Bincangperempuan.com- Krisis transportasi laut yang melanda Pulau Enggano, Provinsi Bengkulu, telah memasuki minggu ketiga tanpa kejelasan. Lebih dari 4.000 jiwa masyarakat adat di pulau terluar itu kini menghadapi ancaman keterisolasian.
Sebelumnya, Gubernur Bengkulu Helmi Hasan sempat menyampaikan Selasa (08/04/2024), transportasi ke Enggano sudah akan pulih. Namun hingga Rabu (09/04/2024), belum juga ada kapal yang masuk. Kondisi ini tidak hanya memperparah kesenjangan pembangunan wilayah, tetapi juga menempatkan perempuan adat sebagai kelompok yang paling terdampak dalam situasi darurat ini.
Di tengah situasi krisis ini, para perempuan di Enggano harus menanggung beban paling berat. Windi Aprilia, seorang perempuan adat, menggambarkan kondisi yang kian sulit dirasakan para ibu rumah tangga di pulau tersebut.
“Bawang sudah Rp70 ribu sekilo, minyak goreng Rp26 ribu. Telur bahkan sudah tidak tersedia lagi di warung. Kami bingung harus kasih makan apa ke anak-anak,” katanya pilu.
Kenaikan harga bahan pokok bukan sekadar persoalan logistik, namun turut menyeret beban mental dan emosional perempuan, yang secara kultural masih memikul tanggung jawab utama atas pangan dan kesejahteraan keluarga.
Jika kondisi ini terus berlangsung, Windi khawatir perempuan akan menjadi korban pertama dari kelaparan dan tekanan psikologis akibat krisis ini.
“Kami tidak bisa menunggu lebih lama. Kami yang paling pertama harus mencari solusi, tapi kami juga yang paling terakhir diberi akses dan informasi,” tambahnya.
Akses Pendidikan dan Kesehatan Juga Lumpuh
Tidak hanya kebutuhan dasar, layanan pendidikan dan kesehatan juga terdampak serius. Banyak siswa dan guru yang sedang berada di Kota Bengkulu kini tidak bisa kembali ke Enggano. Termasuk beberapa pelajar yang seharusnya mengikuti seleksi Paskibraka pada 14 April 2025 mendatang, terancam gagal.
Sonia Agustin, mahasiswi Politeknik Kesehatan Bengkulu asal Enggano, mengaku frustrasi karena gagal kembali ke kampus untuk menyelesaikan skripsinya.
“Tanggal 8 April saya harusnya masuk kuliah lagi, tapi karena tidak ada kapal, semua rencana berantakan. Pemerintah harus lihat ini sebagai darurat pendidikan,” ujar Sonia.
Ketua Pengurus Daerah Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Enggano, Mulyadi Kauno, menyampaikan bahwa sejak kapal pengangkut logistik dan penumpang tak lagi beroperasi, suplai bahan pokok, bahan bakar minyak, hingga hasil pertanian mengalami kemacetan total.
“Mulai dari beras, minyak, BBM, sampai pengiriman hasil panen warga semua terhambat. Ini bukan hanya soal ekonomi, tapi soal keberlangsungan hidup,” ujarnya.
Hal senada disampaikan oleh Paabuki atau Pimpinan Kepala Suku Enggano, Milson Kaitora. Ia menilai lambannya respons pemerintah terhadap pendangkalan Pelabuhan Pulau Baai—satu-satunya jalur utama kapal ke Enggano—sebagai bentuk abai terhadap hak dasar masyarakat pulau.
AMAN Desak Mitigasi Berbasis Keadilan Sosial
Sementara itu, Ketua Pengurus Harian Wilayah AMAN Bengkulu Fahmi Arisandi mengatakan agar ada tindakan cepat dari pemerintah daerah untuk menyiasati kondisi transportasi di Pulau Enggano.
Ketersediaan kapal angkut yang minim dan belum mencukupi kebutuhan penumpang serta belum penuhnya jasa penerbangan di Pulau Enggano, sudah menjadi masalah pelik sejak 10 tahun ini bagi masyarakat adat dan penduduk di Pulau Enggano.
Menurutnya, pengerukan alur untuk pelabuhan Pulau Baai yang kini sedang dikerjakan oleh pemerintah seharusnya harus didukung dengan upaya mitigasi bagi kelangsungan hidup masyarakat adat yang ada di Pulau Enggano.
“Idealnya, ditengah tidak ada kepastian kapan jadwal selesainya pengerukan alur di Pelabuhan Pulau Baai yang berakibat pada berhentinya aktivitas kapal ke Pulau Enggano, pemerintah harus pikirkan rencana mitigasi, kalau hal tersebut tidak dilakukan akan mengancam kelangsungan hidup masyarakat adat Pulau Enggano, yang kita semua tahu bahwa untuk kebutuhan bahan pokok, pasokan BBM, pengiriman hasil panen, layanan pendidikan dan kesehatan mereka masih mengandalkan pada layanan transportasi kapal.
“Karena itu, kami ingatkan. Bahwa saat ini ada ribuan orang di Enggano terancam hidup darurat. Jangan sepelekan keluhan mereka,” kata Fahmi.
Gubernur Helmi Hasan Kritik Pelindo
Terpisah, dalam rilis yang diterima Bincang Perempuan, Rabu (09/04/2024), Gubernur Bengkulu, Helmi Hasan, menyampaikan kritik tegas terhadap PT Pelindo II atas lambannya penanganan pendangkalan alur di Pelabuhan Pulau Baai.
Helmi menyesalkan belum adanya keseriusan nyata dari pihak Pelindo dalam menangani kondisi yang dinilainya sudah masuk kategori darurat. Ia menyoroti pentingnya alur pelabuhan yang lancar untuk mendukung aktivitas masyarakat, khususnya warga Pulau Enggano.
“Ini sudah darurat. Masyarakat terus bertanya: kapan bisa pulang ke Enggano? Kapan anak-anak bisa kembali sekolah di Kota Bengkulu? Kalau Pelindo tidak bisa memastikan kapan alur bisa dilewati kapal, lalu apa yang sudah dikerjakan selama ini?” tegas Helmi dalam pertemuan bersama manajemen Pelindo II dan para pemangku kepentingan terkait di ruang rapat Pelindo Bengkulu, Rabu (09/04/2024).
Ia juga menekankan perlunya transparansi dan kejelasan estimasi waktu pengerjaan pengerukan. Menurutnya, kapal-kapal pengangkut BBM milik Pertamina serta kapal penumpang dan logistik yang melayani Enggano sangat membutuhkan akses pelayaran yang aman dan lancar.
“Ini menyangkut hajat hidup orang banyak. Kita ingin semuanya aman dan arus pelayaran berjalan lancar. Jangan sampai kepercayaan masyarakat hilang hanya karena janji yang tidak ditepati,” lanjut Helmi.
Lebih lanjut, gubernur menilai kapal keruk yang saat ini digunakan belum memadai untuk mengatasi pendangkalan yang terjadi. Ia meminta agar kapal keruk yang lebih besar segera didatangkan, mengingat urgensi situasi.
“Pemerintah Provinsi bersama Pertamina sudah mengirimkan surat resmi. Ini harus dijadikan dasar oleh Pelindo pusat untuk menindaklanjuti persoalan ini secara serius,” tegasnya.
Gubernur Helmi juga meminta dukungan dari aparat keamanan, termasuk TNI AL dan Kepolisian, untuk turut mengawal proses pengerukan agar berjalan lancar tanpa hambatan.
Menanggapi hal tersebut, General Manager PT Pelindo Regional 2 Bengkulu, S. Joko, menjelaskan bahwa pengerjaan sempat terhenti karena kapal keruk Nera 02 mengalami kerusakan.
“Saat ini kapal masih dalam proses perbaikan. Kami juga berharap pengerjaan bisa segera rampung agar aktivitas masyarakat Enggano kembali normal,” ujarnya.
Ia menambahkan, Pelindo siap menambah kapal keruk yang lebih besar guna mempercepat proses pengerukan. Selain itu, koordinasi dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) juga tengah dilakukan terkait perizinan di area pengerukan yang masuk zona sensitif.