Bincangperempuan.com- Pernyataan anggota DPR RI Komisi X, Ahmad Dani dari Partai Gerindra, untuk menjodohkan pemain sepak bola asing dengan perempuan Indonesia, sebagai bagian dari proses naturalisasi terus menuai pro dan kontra. Pernyataan tersebut dinilai tidak logis serta cenderung merendahkan martabat perempuan.
Sebagai organisasi Perempuan yang berdiri sejak tahun 1985 dan telah memperjuangkan pemenuhan hak Perempuan dan kesetaraan gender di Indonesia, Kalyanamitra mengecam keras pernyataan tersebut. Direktur Eksekutif Kalyanamitra, Ika Agustina dalam rilisnya, Sabtu (15/03/2025) menegaskan bahwa pernyataan tersebut mencerminkan kurangnya bertanggungjawab serta tidak mempertimbangkan berbagai aspek penting secara struktural dan kultural yang lebih luas.
Ika menekankan bahwa Majelis Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI harus segera mengambil tindakan tegas terhadap Ahmad Dani. Ia juga mendesak adanya klarifikasi dan pertanggungjawaban atas pernyataan yang dinilai seksis dan rasis tersebut. Selain itu ia mendorong agar institusi DPR RI sebagai badan legislatif untuk meningkatkan kapasitas anggotanya dalam berpikir kritis dan sensitif terhadap kebijakan yang berdampak luas.
“Sebagai lembaga legislatif, DPR harus berhati-hati dalam menerapkan fungsi edukatif dengan mempertimbangkan efek atau dampaknya kepada seluruh rakyat yang diwakilinya,” katanya.
Baca juga: Candaan Seksis Ahmad Dani: Potret Kentalnya Patriarki di Ruang Publik
Perempuan Bukan Sekadar Inkubator Pencetak Pemain Sepak Bola
Ika menegaskan bahwa pernyataan Ahmad Dani menunjukan pemikiran seksis yang menempatkan rahim perempuan sebagai inkubator pencetak pemain sepak bola. Padahal, untuk mencetak generasi yang unggul dibutuhkan banyak aspek yang mendukung, bukan sekadar pernikahan laki-laki dan perempuan.
Pernyataan tersebut juga mereduksi hubungan pernikahan yang seharusnya berbasis pada kemitraan dan kesetaraan.
“Bukan sekadar alat reproduksi,” imbuhnya.
Baca juga: Yayasan Al-Fatah, Jalan Panjang Hak Beragama bagi Transpuan
Melanggengkan Patriarki dan Inferioritas Bangsa
Lebih jauh Ika menyoroti pernyataan tersebut juga mencerminkan inferioritas sebagai bangsa. Seolah-olah suku/ras/bangsa Indonesia sendiri tidak cukup baik sehingga perlu “ditingkatkan” dengan mengawinkan perempuan Indonesia dengan orang asing yang dianggap lebih berkualitas tinggi.
“Alih-alih menghormati peran perempuan sebagai ibu yang berhak menentukan masa depan sendiri, pernyataan tersebut justru merendahkan martabatnya,” tuturnya.
Kalyanamitra menilai pola berpikir tersebut menjadi hambatan serius dalam upaya penghapusan segala bentuk diskriminasi dan kekerasan berbasis gender. Selain itu pernyataan tersebut menunjukan buruknya kualitas legislator yang seharusnya berkontribusi bagi kemajuan bangsa secara lebih substansial. Kalyamitra berharap ada langkah konkret dari DPR RI, untuk memastikan pernyataan tersebut tidak terulang kembali di masa depan.