Bincangperempuan.com– Berapa ronde?” “Berapa lama keluarnya?” “Tahan nggak?” “Besar nggak?” Pertanyaan-pertanyaan semacam ini sering kali muncul ketika orang menilai performa seks. Padahal, seks bukanlah kompetisi yang ditentukan oleh angka atau durasi. Seks jauh lebih kompleks, terutama jika dilihat dari sudut pandang perempuan.
Hal ini ditekankan oleh Ester Pandiangan dalam bukunya “Maaf, Orgasme Bukan Hanya Urusan Kelamin”, yang diterbitkan oleh EA Books pada tahun 2022. Buku ini bukan karya pertamanya dalam membahas seksualitas. Sebelumnya, ia telah menulis dua buku lain yang juga mengeksplorasi tema serupa. Namun, buku ini terasa berkesan bagi saya, karena ia menyelami betapa kompleksnya seksualitas perempuan dalam masyarakat yang masih sering menempatkan seks sebagai tabu.
Saya berkesempatan berbincang dengan Kak Ester pada awal tahun 2024, di sebuah diskusi santai di kedai Patjarmerah. Dari diskusi itu, saya semakin memahami pentingnya membahas seksualitas dari sudut pandang perempuan. Kak Ester menyoroti bahwa ketidakpuasan seksual pada perempuan sering berakar pada narasi seksualitas yang didominasi oleh laki-laki dan maskulinitas toksik. Dalam budaya ini, seks lebih sering dilihat sebagai angka atau performa, tanpa ruang untuk eksplorasi emosional dan kesadaran perempuan terhadap tubuhnya sendiri.
Perempuan sering diajarkan bahwa membahas seks adalah tabu, yang penting hanyalah menjaga diri, tanpa diberi kesempatan untuk mengenali atau mengeksplorasi tubuhnya. Akibatnya, banyak perempuan merasa tidak puas, bahkan tidak sadar akan kendali atas tubuh dan seksualitasnya. Melalui buku ini, Kak Ester berusah menawarkan perspektif baru yang memandang seksualitas perempuan sebagai sesuatu yang kompleks dan personal, bukan sekadar soal angka atau durasi.
Baca juga: Hal yang Jarang Diketahui Tentang Orgasme
Padahal Bagi Perempuan Seks Bukan Hanya Soal Angka
Keintiman emosional sering kali diabaikan. Padahal dibandingkan sekadar “jumlah ronde” dalam hubungan seksual, hal sederhana seperti bergandengan tangan, mendengarkan cerita pasangan, atau momen romantis lainnya ternyata jauh lebih bermakna. Bahkan menariknya kepuasan seksual bagi perempuan bukan melulu soal orgasme.
Bahkan orgasme pun tak selalu wajib melalui hubungan seksual. Orgasme bisa dicapai melalui berbagai cara, seperti masturbasi. Malahan masturbasi bisa menjadi salah satu cara mengenal tubuh. Di sini, Kak Ester menekankan bahwa seks sejatinya adalah perjalanan emosional yang melibatkan rasa aman, keintiman, dan penghargaan terhadap tubuh sendiri.
Mengapa Orgasme Perempuan Jarang Disoroti?
Kak Ester mengupas bagaimana banyak perempuan enggan mengomunikasikan kebutuhan seksual mereka, baik karena stigma sosial maupun kurangnya pemahaman terhadap tubuh mereka sendiri.
Norma masyarakat yang menuntut perempuan “bersikap pantas” sehingga membuat mereka takut atau malu untuk membicarakan seks secara terbuka, bahkan dengan pasangan. Ada stigma bahwa perempuan yang terbuka soal seks dianggap tidak bermoral atau “berpengalaman” dalam konteks negatif. Padahal, stigma semacam ini justru menghambat perempuan untuk memahami tubuh dan menikmati seksualitas mereka sepenuhnya. Kak Ester juga membahas bagaimana kontrol masyarakat dan negara atas tubuh perempuan melalui norma dan regulasi semakin memperparah masalah ini.
Lewat bukunya, Kak Ester menantang pembaca untuk melepaskan diri dari konstruksi sosial yang membelenggu dan mengajarkan bahwa seksualitas perempuan bukanlah sesuatu yang harus disembunyikan, melainkan dirayakan dengan kesadaran penuh.
Kisah Sehari-hari dan Edukasi Seksual
Salah satu kelebihan buku ini adalah gaya bahasa yang digunakan reflektif dan memakai kosa kata yang digunakan sehari-hari. Dengan pengalamannya sebagai penulis di bidang kesehatan reproduksi, setiap esai yang ditulis terasa relevan dan kaya wawasan. Kak Ester juga menyertakan fakta dan meluruskan berbagai mitos soal seksualitas, sehingga pembaca tidak hanya tercerahkan tetapi juga teredukasi.
Sebagai contoh, kita pasti pernah mendengar mitos umum bahwa perempuan secara alami hanya “menunggu” karena sel telur tidak mengejar sperma. Di salah satu tulisannya, ia menyajikan riset yang membuktikan bahwa vagina sebenarnya berperan aktif dalam proses pembuahan, dengan mengirimkan sinyal kimia untuk menarik sperma yang dianggap sesuai.
Namun, meskipun penuh dengan wawasan dan edukasi, gaya bahasa sehari-hari yang blak-blakan dan lugas ini mungkin tidak cocok untuk semua pembaca. Kisah yang diceritakan terkadang terasa vulgar atau tidak selaras dengan gaya hidup sebagian orang. Meski begitu, pendekatan ini justru menjadi kekuatan bagi mereka yang mencari informasi seksualitas dengan sudut pandang baru yang lebih jujur dan tanpa basa-basi.
Baca juga: Normalkah Bagi Perempuan Melakukan Masturbasi?
Siapa yang Harus Membaca Buku Ini?
Buku ini cocok untuk pembaca dewasa yang ingin memahami seksualitas dari sudut pandang perempuan. Terutama mereka yang masih bingung bagaimana memulai komunikasi soal seks dengan pasangan.
Namun, perlu diingat, buku ini diperuntukkan bagi pembaca berusia 21 tahun ke atas. Oh iya! Jika di buku sebelumnya yang berjudul “Karena Kita Semua Gila Seks” tiap bab diselipi karikatur cabul yang berbahaya. Di buku ini, Kak Ester menyelipkan sajak-sajak lucu seputar intimasi, walau demikian buku ini tidak kalah berbahaya kalau sampai jatuh ke tangan anak-anak.
Jadi, jika ada anak-anak di rumah, pastikan buku ini tersimpan dengan aman, ya!
Saya mengapresiasi keberanian Kak Ester dalam menulis buku ini. Ia tidak hanya menghadirkan perspektif baru, tetapi juga berusaha mematahkan stigma-stigma yang masih melekat kuat di masyarakat kita. Bagi perempuan yang ingin belajar lebih jauh tentang seksualitas, buku setebal 231 halaman ini bisa jadi temanmu.
Sebagai saran pribadi, buku ini bisa dibaca bersama pasangan. Siapa tahu, setelah baca bareng, obrolannya jadi makin seru dan terbuka soal seksualitas. Atau ya, kalau sedang cari ide unik, buku ini bisa jadi kado Valentine, romantisnya mungkin agak beda, tapi tetap manis, kan?