Home » News » AMSI Kecam Serangan Terhadap Perusahaan Media dan Jurnalis  

AMSI Kecam Serangan Terhadap Perusahaan Media dan Jurnalis  

Bincang Perempuan

News

AMSI Kecam Serangan Terhadap Perusahaan Media dan Jurnalis  

Bincangperempuan.com- Meningkatnya tren kekerasan dan intimidasi terhadap perusahaan media dan jurnalis di Indonesia, selama dua pekan terakhir mendapat kecaman keras dari Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI).

Ketua Umum AMSI, Wahyu Dhyatmika, dalam rilisnya mengatakan jika tidak ada upaya konkret dan serius dari pemerintah untuk mengungkap pelaku intimidasi  dan kekerasan terhadap pers serta menyelesaikannya secara hukum, maka kemunduran kebebasan pers, kebebasan berekspresi dan demokrasi di negeri ini akan makin luas dan sulit diperbaiki.

Baca juga: AMSI dan Unib: Bahas Peran Media dalam Literasi Masyarakat

Serangan Beruntun Terhadap Jurnalis

Serangkaian kekerasan fisik, digital, ancaman serta intimidasi menimpa jurnalis dan media, terutama yang meliput aksi protes mahasiswa dan masyarakat sipil atas pengesahan revisi UU Tentara Nasional Indonesia Nomor 34 Tahun 2004.

Pada 20 Maret 2025, ketika Dewan Perwakilan Rakyat mengesahkan revisi UU TNI, AMSI menerima sejumlah laporan mengenai kekerasan fisik dan psikis yang menimpa para jurnalis peliput peristiwa itu di lapangan.

Di Jakarta, jurnalis IDN Times dan jurnalis pers kampus Suara Mahasiswa UI menjadi korban pemukulan dan intimidasi ketika meliput demonstrasi mahasiswa yang menolak keputusan DPR dan pemerintah tersebut.

Pada 24 Maret 2025, dua jurnalis dari BeritaJatim.com dan Suara Surabaya menjadi sasaran kekerasan aparat ketika meliput demonstrasi di Surabaya, Jawa Timur. Hasil liputan mereka, berupa foto dan video, dihapus aparat secara paksa. Padahal mereka baru saja mengabadikan serangkaian kekerasan yang dilakukan polisi pada demonstran. Foto dan video mereka adalah bukti hukum yang dibutuhkan untuk menjatuhkan sanksi pada polisi yang menggunakan kekerasan berlebihan untuk menangani aksi unjuk rasa.

Pada hari yang sama, tiga jurnalis di Sukabumi dan Bandung, Jawa Barat, dari Kompas.com, DetikJabar dan VisiNews, juga mengalami intimidasi dan kekerasan serupa, ketika meliput aksi protes mahasiswa di sana. Di tengah demonstrasi menolak revisi UU TNI, mereka mengabadikan kekerasan yang dilakukan polisi pada mahasiswa. Keduanya langsung disergap polisi dan dipaksa menghapus foto dan video di alat kerja mereka.

Sehari kemudian, di Malang, Jawa Timur, sedikitnya delapan jurnalis pers mahasiswa dari Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia juga mengalami kekerasan dari polisi ketika tengah meliput demonstrasi yang memprotes revisi UU TNI.  

Sebelumnya, pada 19 Maret 2025, kantor Tempo di Jakarta, menerima kiriman kepala babi yang ditujukan pada salah satu jurnalisnya, disertai pesan ancaman ke akun Instagram Tempo, untuk tidak lagi memberitakan berbagai informasi yang kritis terhadap pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Tak lama kemudian, akun Whatsapp milik keluarga jurnalis Tempo, diserang secara digital. Teror berlanjut tiga hari berikutnya dengan kiriman paket berisi enam tikus tanpa kepala.

Baca juga: Gandeng AMSI, TikTok Perkuat Kampanye Digital #LawanJudol

Ancaman Bagi Kebebasan Pers

AMSI menilai serangkaian intimidasi, serangan digital dan kekerasan yang menimpa perusahaan media dan jurnalis di Indonesia, dalam dua pekan terakhir, telah mencapai titik yang mengkhawatirkan. Kondisi ini menebar ketakutan, rasa tidak aman, dan memicu self censorship di kalangan redaksi media. 

“Serangkaian insiden ini merupakan upaya sistematis untuk membungkam media dan jurnalis, agar tidak lagi memberitakan kesalahan dan pelanggaran yang terjadi di sekeliling kita,” kata Wahyu Dhyatmika, Ketua Umum AMSI.

“Jika dibiarkan, maka era pers bebas yang diperjuangkan pada era Reformasi 1998, akan lenyap, berganti menjadi pers yang hanya melaporkan narasi tunggal pemerintah,” lanjutnya.

Sebagai negara demokratis, Indonesia memiliki Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers yang menjamin kemerdekaan pers. Jika ada pihak yang merasa dirugikan oleh pemberitaan, tersedia mekanisme hak jawab, hak koreksi, dan mediasi melalui Dewan Pers sebagai jalur penyelesaian yang beradab, tanpa kekerasan.

“Langkah-langkah di luar mekanisme hukum, termasuk intimidasi dan serangan fisik, adalah tindakan yang tidak dapat dibenarkan dalam sistem demokrasi yang sehat,” kata Sekjen AMSI Maryadi.

“Kejelasan dan transparansi dalam penegakan hukum akan menjadi faktor krusial dalam mencegah eskalasi lebih lanjut dan memberikan rasa aman bagi jurnalis serta pelaku industri media,” tegas Maryadi.

Agar serangkaian serangan ini tidak berpengaruh buruk pada kesinambungan industri media dan ekosistem digital di indonesia, AMSI merekomendasikan sejumlah langkah berikut:

  • Polisi harus mengusut tuntas dan mengungkap pelaku intimidasi dan kekerasan yang menimpa jurnalis di berbagai daerah, dan mengungkap dalang pengiriman bangkai ke kantor Tempo.
  • Pemerintah harus menjamin keamanan jurnalis dan pekerja media yang berpotensi menjadi sasaran intimidasi dan kekerasan. 
  • Perusahaan media harus bersama-sama memperkuat sistem keamanan digital dan memperhatikan keselamatan jurnalis di lapangan. 

    Sebagai organisasi yang menaungi 400 lebih perusahaan media siber di Indonesia, AMSI berkomitmen untuk terus mendukung anggotanya dalam menghadapi masa yang sulit ini.  

    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

    Artikel Lainnya

    Little Women Kebebasan Perempuan untuk Berdaya

    Little Women: Representasi Kebebasan Perempuan untuk Berdaya

    Sindrom Menyalahkan Perempuan: Menyoroti Beban Tidak Adil

    Bagaimana Penanganan Kekerasan Seksual di Unsri Saat Ini

    Sempat Menjadi Sorotan, Bagaimana Penanganan Kekerasan Seksual di Unsri Saat Ini?

    Leave a Comment