Home » Isu » Buruh » Jungkir Balik Nasib Buruh Perempuan di Indonesia

Jungkir Balik Nasib Buruh Perempuan di Indonesia

Diajeng Asa Yoya

Buruh

May Day, Jungkir Balik Nasib Buruh Perempuan di Indonesia

BincangPerempuan.com- May Day, hari dimana kita mengingat perjuangan buruh untuk mendapatkan hak-haknya. Namun, sampai hari ini masih banyak pekerja di seluruh dunia yang masih dijegal untuk menerima haknya, tak terkecuali pekerja perempuan di Indonesia.

Kesenjangan peluang kerja, timpangnya jumlah pendapatan, resiko yang dialami, semua hal tersebut membuat nasib buruh perempuan di Indonesia masih jauh sekali dari kata layak. Upaya menyetarakan hak perempuan dalam dunia kerja sampai saat ini adalah hal yang masih menjadi konflik alot.

Struktur sosial di masyarakat dan budaya patriarki yang telah melanggeng sejak dahulu kala menyebabkan kesempatan perempuan di Indonesia untuk mendapatkan kesetaraan dalam dunia kerja kian sulit dicapai.

Perempuan dituntut untuk hanya memenuhi kewajibannya dalam urusan pekerjaan rumah tangga sementara laki-laki bisa bebas mengejar pekerjaan apapun. Dalam laporan United Nation Women pada tahun 2023 terdapat fakta bahwa perempuan menghabiskan waktu 2,3 jam lebih lama daripada laki-laki untuk melakukan pekerjaan rumah tangga. Hal ini tentu menyebabkan perempuan dibatasi haknya untuk mencari peluang ekonomi bagi dirinya.

Baca juga: Waspada Kekerasan Seksual dalam Konteks Mencari Kerja

Ditambah banyaknya persyaratan kerja di beberapa perusahaan yang mendiskriminasi dan menghalangi perempuan yang telah menikah untuk mendapatkan kerja. Alasannya karena perempuan akan mendapat cuti hamil dan melahirkan yang nanti akan memperlambat laju perusahaan.

Belum lagi banyaknya kemampuan banyak perempuan yang diremehkan tidak bisa melakukan pekerjaan berat di lapangan akibat stereotip “perempuan terlalu emosional”, “perempuan fisiknya lemah”, dan lain sebagainya.

Melansir data dari Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2023, banyaknya perempuan yang bekerja dalam sektor informal sebanyak 65,35 persen, sementara perempuan yang bekerja di sektor formal hanya sebesar 34,65 persen. Kemudian jumlah perempuan sebagai tenaga profesional sebesar 49,53 persen.

Jika dirinci berdasarkan jenis pekerjaannya, perempuan paling banyak bekerja pada sektor dagang dan jasa. Jenis pekerjaan tersebut bukannya tidak penting, namun pekerjaan lain yang menghasilkan pendapatan lebih tinggi dan jabatan-jabatan penting masih didominasi oleh pekerja laki-laki.

Data United Nation Women pada tahun 2023 juga menunjukkan kesenjangan upah gender global sebesar 20 persen, dimana data tersebut tidak berbeda dengan kondisi di Indonesia yang menurut BPS pada tahun 2023 bahwa rata-rata upah yang diterima perempuan yang bekerja sebagai buruh atau karyawan dalam sebulan adalah Rp 2,4 juta. Sedangkan rata-rata upah yang diterima laki-laki yang bekerja sebagai buruh atau karyawan dalam sebulan lebih tinggi, yaitu Rp 3,23 juta.

Baca juga: Girl Math “Baik atau Buruk” Bagi Perempuan?  

Peraturan dan hukum yang berlaku di Indonesia telah mengatur hak dan kewajiban yang harus diberikan kepada pekerja perempuan. Namun kebanyakan fakta di lapangannya adalah sebagian besar perempuan masih sulit memperoleh hal tersebut di perusahaan tempatnya berkerja. 

Bak pepatah sudah jatuh tertimpa tangga, nasib perempuan Indonesia dalam dunia kerja juga demikian. Sudah bersusah payah dalam persaingan kesempatan dan pendapatan, resiko perempuan untuk mendapat kekerasan seksual dalam dunia kerja juga sangatlah besar. 

Bentuk kekerasan dan pelecehan yang diterima oleh perempuan dalam dunia kerja bentuknya bermacam-macam. mulai dari kekerasan dalam bentuk penyerangan psikologis hingga fisik.

Miris mendapati fakta bahwa dari 190 negara di dunia, sebanyak 43 negara tidak punya hukum yang menangani pelecehan seksual di tempat kerja. Akan tetapi, untungnya  Indonesia telah mengaturnya dalam Undang-Undang No. 12/2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS).

Meskipun begitu jalan yang harus ditempuh oleh para perempuan di Indonesia masih amatlah terjal. Mengubah budaya meremehkan kapasitas perempuan yang masih mengakar akan menjadi PR yang amat sulit diselesaikan jika tidak ada kesadaran utuh dari semua orang.

Sumber :  

  • https://www.unwomen.org/en/digital-library/publications/2023/09/progress-on-the-sustainable-development-goals-the-gender-snapshot-2023
  • https://www.bps.go.id/id/statistics-table/2/MjE1NSMy/proporsi-lapangan-kerja-informal-menurut-jenis-kelamin.html
  • https://www.bps.go.id/id/statistics-table/2/NDY2IzI=/perempuan-sebagai-tenaga-profesional–persen-.html

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Artikel Lainnya

Care Worker

Komnas Perempuan: Bahas dan Sahkan RUU PPRT

Jangan ada lagi kekerasan seksual di lingkungan kerja

Jangan Ada Lagi Kekerasan Seksual di Lingkungan Kerja

Care Worker atau PRT

Dunia Hargai Care Worker, DPR RI Abaikan PRT sebagai Pekerja

Leave a Comment