atau sambil menyeruput kopi. Tetapi ketika sedang bercuap-cuap melalui telepon, rasanya semua perhatian tertuju ke kita. Kita dituntut untuk fokus menjawab dengan cepat, dan terkadang tanpa sempat berpikir panjang.
Hening sebentar saja mungkin bisa terasa canggung. Padahal ketika berinteraksi secara langsung, diam sebentar dianggap wajar, mungkin lawan bicara kita sedang berpikir atau mengunyah cemilan. Tapi kalau di telepon? Diam satu detik saja rasanya sudah panik.
Dunia Digital Membuat Kita Terbiasa dengan “Filter”
Kita sekarang terbiasa hidup di dunia digital yang bisa dikurasi. Kita bisa menulis caption berulang kali sebelum menekan tombol post, bisa menghapus chat, bisa memilih emoji yang pas. Tapi di telepon? Tidak ada tombol backspace atau delete. Semuanya terjadi secara langsung. Bagi sebagian orang, ini terasa “berisiko” karena takut salah bicara atau menimbulkan reaksi yang kurang pas.
Baca juga: Melihat Indeks Pembangunan Gender Provinsi Bengkulu
Lalu Apa yang Harus Dilakukan?
B-pers, kalau kamu merasa cemas berlebihan sebelum mengangkat telepon, berikut ini ada beberapa tips untuk mulai berdamai dengan kecemasanmu.
- Mulai dari panggilan yang ringan
Coba telepon teman dekat atau keluarga dulu. Topiknya bisa santai, supaya tidak terlalu tertekan. - Tulis dulu poin yang mau kamu sampaikan
Kalau kamu harus menelepon untuk urusan penting (seperti wawancara kerja, urusan pekerjaan atau sekadar bertanya ke customer service). Sebaiknya persiapkan catatan kecil sebelum agar tidak bingung saat bicara. - Latihan lewat voice note
Kirim pesan suara atau voice note ke teman untuk membiasakan diri mendengar suara sendiri. Lama-lama kamu akan terbiasa dan lebih percaya diri. - Atur status profil atau janjian dulu
Tidak semua panggilan harus mendadak. Membuat status About di Whatsapp dengan “Panggilan Mendesak Saja”. Dengan ini orang lain akan berpikir dua kali sebelum menelepon. Kamu juga bisa membuat janji terlebih dahulu melalui chat sebelum menelepon.
Akhir kata, enggan mengangkat telepon bukan berarti menunjukkan perilaku tidak sopan atau tidak peduli. Di era digital saat ini, cara kita berkomunikasi memang sudah berubah. Tapi, penting untuk tetap fleksibel dan belajar beradaptasi dengan berbagai bentuk komunikasi. Siapa tahu, suatu hari nanti, kamu malah menjadi jadi orang yang paling semangat untuk menelepon duluan?
Referensi:
- Reid, D. J., & Reid, F. J. M. (2007). Text or talk? Social anxiety, loneliness, and divergent preferences for cell phone use. CyberPsychology & Behavior, 10(3), 424–435. https://doi.org/10.1089/cpb.2006.9936
- Uswitch. (2024, April). Call me maybe? A quarter of young people never answer the phone. Uswitch. https://www.uswitch.com/media-centre/2024/04/Call-me-maybe-quarter-young-people-never-answer-phone/