Home » News » Kenapa Gaya Y2K Ala Tahun 2000-an Kembali Diminati?

Kenapa Gaya Y2K Ala Tahun 2000-an Kembali Diminati?

Ais Fahira

News

Kenapa Gaya Y2K Ala Tahun 2000-an Kembali Diminati?

Bincangperempuan.com- B’Pers, pernahkah kamu melihat anak-anak Gen Z sekarang memakai kacamata warna-warni, celana low-rise, atasan crop top blink-blink, atau tas kecil yang mirip koleksi Paris Hilton zaman dulu? Jangan heran, gaya ala tahun 2000-an—yang dikenal dengan istilah Y2K—memang sedang naik daun lagi.

Y2K merupakan singkatan dari “Year 2000”. Dalam konteks fashion dan budaya pop, istilah ini merujuk pada tren gaya di akhir tahun 1990-an hingga awal 2000-an. Gaya Y2K kini kembali populer, terutama di platform seperti TikTok, di mana estetikanya yang nyentrik dan penuh warna sangat cocok dengan budaya visual media sosial.

Ciri khas gaya Y2K antara lain denim on denim, butterfly clips, kacamata futuristik, hingga aksesori blink-blink. Bahkan gaya makeup dengan warna-warna cool tone seperti eyeshadow biru, ungu, atau putih sempat viral sebagai tantangan kecantikan di media sosial. Dulu gaya ini sempat dianggap norak, tapi kini justru menjadi simbol kebebasan berekspresi bagi generasi muda.

Baca juga: Kenapa Menstruasi Bisa Bareng Sama Bestie?

Tapi sebenarnya, kenapa sih tren ini bisa kembali lagi?

1. Nostalgia dan Cultural Recycling

Tren fashion cenderung berputar. Apa yang dahulunya pernah hits, bisa kembali dianggap keren setelah dua dekade. Fenomena ini disebut cultural recycling—yakni daur ulang budaya di dunia fashion dan estetika pop. Banyak Gen Z yang lahir di akhir 1990-an hingga awal 2000-an merasa punya ikatan emosional dengan era tersebut. Saat mereka kecil, mereka tumbuh dengan melihat gaya kakak, sepupu, atau orang tua mereka yang bergaya atau berpakaian khas Y2K.

Menurut beberapa pengamat fashion, salah satu alasan gaya Y2K kembali diminati adalah karena menawarkan kesempatan untuk mengenang masa lalu sambil menampilkan diri dengan cara yang berani dan mencolok. Gaya ini sangat cocok untuk era digital yang serba visual, di mana cara kita berpakaian juga menjadi bagian dari ekspresi di dunia maya.

2. Pengaruh Media Sosial

TikTok dan Instagram berperan besar dalam menghidupkan kembali tren Y2K. Banyak influencer fashion yang mempopulerkan gaya ini lewat konten “get ready with me” atau “2000s inspired look.” Musik 2000-an juga kembali naik daun lewat TikTok, seperti lagu-lagu Britney Spears, Christina Aguilera, atau Destiny’s Child yang sering menjadi backsound video.

Visual yang kuat, warna-warna cerah, dan kesan fun dalam gaya Y2K cocok dengan algoritma media sosial yang menyukai hal-hal mencolok dan terkesan estetik. Itulah kenapa, gaya ini kembali menjadi tren.

3. Ekspresi dan Kebebasan Bergaya

Gaya Y2K menawarkan lebih dari sekadar pakaian semata. Tetapi juga bentuk ekspresi. Melalui crop top, low rise jeans, dan makeup bold bisa jadi simbol bahwa pemakainya merasa percaya diri dan bebas memilih cara mereka tampil. Ini juga menjadi bentuk perlawanan terhadap standar kecantikan yang kaku dan seragam. Di tengah tren yang menuntut kita harus mengikuti fast fashion. Gaya Y2K menawarkan kebebasan dalam berkreativitas mix dan match melalui item fashion zaman dahulu.

Baca juga: Female Breadwinners, Ketika  Perempuan Jadi Pencari Nafkah Utama 

Di Balik Tren Thrift dan Isu Limbah Fashion

Fenomena Y2K juga membuat banyak orang mulai berburu pakaian thrift. Mereka mencari pakaian ala tahun 2000-an di toko barang bekas atau pasar loak. Selain karena harganya lebih murah, fashion thrift juga dianggap lebih ramah lingkungan.

Tapi, di balik maraknya tren thrift ini, ada masalah besar yaitu Indonesia jadi tempat pembuangan limbah tekstil dari negara maju. Alih-alih menjadi sistem daur ulang yang ideal—di mana pakaian digunakan kembali oleh pemakai kedua—yang terjadi adalah membanjirnya pakaian tak layak pakai dan menumpuk di pasar lokal.

Menurut investigasi BBC, banyak pakaian dari negara seperti Inggris dan Korea Selatan berakhir di TPA dan pasar loak di Indonesia dan Ghana, meski mereka diklaim sebagai barang “donasi” atau “layak pakai”. Ini tentu menimbulkan pertanyaan besar tentang keadilan dalam sistem fashion global.

Tak hanya itu, tak jarang pakaian bekas yang masuk ke Indonesia masuk melalui jalur ilegal. Pakaian bekas dengan pos tarif HS 6309 dilarang untuk diimpor, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 51/M-DAG/PER/7/2015 tentang Larangan Impor Pakaian Bekas dan Permendag Nomor 18 Tahun 2021 tentang Barang Dilarang Ekspor dan Barang Dilarang Impor. 

Produk ini dikategorikan sebagai limbah mode dan dilarang untuk diimpor masuk karena terkait dengan aspek kesehatan, keselamatan, keamanan, dan lingkungan. Walau dinyatakan ilegal, distribusi pakaian bekas impor masih terus mengalir, hingga saat ini.

Jadi Gimana, B-pers?

Gaya Y2K itu memang asik, karena fashion adalah ruang bermain dan berekspresi. Tapi penting juga untuk mengetahui cerita di balik tren ini—termasuk bagaimana fashion bisa memengaruhi lingkungan dan orang lain.

Mungkin langkah awal yang bisa kita ambil adalah lebih sadar saat membeli baju. Tanya ke diri sendiri, apakah kita benar-benar membutuhkan ini? Apa dapat dipakai dalam waktu lama, atau hanya sekadar untuk konten semata? Karena langkah yang lebih bijak adalah mendukung alternatif fashion lokal dan slow fashion—yang lebih berkelanjutan dan adil.

Referensi:

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Artikel Lainnya

Bagaimana Penanganan Kekerasan Seksual di Unsri Saat Ini

Sempat Menjadi Sorotan, Bagaimana Penanganan Kekerasan Seksual di Unsri Saat Ini?

Dari Reformasi ke Represi Penyintas 98 Bicara Soal RUU TNI

Dari Reformasi ke Represi? Penyintas 98 Bicara Soal RUU TNI

Menjadi Perempuan Cisgender di Tengah Ragam Gender, Privilege atau Tantangan

Menjadi Perempuan Cisgender di Tengah Ragam Gender, Privilege atau Tantangan?

Leave a Comment