Home » Bagaimana Jurnalis Menghadapi Kekacauan Informasi?

Bagaimana Jurnalis Menghadapi Kekacauan Informasi?

Bincang Perempuan

News

Bincangperempuan.com– Kekacauan informasi telah melanda ekosistem internet dalam beberapa tahun terakhir. Sulit bagi jurnalis untuk mempelajari, memahami, dan memerangi misinformasi, disinformasi, dan malinformasi.

Meskipun konsep misinformasi, disinformasi, dan malinformasi sering digunakan secara bergantian, ketiganya merupakan komponen gangguan informasi yang berbeda. Jika tidak mengkategorikannya dengan benar maka tidak akan dapat mempelajarinya.

Ketua AJI Bengkulu Yunike Karolina mengatakan, jurnalis harus mengevaluasi konten berdasarkan tiga dimensi. Yakni kredibilitas, kepercayaan seseorang terhadap konten, dan niat seseorang untuk menimbulkan kerugian dengan membagikan konten tersebut.

”Secara khusus keyakinan seseorang terhadap pesan palsu dapat mengubah cara informasi tersebut yang menyebar dan memengaruhi dunia di luar Internet,” kata Yunike, Sabtu (23/03/2024).

Baca juga: Menghadapi Perubahan Iklim, Perempuan Petani Kopi Ajukan Ranperdes

Untuk menghalau kekacauan informasi, jelas Yunike, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bengkulu menggelar Intermediate Fact Checking Training, didukung AJI Indonesia berkolaborasi dengan Google News Initiative (GNI) menjadi langkah strategis untuk meningkatkan kapasitas jurnalis dalam menghadapi dinamika informasi digital yang berkembang pesat.

Pelatihan ini, harap Yunike, dapat membentuk garda terdepan yang tangguh dalam melawan mis-disinformasi, menjaga kualitas berita, dan memperkuat hubungan antara media lokal dengan masyarakatnya.

Di mana Intermediate Fact Checking Training, kata Yunike, merupakan salah satu teknik verifikasi mendalam yang dapat dipakai sebagai tindakan memerangi menyebarnya informasi tidak benar.

Tujuan pelatihan ini, lanjut Yunike, tentu untuk menyediakan sarana bagi kalangan jurnalis dalam memahami materi cek fakta lebih mendalam guna memerangi mis-disinformasi.

”Jurnalis memegang peran sentral sebagai penjaga kebenaran, penyampai informasi yang akurat dan penjembatan antara masyarakat dengan realitas sekitarnya. Mereka juga dihadapkan pada berbagai tantangan, terutama dalam konteks penyebaran mis-disinformasi,” jelas Yunike.

Perkembangan media digital termasuk media sosial, sambung Yunike, telah merubah lanskap informasi secara drastis. Informasi dapat menyebar dengan cepat dan tanpa batasan geografis.

”Penyebaran informasi yang tidak benar secara sengaja, dikenal sebagai mis-disinformasi telah menjadi ancaman nyata bagi integritas dan kredibilitas jurnalisme,” sampai Yunike.

Untuk itu, tambah Organizer Intermediate Fact Checking Training-AJI Bengkulu, Beta Misutra, pada tahun ini AJI Indonesia berkolaborasi dengan Google News Initiative menyelenggarakan Intermediate Fact Checking Training di 5 AJI Kota di Indonesia

Training ini, sampai Beta, digelar secara paralel di 5 AJI Kota di Indonesia. Denpasar, Bengkulu, Padang, Malang dan Balikpapan. Di mana bulan ini, program tersebut digelar secara serentak di 3 AJI Kota di Indonesia. Yakni, Denpasar, Bengkulu dan Padang, pada Sabtu-Minggu, 23-24 Maret 2024.

Di Bengkulu, sambung Beta, telah menseleksi 25 peserta dari puluhan pendaftar. Mereka berasal dari berbagai platform media. Rinciannya, 12 jurnalis digital, 6 jurnalis televisi, 2 jurnalis radio, dan 5 jurnalis media cetak.

Baca juga: Masih Banyak Perempuan Bekerja Tanpa Dibayar

Sebelumnya, jelas Beta, 13 jurnalis laki-laki dan 12 jurnalis perempuan ini telah mengikuti pelatihan awal secara online di LMS cek fakta yang merupakan salah satu syarat menjadi peserta.

Jurnalis terpilih ini, jelas Beta, mengikuti pelatihan full day selama dua hari di salah satu hotel ternama di Kota Bengkulu, dengan 8 materi.

Kedelapan materi tersebut disampaikan trainer The Google News Initiative Trainers Network powered by AJI, Phesi Ester Julikawati, jurnalis Tempo dan Aghnia Adzkia, jurnalis BBC News Indonesia.

”Peserta dalam program ini 25 jurnalis dari berbagai platform media. Kita berharap dengan Program Intermediate Fact Checking Training-AJI Bengkulu ini jurnalis mampu menghalau kekacauan informasi di dunia maya,” pungkas Beta.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Artikel Lainnya

Ballerina farm

Dikritik Sebagai “Tradwife” oleh Publik, Hannah “Ballerina farm” Speak Up‼️

Perempuan menghadapi krisis iklim

Perempuan-perempuan, Penjaga Air, Sumber Listrik dan Pangan di Desa Renah Kasah

Revolusi Sinematik Greta Gerwig dan Penggambaran Pemberdayaan Perempuan dalam Film Barbie

Leave a Comment