Bincangperempuan.com- B’Pers pernah lihat meme “alasan cowo umurnya pendek” yang menunjukkan tingkah laku lucu laki-laki tapi juga berbahaya? Mulai dari hal konyol seperti menjahili hewan peliharaan hingga hal ekstrem seperti mengganggu hewan buas atau sengaja keluar rumah saat cuaca buruk. Meme ini mungkin mengundang tawa, tetapi dalam kenyataan, laki-laki memang lebih sering mencoba hal-hal berisiko yang bisa berujung pada dampak serius bagi kesehatan atau bahkan keselamatan mereka.
Hal ini tercermin dari data Angka Harapan Hidup (AHH), yang menunjukkan bahwa laki-laki memiliki rata-rata umur lebih pendek dibandingkan perempuan. AHH adalah rata-rata jumlah tahun hidup yang diperkirakan akan dijalani oleh seseorang sejak lahir, berdasarkan kondisi kesehatan dan faktor sosial-ekonomi saat itu. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) 2023, AHH laki-laki di Indonesia adalah 70,17 tahun, sementara perempuan mencapai 74,18 tahun.
Bahkan secara global, Angka Harapan Hidup (AHH) laki-laki memang cenderung lebih rendah dibandingkan perempuan. Menurut data dari World Health Organization (WHO), pada tahun 2021, rata-rata AHH global untuk laki-laki adalah 60, 3 tahun, sementara untuk perempuan mencapai 63 tahun. Lantas kenapa ini bisa terjadi ya B’Pers?
Baca juga: Adakah Harapan untuk Keadilan Hak Ekologis Anak Akibat Krisis Iklim?
Faktor yang Menyebabkan Perbedaan Harapan Hidup
Terdapat berbagai faktor yang menyebabkan laki-laki cenderung harapan hidupnya lebih rendah, dibandingkan perempuan, di antaranya:
1. Faktor Biologis
Secara biologis, perempuan memiliki keunggulan tertentu yang berkontribusi pada umur yang lebih panjang. Hormon estrogen yang dimiliki perempuan, misalnya, diketahui memiliki efek protektif terhadap kesehatan jantung. Estrogen juga membantu tubuh melawan radikal bebas, sehingga risiko penyakit kronis pada perempuan cenderung lebih rendah dibandingkan laki-laki.
Melansir dari Kompas.com, perempuan memiliki dua kromosom X, yang menyimpan salinan ganda dari setiap gen. Sebaliknya, laki-laki hanya memiliki satu kromosom X, sehingga sel pada laki-laki lebih rentan terhadap kerusakan seiring waktu, yang meningkatkan risiko penyakit.
2. Gaya Hidup Berisiko
Laki-laki cenderung lebih banyak terlibat dalam aktivitas berisiko tinggi dibandingkan perempuan. Kebiasaan merokok, konsumsi alkohol berlebihan, dan perilaku sembrono seperti tidak mematuhi aturan keselamatan lalu lintas adalah beberapa contohnya. Selain itu, banyak laki-laki bekerja di sektor dengan risiko kecelakaan kerja yang tinggi, seperti konstruksi atau pertambangan.
Seperti yang diungkapkan kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional Hasto Wardoyo, melansir dari DetikNews, Hasto menuturkan bahwa angka harapan hidup laki-laki yang rendah dipengaruhi berbagai faktor. Salah satunya pekerjaan berbahaya seperti di bidang konstruksi yang memiliki risiko kecelakaan kerja yang tinggi dan juga paparan pestisida bagi yang bekerja di bidang pertanian. Menurutnya faktor-faktor ini meningkatkan kemungkinan jumlah angka kematian pada laki-laki.
3. Akses dan Kepedulian terhadap Kesehatan
Laki-laki lebih kurang peduli terhadap kesehatan mereka dibandingkan perempuan. Mereka cenderung menunda kunjungan ke dokter atau pemeriksaan kesehatan rutin, bahkan saat gejala penyakit sudah muncul. Sebaliknya, perempuan biasanya lebih proaktif dalam menjaga kesehatan melalui pemeriksaan kesehatan berkala dan pola hidup sehat.
4. Tekanan Sosial
Norma gender tradisional juga berkontribusi pada perbedaan AHH ini. Banyak laki-laki merasa harus tampil kuat dan tidak menunjukkan kelemahan, termasuk dalam hal kesehatan. Hal ini menyebabkan mereka lebih jarang mencari bantuan medis atau membahas masalah kesehatan mental seperti stres atau depresi.
5. Pola Makan dan Aktivitas Fisik
Pola makan yang buruk memengaruhi semua gender, tetapi penelitian menunjukkan bahwa laki-laki lebih sering mengonsumsi makanan tinggi lemak dan garam yang dapat meningkatkan risiko penyakit jantung dan hipertensi. Selain itu, aktivitas fisik yang tidak seimbang – terlalu sedikit atau justru terlalu berlebihan tanpa persiapan juga dapat berdampak buruk pada kesehatan mereka.
Baca juga: Perempuan di Pesisir Utara Jakarta: Meniti Kehidupan di Pinggiran Kota yang Mulai Tenggelam
Kenapa Ketimpangan Harapan Hidup Dapat Berdampak Buruk?
Hasto Wardoyo, Kepala BKKBN memprediksi bahwa rendahnya Angka Harapan Hidup (AHH) laki-laki dibandingkan perempuan dapat memicu perubahan struktur rumah tangga di Indonesia. Salah satu dampaknya adalah meningkatnya jumlah perempuan yang menjadi kepala rumah tangga.
Melansir dari RRI, persentase kepala rumah tangga di Indonesia, selama 10 tahun ke belakang masih dominan dikepalai oleh laki-laki. Meski demikian, kontribusi perempuan sebagai kepala rumah tangga pun juga cukup signifikan. Bahkan, jika dilihat persentasenya meningkat dari sejak 2014 hingga 2020.
Pada 2014, hanya ada 14,73% perempuan yang menjadi kepala rumah tangga. Lambat laun hingga 2020 terus mengalami kenaikan hingga 15,82%. Barulah pada 2021 hingga 2023 terakhir angkanya menurun. Data per 2023, ada sebanyak 12,73% perempuan Indonesia alias 1-2 perempuan dari 10 orang menjadi kepala rumah tangga.
Situasi ini tentu mencemaskan, terutama di masyarakat yang masih memegang nilai tradisional bahwa perempuan adalah pengasuh utama anak. Sebagai kepala rumah tangga, perempuan harus mengemban beban ganda, sebagai pencari nafkah utama sekaligus pengasuh dan pendidik anak. Beban ganda ini dapat berujung pada masalah kesehatan fisik dan mental, serta menurunkan kualitas hidup secara keseluruhan.
Selain itu, perempuan kepala rumah tangga sering menghadapi hambatan ekonomi yang lebih besar. Karena secara struktural, upah perempuan relatif lebih kecil dibandingkan laki-laki. Seperti yang diungkapkan Sosiolog UGM Dr Partini, menurutnya perempuan sulit mendapatkan akses pada sumber daya ekonomi, misalnya dalam bekerja perempuan mendapat upah lebih rendah dari laki-laki meski alokasi waktu dan jenis pekerjaan yang dilakukan sama.
Ketimpangan ini juga dapat berdampak buruk pada generasi berikutnya, dalam jangka panjang. Anak-anak yang tumbuh dalam keluarga dengan tekanan ekonomi dan sosial yang tinggi berisiko mengalami gangguan tumbuh kembang, baik dari segi pendidikan, kesehatan, maupun kesejahteraan emosional. Oleh karena itu, isu ketimpangan harapan hidup bukan hanya soal statistik umur, melainkan juga masalah sosial yang kompleks dan membutuhkan perhatian serius dari berbagai pihak.
Upaya untuk Meningkatkan Harapan Hidup Laki-laki
Oleh karena itu perlu usaha untuk meningkatkan harapan hidup laki-laki. Meskipun beberapa faktor seperti biologi tidak dapat diubah. Merangkum dari Alodokter, berikut beberapa langkah yang dapat diambil untuk meningkatkan harapan hidup laki-laki:
- Edukasi tentang kesehatan: Mengajarkan pentingnya pemeriksaan kesehatan rutin dan pola hidup sehat.
- Peningkatan kesadaran akan kesehatan mental: Mendorong laki-laki untuk membicarakan masalah yang mereka hadapi dan mencari bantuan profesional jika diperlukan.
- Peningkatan keselamatan kerja: Memberikan pelatihan keselamatan kerja yang lebih baik untuk sektor berisiko tinggi.
- Kampanye anti-merokok dan anti-alkohol: Mengurangi konsumsi zat berbahaya yang banyak ditemukan pada laki-laki.
Jadi, B’Pers, perbedaan harapan hidup antara laki-laki dan perempuan sebenarnya menggambarkan betapa kompleksnya tantangan yang dihadapi masing-masing gender. Dari faktor biologis hingga tekanan sosial, semuanya punya peran.
Tapi, jangan pesimis dulu! Dengan langkah konkret seperti edukasi kesehatan yang lebih baik, layanan medis yang merata, dan kebijakan inklusif yang mendukung semua orang, kesenjangan ini bisa banget dipersempit. Tujuannya agar menciptakan masyarakat yang lebih sejahtera, di mana setiap individu, terlepas dari gender, bisa memiliki peluang untuk hidup panjang, sehat, dan bermakna.
Referensi:
- BKKBN. (2023). Harapan hidup pria lebih rendah daripada wanita: Begini penjelasan BKKBN. Detik Sumbagsel. Diakses dari https://www.detik.com/sumbagsel/berita/d-6807042/harapan-hidup-pria-lebih-rendah-daripada-wanita-begini-penjelasan-bkkbn#:~:text=%22Tidak%20hanya%20ke%20depan%2C%20sekarang,terpapar%20polutan%2C%22%20imbuh%20Hasto.
- Badan Pusat Statistik (BPS). (2023). Angka harapan hidup (AHH) menurut provinsi dan jenis kelamin. Diakses dari https://www.bps.go.id/id/statistics-table/2/NTAxIzI=/angka-harapan-hidup–ahh–menurut-provinsi-dan-jenis-kelamin.html
- Alodokter. (2023). Angka harapan hidup masyarakat Indonesia dan cara memperpanjangnya. Diakses dari https://www.alodokter.com/angka-harapan-hidup-masyarakat-indonesia-dan-cara-memperpanjangnya
- World Health Organization (WHO). (2020). World Health Statistics 2020. Diakses dari https://iris.who.int/bitstream/handle/10665/376869/9789240094703-eng.pdf?sequence=1
- RRI. (2023). Sebanyak 12,73 persen perempuan Indonesia menjadi kepala keluarga. Diakses dari https://www.rri.co.id/lain-lain/801279/sebanyak-12-73-persen-perempuan-indonesia-menjadi-kepala-keluarga#:~:text=Bahkan%2C%20jika%20dilihat%20persentasenya%20meningkat,orang%20menjadi%20kepala%20rumah%20tangga.&text=BPS%20menggolongkan%20latar%20belakang%20perempuan,Kata%20Kunci:
- Universitas Gadjah Mada (UGM). (2023). 17 persen perempuan jadi kepala rumah tangga akibat feminisasi kemiskinan. Diakses dari https://ugm.ac.id/id/berita/1235-17-persen-perempuan-jadi-kepala-rumah-tangga-akibat-feminisasi-kemiskinan/