Home » News » Gadis Kretek, Perjuangan Impian dan Hak Perempuan

Gadis Kretek, Perjuangan Impian dan Hak Perempuan

Bincang Perempuan

News

Gadis Kretek

Bincangperempuan.com– Gadis Kretek, drama Indonesia ini resmi dirilis Netflix awal November lalu. Film besutan sutradara Ifa Isfansyah dan Kamila Andini ini diangkat dari novel dengan judul yang sama karangan Ratih Kumala.

Sejumlah aktris papan atas hadir dalam drama berdurasi 60-70 menit tersebut. Diantaranya Dian Sastrowardoyo, Ario Bayu, Arya Saloka, Putri Marino, Ibnu Jamil, Sheila Dara Aisha, Tissa Biani Azzahra, Sha Ine Febriyanti, Rukman Rosadi, Winky Wiryawan, dan lainnya.

Secara umum, drama Gadis Kretek terdiri dari dua lini masa. Era tahun 1960-an dan awal tahun 2000-an. Drama ini dimulai dengan kisah Soeraja tua yang menyampaikan keinginan terakhirnya kepada putranya Lebas bahwa ia ingin bertemu Jeng Yah alias Dasiyah.

Baca juga: Dampak Penggunaan Obat Penunda Haid

Dasiyah alias Jeng Yah, seorang remaja putri sekaligus putri seorang pemilik usaha rokok. Dasiyah membantu ayahnya, Idroes Moeria, dalam bisnis rokok alias Kretek, mengelola tim perempuan yang bertugas melinting batang rokok. Namun Dasiyah mempunyai impian besar dan ingin menciptakan cita rasa sendiri, hal yang dilarang dalam bisnis yang dipimpin oleh laki-laki ini.

Saat Dasiyah berupaya mewujudkan mimpinya, Soeraja alias Raja memasuki kehidupannya. Sebagai laki-laki yang pernah mengecap pendidikan di era kolonial, Raja dapat memahami apa yang menjadi mimpi dari Dasiyah, menjadi perempuan yang ingin menggapai impiannya. Seketika, hidup mereka berubah dengan cara yang tidak diharapkan oleh siapa pun.

Melalui mimpi Dasiyah, diperlihatkan bagaimana perempuan terampil di tahun 1960an tidak bisa melakukan apa yang mereka inginkan karena laki-laki menginginkan semuanya untuk diri mereka sendiri. Meski ayah Jeng Yah mengetahui potensi putrinya, dia tidak mendukung putrinya di depan rekan bisnis lainnya.

Padahal Jeng Yah memiliki bakat yang luar biasa dalam bidang tembakau, dengan hidung yang luar biasa, langit-langit mulut yang sensitif, ia bisa menemukan campuran bahan-bahan yang tepat. Namun, menurut struktur sosial yang kaku pada saat itu, Jeng Yah tampaknya ditakdirkan untuk menjalani kehidupan mewah dan terbatas sebagai istri kaya dalam perjodohan.

Baca juga: #MeToo, Dukungan untuk Penyintas Kekerasan Seksual

Dari drama Gadis Kretek juga menampilkan beberapa adegen yang menggambarkan hinaan dan cenderung merendahkan kemampuan perempuan. Seperti kalimat “Tak seorang pun akan menginginkan perempuan jika tangan perempuan berbau tembakau,” seperti yang disampaikan rekan bisnis Ayah Jeng Yah, saat melihat Jeng Yah memilah-milah berbagai merek rokok di pasar lokal. Atau stigma diluar logika terkait keberadaan perempuan di laboratorium justru akan membuat saos kretek menjadi terasa asam.

Gadis Kretek kembali mengingatkan perempuan akan budaya patriarki yang mengakar di masyarakat terus mengkontruksi peran perempuan itu sendiri. Pemikiran yang telah tertanam dalam benak masyarakat menciptakan pemahaman bahwa perempuan tidak dapat mengambil bagian dalam kegiatan di luar sektor domestik. Tak hanya menggambarkan urusan romansa, lebih dari itu, Gadis Kretek membahas impian dan hak perempuan untuk mencapai cita-citanya. (**)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Gadis Kretek, gerakan perempuan

Artikel Lainnya

Say No To Insecure

Unbiased gender journalism in Indonesia, a road less traveled

Perempuan dan Anak Kelompok Paling Rentan Terdampak Buruknya Kualitas Udara

Leave a Comment