Bincangperempuan.com- Pemerintah Indonesia secara resmi menghapus praktik sunat perempuan, atau yang dikenal sebagai Female Genital Mutilation (FGM). Penghapusan ini diatur melalui regulasi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Pelaksanaan Undang Undang Nomor 17 Tahun 2023, menegaskan larangan total terhadap praktik tersebut. Pada pasal 102 poin a sebagai salah satu upaya kesehatan reproduksi bayi, balita, dan anak prasekolah. “Menghapus praktik sunat perempuan,” demikian bunyi regulasi yang diteken Presiden Joko Widodo, April lalu.
Peraturan ini juga mencakup sanksi hukum bagi siapa saja yang terlibat dalam pelaksanaan sunat perempuan, termasuk tenaga kesehatan yang melakukannya. Langkah ini dianggap sebagai tonggak penting dalam upaya perlindungan hak asasi perempuan di Indonesia. Sejalan dengan upaya global untuk menghapuskan FGM, yang telah dianggap sebagai bentuk pelanggaran hak asasi manusia oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Indonesia, sebagai anggota PBB, telah menunjukkan komitmen kuat dalam mendukung Deklarasi Hak Asasi Manusia serta berbagai konvensi internasional lainnya yang melindungi hak-hak perempuan.
Di Indonesia, sunat perempuan telah menjadi praktik yang berlangsung lama di beberapa komunitas, meskipun banyak pihak mengutuknya sebagai bentuk kekerasan terhadap perempuan. Praktik ini sering dilakukan dengan dalih tradisi atau agama. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menegaskan bahwa sunat perempuan tidak memiliki manfaat kesehatan dan justru membahayakan, baik secara fisik maupun psikologis, terhadap perempuan dan anak perempuan yang menjadi korbannya.
Baca juga: Saatnya Hilangkan Stigma Negatif pada Perempuan yang Menyusui di Ruang Publik
Bahaya sunat perempuan
Sunat perempuan tidak memiliki manfaat medis dan merupakan praktik berbahaya yang harus dihentikan. Sebaliknya memberikan berdampak negatif terhadap kesehatan fisik, mental, dan sosial perempuan yang mengalaminya.
Berikut adalah beberapa bahaya utama dari praktik ini yang dirangkum tim Bincang Perempuan
Komplikasi kesehatan fisik
Prosedur sunat perempuan sering dilakukan tanpa standar kebersihan yang memadai, sehingga meningkatkan risiko infeksi serius pada alat kelamin dan jaringan sekitarnya. Tak hanya itu, karena sunat perempuan melibatkan pemotongan atau penghilangan sebagian atau seluruh bagian dari alat kelamin perempuan, risiko perdarahan berat sangat tinggi. Ini bisa berujung pada kondisi anemia atau bahkan kematian jika tidak ditangani segera.
Prosedur ini bisa menyebabkan penyumbatan atau penyempitan saluran kencing, yang mengakibatkan rasa sakit dan kesulitan saat buang air kecil. Perempuan yang pernah mengalami FGM cenderung menghadapi lebih banyak komplikasi selama persalinan, seperti robekan perineum, perdarahan pasca persalinan, dan kebutuhan untuk melakukan operasi caesar.
Dampak psikologis
Sunat perempuan sering dilakukan pada usia anak-anak, yang dapat menyebabkan trauma mendalam dan rasa takut. Perempuan yang mengalami FGM bisa menghadapi gangguan kecemasan, depresi, dan gejala post-traumatic stress disorder (PTSD). Perempuan yang mengalami sunat mungkin merasa kehilangan kendali atas tubuh mereka sendiri, yang dapat mempengaruhi rasa percaya diri dan harga diri mereka seumur hidup.
Dampak seksual
Sunat perempuan sering kali melibatkan penghilangan klitoris, yang merupakan bagian penting dari alat kelamin perempuan yang berfungsi dalam respon seksual. Ini bisa mengakibatkan berkurangnya atau hilangnya kenikmatan seksual bagi perempuan. Prosedur ini dapat menyebabkan jaringan parut yang menimbulkan rasa sakit saat berhubungan seksual, yang sering kali menyebabkan ketidaknyamanan fisik dan emosional dalam kehidupan pernikahan.
Isolasi sosial dan stigma
Di beberapa komunitas, perempuan yang tidak menjalani sunat bisa mengalami stigma sosial atau dianggap tidak layak menikah. Namun, di sisi lain, mereka yang mengalami komplikasi serius akibat FGM juga bisa menghadapi stigma atau diskriminasi. Dampak fisik dan psikologis dari FGM dapat membuat korban merasa terisolasi atau terasing dari lingkungan sosial mereka, terutama jika mereka tidak dapat berbicara tentang pengalaman mereka atau mendapatkan dukungan yang diperlukan.
Pelanggaran hak asasi manusia
Sunat perempuan adalah bentuk kekerasan berbasis gender yang melanggar hak asasi manusia, termasuk hak untuk bebas dari penyiksaan dan perlakuan kejam, tidak manusiawi, atau merendahkan martabat. Sunat perempuan juga sering dilakukan pada anak-anak atau perempuan tanpa persetujuan mereka, sehingga melanggar hak mereka untuk membuat keputusan yang berhubungan dengan tubuh mereka sendiri.
Baca juga: Memperjuangkan Kewarganegaraan Anak dari Kawin Campur
Respons masyarakat dan dampak jangka panjang
Penghapusan praktik sunat perempuan ini disambut baik oleh banyak kalangan, terutama aktivis perempuan dan organisasi hak asasi manusia. Mereka memandang langkah ini sebagai bentuk nyata dari keseriusan pemerintah dalam melindungi hak-hak perempuan dan anak-anak dari segala bentuk kekerasan dan diskriminasi.
Namun, tidak sedikit juga yang menentang keputusan ini, terutama dari kelompok yang masih memegang teguh tradisi dan nilai-nilai budaya tertentu. Pemerintah menghadapi tantangan besar dalam mengubah pandangan masyarakat yang telah menganggap sunat perempuan sebagai bagian dari identitas budaya mereka. Sehingga penting bagi pemerintah dan organisasi terkait untuk melibatkan komunitas lokal dalam edukasi dan sosialisasi mengenai bahaya sunat perempuan, serta pentingnya melindungi hak-hak perempuan.
Diharapkan, kebijakan penghapusan sunat perempuan ini akan membawa dampak jangka panjang dalam peningkatan kualitas hidup perempuan di Indonesia. Sehingga tidak adanya lagi praktik ini, perempuan dan anak perempuan dapat tumbuh tanpa harus menghadapi trauma fisik dan psikologis yang ditimbulkan oleh sunat perempuan.
Keputusan ini juga menjadi inspirasi bagi negara-negara lain yang masih menghadapi tantangan serupa untuk mengambil langkah serupa dalam melindungi hak-hak perempuan. Pemerintah Indonesia menunjukkan bahwa perlindungan hak asasi manusia, khususnya bagi perempuan, harus menjadi prioritas utama dalam pembangunan sosial dan budaya bangsa. Cherrs BPer’s.