Bincangperempuan.com– Semakin bervariasi dan terkenal, kita sekarang sudah jarang mendengar pembicaraan yang meragukan anime sebagai media untuk merepresentasikan berbagai aspek kehidupan, budaya, dan pengalaman kita. Dengan beragam genre, cerita-cerita yang kompleks, dan penokohan yang mendalam, anime dapat menyampaikan pesan-pesan sosial dan moral yang kuat, salah satunya tentang anak dan keluarga.
Mulai dari anime yang menyayat hati, mengandung gelak tawa, sampai mencekam, berikut rekomendasi anime yang menawarkan perspektif berbeda mengenai dinamika anak dan keluarga:
Kotaro Lives Alone (2022)
Sebelum dibahas, perlu kamu ketahui bahwa Kotaro Lives Alone mengandung satu ton air mata alias sedihnya bukan main. Bagaimana tidak? Anime ini menceritakan tentang kehidupan bocah laki-laki berumur 4 tahun bernama Sato Kotaro yang tinggal sendirian tanpa pengawasan orang dewasa di suatu apartemen. Baru premisnya saja, anime ini sudah terlihat bakal mengundang tangis.
Bagaimana bisa anak kecil tinggal sendirian tanpa orang tua? Sebetulnya, baik di Jepang maupun di Indonesia, aturan hukum telah tegas menyatakan bahwa penelantaran anak adalah tindak kekerasan dan dapat dipidana. Apartemen tersebut mulanya juga tidak mengizinkan anak kecil menyewa. Namun, dalam kasus Kotaro, ia diperbolehkan oleh si pemilik lantaran punya uang yang cukup. Karena merasa mesti berperan sebagai orang dewasa yang bertanggung jawab, Karino Shin, tetangga sebelah sekaligus penulis manga yang tidak terkenal-terkenal amat, diam-diam mulai ikut menjaga Kotaro. Dari sini, dimulailah keseharian Kotaro, bocah yang hidup sendiri, dengan para tetangganya yang perhatian padanya.
Jangan percaya kalau ada yang mengatakan Kotaro Lives Alone adalah anime heartwarming karena dibalut genre slice of life dan Kotaro tampak gemas! Pasalnya, anime ini tidak ada ampun dalam menunjukkan betapa menyedihkan dan seriusnya trauma anak-anak yang mengalami abandonment issue dan penelantaran. Siapa yang mengira bahwa ketelitian Kotaro dalam memilih tisu yang harus enak menandakan bahwa bocah itu pernah menahan lapar dengan memakan tisu karena sering ditelantarkan oleh orang tuanya? Itu sebabnya Kotaro hanya mau membeli tisu yang mahal dan manis. Atau, kita bisa mengetahui apakah anak dirawat dengan benar atau ditelantarkan lewat kondisi gigi-gigi mereka.
Dua hal itu hanya sebagian kecil dari banyaknya problematika penelantaran anak yang dibahas oleh anime Kotaro Lives Alone. Bagaikan menyelami gunung es di dasar laut, anime ini menunjukkan dengan blak-blakan serta tanpa menggurui tentang persoalan anak-anak, orang tua, dan keluarga yang sebenarnya sangat krusial, tetapi berkemungkinan besar luput dari perhatian kita.
Baca juga: Serba Serbi tentang Bra yang Harus Diketahui
Buddy Daddies (2023)
Butuh satu desa untuk membesarkan seorang anak. Inilah yang diamini oleh Buddy Daddies. Anime ini menceritakan tentang Kazuki dan Rei, dua pembunuh bayaran yang berakhir harus membesarkan anak perempuan bernama Unasaka Miri karena terjadinya situasi yang tak terduga saat mereka tengah menjalankan misi. Sempat dituding bakal menduplikasi formula Spy x Family, rupanya Buddy Daddies membawa banyak perspektif dan percakapan yang jauh lebih esensial tentang pengasuhan anak dan peran orang tua.
Tidak seperti Spy x Family yang menampilkan model keluarga nuklir berupa satu ayah (Loid), satu ibu (Yor), dan anak (Anya), anime Buddy Daddies memperlihatkan model keluarga nontradisional berupa platonic co-parenting sesama jenis yang dilakukan antara dua laki-laki tanpa hubungan romantis (Kazuki dan Rei) dengan anak (Miri). Platonic o-parenting sendiri, berdasarkan pengertian The Bump, kesepakatan antara dua individu tanpa relasi romantis untuk bersama-sama mengasuh dan merawat anak. Dan, representasi ini yang memang sengaja ditonjolkan oleh Tsuji dan Toba Yosuke, produser Buddy Daddies, seperti yang diungkapkan dalam wawancara eksklusif mereka.
Tak hanya itu, ada banyak persoalan parenting yang bakal relate dengan kita, seperti kesulitan ketika menyeimbangkan kesibukan bekerja dengan merawat anak, keterlibatan daycare sebagai alternatif yang esensial untuk pengasuhan anak, hingga pentingnya peka dan adil dalam pembagian kerja domestik. Selain itu, dibandingkan dengan Spy x Family, Buddy Daddies memiliki realitas parenting yang lebih akurat karena menghadirkan Miri dengan karakter sebagaimana anak seusianya. Hal tersebut pun menjadikan Buddy Daddies semakin kaya akan makna tentang anak dan keluarga.
Baca juga: Father Wound, Trauma Akibat Ketidakhadiran Ayah
Kakushigoto (2020)
Kakushigoto menceritakan apa? Anime ini bercerita tentang keseharian seorang single parent, yang dalam anime ini ialah ayah tunggal, bernama Goto Kakushi dengan anak perempuan semata wayangnya, Hime. Apa yang membuat Kakushigoto lebih berbeda daripada anime lainnya? Sebagai seorang ayah tunggal, ternyata Kakushi mempunyai permasalahannya sendiri, yaitu ia berprofesi sebagai mangaka ecchi atau dewasa yang “cukup” populer. Kakushi takut anak perempuan satu-satunya kecewa dan malu jika mengetahui bahwa pekerjaan sehari-harinya adalah menggambar adegan erotis. Ia bersumpah tidak akan membiarkan putrinya tahu. Karena itu, setiap harinya, berbagai cara pun ia lakukan untuk melindungi “pekerjaan rahasianya”, bahkan meskipun itu tak masuk akal sekalipun. Namun, sepandai-pandainya tupai melompat, pasti akan jatuh juga, kan?
Kesampingkan dulu pekerjaan Kakushi yang memiliki pembahasannya tersendiri jika ingin didiskusikan lebih lanjut. Kakushigoto membawa percakapan serius berbalut komedi tentang ketakutan-ketakutan yang dialami oleh ayah tunggal. Hime, putrinya, tidak pernah merasakan kasih sayang dari seorang ibu lantaran sudah tiada. Karena itu, Kakushi menginginkan banyak hal yang terbaik untuk Hime. Namun, sulit bagi Kakushi untuk mewujudkan hal tersebut akibat tekanan karena takut putrinya mengetahui pekerjaannya maupun kekhawatiran jatuh miskin akibat manganya tak laku. Belum lagi jika membicarakan betapa rentannya profesi mangaka, seperti upah rendah, overwork, hingga tenggat waktu gila-gilaan hingga jenjang karier yang tidak pasti. Meski dipenuhi lelucon, jadi sungkan rasanya mau mentertawakan Kakushigoto.
Baca juga: Perempuan dan Fenomena Glass Ceiling di Dunia Kerja
My Home Hero (2023)
Berbeda dengan anime-anime sebelumnya, My Home Hero mempunyai genre yang lebih menegangkan. Anime ini menceritakan tentang Tosu Tetsuo, seorang karyawan biasa-biasa saja mendapati bahwa putri semata wayangnya, Reika, dianiaya oleh pacarnya, Nobuto Matori, yang ternyata bagian dari yakuza. Tetsuo menyadari bahwa nasib lebih buruk bakal menimpa putrinya. Namun, ketika sedang mencari bukti, ia berakhir membunuh Nobuto. Tetsuo bersama istrinya, Kasen, bekerja sama menutupi pembunuhan tersebut. Namun, malang bagi mereka berdua. Ternyata, Nobuto adalah anak dari kepala yakuza. Dari sini, Tetsuo dan Kasen, dengan latar belakang yang tidak spesial, harus memutar otak demi melindungi Reika, putri mereka, dari ancaman yakuza yang kejam.
Dengan disorotnya isu kekerasan terhadap perempuan yang bagai sulit mempunyai payung perlindungan yang pasti, dalam anime ini, kita sebagai penonton terasa seperti diberikan akses untuk melangkahi batasan moral hitam dan putih dalam membicarakan hubungan keluarga dan anak. Apakah yang dilakukan pasangan suami istri tersebut untuk melindungi putrinya sudah benar? Jika tidak, mengapa Tetsuo dan Kasen sampai harus berakhir menjadi pembunuh demi putri mereka? Pertanyaan-pertanyaan ini, menariknya, mampu membuat penonton terpantik ke pertanyaan mendasar yang krusial, yaitu: ke manakah hukum yang katanya dibuat untuk melindungi siapa pun itu? Atau, jangan-jangan negara memang secara tersistem merawat lingkungan yang mendukung kekerasan?