Bincangperempuan.com- Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) dan negara mitra kembali menyampaikan komitmen dalam mengimplementasikan Rencana Aksi Regional ASEAN untuk Perempuan, Perdamaian dan Keamanan (RPA WPS). Komitmen ini disampaikan dalam pertemuan puncak ASEAN WPS yang diadakan selama dua hari di Yogyakarta, pada tanggal 6-7 Juli lalu.
Selain penegasan komitmen, sorotan utama pertemuan puncak kali ini terkait presentasi inisiatif nasional seperti Rencana Aksi Nasional Perempuan, Perdamaian dan Keamanan (RAN PPPK) yang diadopsi oleh Indonesia dan Filipina serta rencana adopsi RAN PPPK oleh Thailand dan Vietnam dalam waktu dekat.
Kemudian mendiskusikan elemen-elemen kunci terkait koordinasi, pemantauan dan pendanaan efektif untuk memajukan agenda WPS dengan menekankan perlunya membangun mekanisme pemantauan dan menerapkan anggaran yang responsif gender untuk memajukan komitmen WPS di tingkat nasional.
Tujuannya untuk mendorong partisipasi dan kepemimpinan perempuan dalam mencegah konflik dan menjaga perdamaian. Sebelumnya, negara anggota ASEAN sudah mengesahkan RPA WPS pada bulan November 2022 pada pertemuan puncak ASEAN ke-40 dan ke-41 sebagai bagian kerangka kerja kebijakan regional pertama tentang WPS.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak sekaligus ketua ASEAN tahun ini, H.E. I Gusti Ayu Bintang Darmawati mengatakan agenda perempuan, perdamaian dan keamanan merupakan inti dari kebijakan dalam dan luar negeri Indonesia, termasuk upaya untuk menjaga perdamaian dan kemakmuran di kawasan ASEAN.
“Pertumbuhan dan kemakmuran tidak mungkin terwujud tanpa partisipasi perempuan dan kelompok rentan dalam menjaga perdamaian,” katanya.
Sementara itu, perwakilan UN Women Indonesia sekaligus Penghubung untuk ASEAN, Jamshed Kazi, mengatakan tahun 2023 menjadi tahun pertama implementasi RPA WPS yang akan memformalkan susunan Perempuan, Perdamaian dan Keamanan di ASEAN.
“Kawasan ini memiliki banyak hal untuk dibagikan serta menunjukkan meningkatnya relevansi agenda WPS di abad ke-21, mengingat lanskap perdamaian dan keamanan terus berubah termasuk ancaman non tradisional yang muncul,” ungkap Jamshed Kazi.
Perwakilan Amerika Serikat untuk ASEAN, Kate Rebholz, menyampaikan rencana aksi WPS menguraikan langkah penting untuk mengatasi tantangan unik yang dihadapi perempuan di daerah yang terdampak konflik.
“Dalam pelaksanaannya agar, harus ada kerjasama dan konsolidasi kemitraan. Salah satunya dengan berinvestasi dalam pemberdayaan perempuan, kesetaraan gender, dan pembangunan perdamaian tidak hanya merupakan keharusan moral, tetapi juga merupakan investasi yang cerdas untuk stabilitas dan kemakmuran masa depan di kawasan ASEAN,” paparnya.
Pada pertemuan tersebut, perwakilan pemerintah, pakar gender, diplomat, dan anggota masyarakat sipil serta organisasi internasional membahas pentingnya mengintegrasikan lensa gender ke dalam konteks perdamaian dan keamanan ASEAN untuk menjawab tantangan-tantangan yang muncul seperti isu-isu keamanan terkait iklim, bencana, keamanan siber, dan ekstremisme dengan kekerasan.
Mendapat Dukungan Banyak Negara
Untuk diketahui pertemuan puncak yang diselenggarakan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dan Kementerian Luar Negeri Indonesia, mendapatkan dukungan dari sejumlah negara di dunia. Diantaranya pemerintah Australia, Kanada, Republik Korea, dan Inggris, UN Women, Badan Pembangunan Internasional Amerika Serikat (USAID).
Duta Besar Australia untuk ASEAN, Will Nankervis mengatakan Australia mengaku bangga dapat bekerja sama terkait agenda perempuan, perdamaian dan keamanan. Menurutnya, mendukung kesetaraan gender serta kebijakan dan program yang inklusif merupakan komponen inti dari Kemitraan Strategis Komprehensif ASEAN-Australia.
“Untuk mengatasi tantangan keamanan bersama, kita harus mendukung partisipasi penuh dan setara serta kepemimpinan perempuan dan anak perempuan di sektor keamanan, kontingen militer, pasukan penjaga perdamaian, dan penciptaan perdamaian”
“Kita membutuhkan kemampuan, wawasan, kekuatan, dan kepemimpinan transformatif dari perempuan dan anak perempuan yang beragam untuk mencapai dan mempertahankan perdamaian. Saya mengucapkan selamat kepada Indonesia dan ASEAN atas terselenggaranya pertemuan puncak ini,” lanjutnya.
Serupa disampaikan Duta Besar Kanada untuk ASEAN, Vicky Singmin. Kanada menyatakan dukungan dan siap terlibat bersama UN Women untuk mendukung inisiatif pemberdayaan perempuan untuk perdamaian berkelanjutan, kebijakan bantuan internasional serta strategi Indo-Pasifik Kanada.
“Kemitraan kami dengan organisasi-organisasi seperti ASEAN Institute for Peace and Reconciliation, serta melalui komitmen kami untuk menjadi tuan rumah serangkaian Dialog WPS pada tahun 2023. Kanada siap untuk mendukung upaya yang dipimpin oleh ASEAN dalam memajukan agenda WPS di seluruh kawasan. Kanada sangat senang melihat kemajuan luar biasa dan perluasan kemitraan yang telah membantu memastikan momentum yang kuat untuk memajukan WPS di kawasan ASEAN dan sekitarnya,” janji Vicky Singmin.
Dukungan yang sama juga dinyatakan Duta Besar Inggris untuk ASEAN, Sarah Tiffin.
“Partisipasi penuh, setara, dan bermakna bagi perempuan dalam proses perdamaian dan mediasi sangatlah penting. Memajukan perempuan, perdamaian dan keamanan merupakan pilar utama kemitraan ASEAN-Inggris dan kami bangga dapat bekerja sama dengan UN Women dan Institut Perdamaian dan Rekonsiliasi ASEAN untuk mewujudkan kemajuan nyata dalam isu ini.
Komitmen kami hari ini akan mendukung negara-negara anggota ASEAN dalam membangun WPS ke dalam kebijakan mereka, dan mendukung masyarakat sipil untuk memberdayakan perempuan dalam pengambilan keputusan perdamaian dan keamanan. Kami berkomitmen untuk menempatkan perempuan dan anak perempuan, dengan segala keragamannya, sebagai inti dari segala hal yang kami lakukan dan untuk berdiri dan berbicara demi hak-hak serta kebebasan perempuan dan anak perempuan,” kata Sarah Tiffin. (UN Women/Yoomi Jun/rls)